Reaksi Sekjen Laskar Rakyat Jokowi Tentang Rencana Holding untuk BUMN Panas Bumi

Rabu, 28 Juli 2021 – 10:05 WIB
Sekjen Laskar Rakyat Jokowi Ridwan Hanafi. Foto: Dokumentasi pribadi

jpnn.com, JAKARTA - Sekjen Laskar Rakyat Jokowi (LRJ) Ridwan Hanafi merespons rencana menjadikan PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) sebagai pimpinan holding BUMN Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP).

“Saya meyakini bahwa kebijakan pemerintah mempunyai maksud, tujuan dan sasaran yang baik walaupun maksud, tujuan dan sasaran pemerintah itu tidak sepenuhnya sesuai dengan harapan semua pihak,” kata Ridwan Hanafi di Jakarta, Rabu (28/7).

BACA JUGA: Soal Stigma Taliban di KPK, Laskar Rakyat Jokowi: Dewan Pengawas Harus Turun Tangan

Ridwan menyarangkan kepada Menteri BUMN dalam mengambil kebijakan yang berkaitan dengan soal usaha penyediaan tenaga listrik atau unbundling harus mempertimbangkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam uji materi UU Nomor 30 Tahun 2009 tentang Kelistrikan.

Hal ini diperlukan sehingga tidak terjadi tumpang tindih dalam sistem regulasi Good Corporate Governance (GCG).

BACA JUGA: BEM UI Mengkritik Jokowi, Ridwan Hanafi: Para Sengkuni Gigit Jari

“Walaupun rencana yang dilakukan pemerintah tersebut memberi manfaat yang lebih besar bagi kepentingan bangsa dan negara secara luas akan tetapi tetap berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” kata Ridwan.

Ridwan juga menanggapi wacana IPO perusahaan BUMN pemilik aset pembangkit listrik.

Menurut Ridwan, yang menjadi sasaran dari perubahan adalah rencana pemerintah untuk melakukan IPO adalah jelas untuk mengurangi beban utang PLN yang saat ini telah mencapai sekitar Rp 500 triliun.

Sebab, aset-aset Pembangkit yang di-IPO-kan adalah Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) karena di era transisi menuju energi bersih sekarang ini hanya pembangkit listrik yang menggunakan energi terbaharukan dan ramah lingkungan yang mempunyai nilai pasar yang bagus dan semestinya memberikan keuntungan yang layak.

Mengenai holdingisasi aset-aset pembangkit geothermal ke dalam satu holding di luar PT PLN, Ridwan mengingatkan agar keputusan ini perlu dipertimbangkan secara matang dan tetap berpedoman pada peraturan perundangan yang berlaku.

“Kami memahami keputusan Menteri BUMN memiliki tujuan yang baik menyelamatkan perusahan negara dengan cara holding perusahaan Geothermal tersebut dapat masuk ke pasar saham. Sepegetahuan kami, PT PLN sendiri tidak akan pernah bisa masuk ke pasar saham,” kata Ridwan.

Pada bagian lain, Ridwan juga menanggapi rencana spin off aset-aset PLTU milik PLN yang akan dijual ke investor.

“Menurut pemahaman saya, pemerintah tidak memiliki dana investasi untuk menjaga ketersediaan kapasitas infratruktur listrik yang masih akan terus mengalami pertumbuhan. Berhenti berinvestasi infrastruktur kelistrikan sama saja membiarkan pembangunan mengalami pertumbuhan negatif,” kata Ridwan.

Menurut Ridwan, krisis pandemic Covid-19 telah menguras dana pemerintah, termasuk membayar subsidi dan kompensasi kepada PLN.

Dalam situasi PLN dan Pemerintah yang tidak memiliki cukup dana, untuk mendapatkan pinjaman pun mungkin akan sangat sulit, maka menjual aset produktif menjadi pilihan satu-satunya untuk mendapatkan dana pembangunan infrstruktur pembangkit listrik, transmisi dan distribusi, dengan biaya yang lebih murah.

Ridwan berharap jika ada para pihak berkeberatan dengan program di atas, sebaiknya menyampaikan alternatif solusi yang lebih baik terkait upaya penurunan utang PLN.

Selain itu, tetap menjaga pertumbuhan kapasitas infratruktur kelistrikan tanpa kehilangan kekuatan pemerintah dalam mengendalikan kebijakan tarif pada PLN. Termasuk kebijakan transisi energi yang menargetkan 23 persen EBT di tahun 2025.

“Kami mengajak semua pihak untuk tetap mengawal wacana pemerintah (kementerian BUMN) agar kebijakan tersebut benar-benar memenuhi tujuan dan sasaran yang diharapkan,” kata Ridwan Hanafi.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler