jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) drh Slamet kembali menyoroti UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Dia menilai aturan tersebut berdampak tidak baik bagi sektor pertanian.
Slamet mempertanyakan soal alih fungsi lahan pertanian berkelanjutan yang terkena imbas proyek strategis nasional. Sebab, dalam UU Cipta Kerja Pasal 31, yang merevisi UU Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan.
BACA JUGA: Kementan Terus Perangi Upaya Alih Fungsi Lahan
Menurut Slamet, pasal 31 UU Cipta Kerja menambahkan frasa dan/atau di antara huruf C dan D, membuat lahan pertanian yang terkena proyek strategis nasional tidak wajib disediakan lahan penggantinya.
“Bagaimana pemerintah melindungi lahan pertanian di tengah laju alih fungsi lahan yang tinggi, produksi pertanian yang terus menurun, dan impor yang makin tinggi?" ujar Slamet saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat dengan Sekjen Kementerian Kelautan dan Perikanan, Sekjen Kementerian Pertanian, dan Sekjen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada Rabu (17/3/2021). Rapat tersebut membahas peraturan pemerintah hasil turunan dari UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
BACA JUGA: Gandhi: Seharusnya UU Ciptaker Dapat Membendung Alih Fungsi Lahan Pertanian
Selain itu, legislator asal Sukabumi ini juga menyoal terkait perubahan zona inti dalam wilayah konservasi dan hilangnya ketentuan luas hutan minimum 30 persen di daerah.
Slamet menyebut, dalam UU Cipta Kerja Pasal 18 terkait revisi UU 27 Tahun 2007 juncto UU 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Pasal 7, dan UU 32 Tahun 2014 tentang Kelautan Pasal 43A, terdapat penambahan norma yang berkaitan dengan perubahan status zona inti dalam kawasan konservasi. Salah satunya adalah terdapat proyek strategis nasional.
BACA JUGA: Soroti Fenomena Praktik Prostitusi Anak di Bawah Umur, Begini Reaksi Sultan DPD RI
“Bagi kami, Fraksi PKS mengawatirkan munculnya ketidakpastian perencanaan wilayah pesisir dan laut daerah serta berpotensi menjadi alat pemaksaan pemerintah pusat terhadap kebijakan perencanaan pemerintah daerah,” ujar Slamet.
Lebih lanjut, Slamet menilai perubahan tersebut juga mengancam perlindungan zona inti kawasan konservasi yang sewaktu-waktu dapat diubah dengan adanya proyek strategis nasional.
Belum lagi, sambung Slamet, pemerintah dalam revisi undang-undang kehutanan menghilangkan ketentuan luas minimum 30 persen kawasan hutan di daerah yang berpotensi makin mempermudah perubahan ekologisi alam Indonesia.
“Ini juga menjadi ancaman serius. Apalagi kita tahu sudah terjadi banyak bencana alam akhir-akhir ini,” pungkas Slamet.(fri/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : Friederich