Wakil Gubernur Kalteng Habib H Said Ismail Bin Yahya turut angkat bicara terkait wacana pelarangan penggunaan cadar dan celana cingkrang di instansi pemerintah.
Ia menegaskan dirinya tidak setuju dengan wacana pemberlakuan aturan pembatasan penggunaan cadar dan celana cingkrang ala Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi.
BACA JUGA: Bikin Malu Korps Bhayangkara, Briptu Andika Dipecat Secara Tidak Hormat
Bukan merupakan ranah Kementerian Agama mengaturnya. Tetapi merupakan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia (KemenPAN RB) dan Kemendagri.
Andai kata Menag ingin memberantas paham radikalisme, maka silakan diberlakukan untuk jajaran Kemenag saja.
“Tetapi tidak semua ASN yang kemudian dilarang untuk mengenakan celana cingkrang maupun tidak boleh mengenakan cadar,” ungkap orang nomor dua di Kalteng itu.
BACA JUGA: Berita Duka, Mahasiswi Keperawatan Fiwi Angraini Meninggal Dunia dengan Tragis
Menurut Habib, lebih baik Kemenag mengedepankan pembinaan mental spiritual kepada seluruh ASN. Sebab celana cingkrang maupun celana apapun atau cadar, tidak melambangkan radikalisme.
“Tetapi yang melambangkan radikalisme adalah gerakan-gerakannya. Jangan-jangan yang mengenakan rok pendek juga telah terpapar paham radikalisme. Maka pola pikir dan mental spiritual yang perlu diperbaiki,” sebutnya.
BACA JUGA: Pasutri Ini Bukan Bunuh Diri, Tetapi Korban Pembunuhan, Jasadnya Sengaja Digantung di Jembatan
Dirinya tidak setuju dengan hal tersebut. Tetapi jika hal itu diterapkan Kemendagri maupun Kemenpan RB dengan tujuan untuk keseragaman dalam hal ketatanegaraan, maka sebagai orang yang bekerja di lembaga harus mentaati sesuai dengan aturan yang berlaku.
“Namun menurut kami, hal tersebut bukan merupakan hal yang sangat krusial dibahas untuk dijadikan aturan,” tuturnya lagi.
Terpisah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Kalteng HM Wahyudie F Dirun menjelaskan, bahwa dalam Islam ada aturan hukum yang berdasarkan Alquran dan hadist.
Di dalam keduanya, tidak menjelaskan soal cadar dan celana cingkrang. Setiap orang memiliki ulama atau pemuka agama, bukan hanya NU. Sehingga mereka tunduk kepada ulamanya yang telah membuat aturan.
Maka persolanan Menag mengeluarkan surat untuk melarang itu, pihaknya tidak bisa membenarkan dan tidak bisa menyalahkan juga. Karena mereka bercadar atau mengenakan celana cingkrang itu juga mengikuti aturan tokoh ulama agama.
“Kami menghargai upaya pemerintah untuk memberantas paham yang telah terpapar radikalisme yang sedang berkembang di Indonesia. Dan setahu saya, mereka yang selama ini terpapar paham radikalisme itu adalah yang tampilannya bercelana cingkrang dan bercadar,” ungkapnya.
Sehingga NU tidak membenarkan dan menyalahkan upaya dari Menag terkait dengan wacana memberlakukan untuk tidak mengenakan cadar dan celana cingkrang untuk instansi pemerintahan, sipil maupun militer.
“Karena semua memiliki ijtihad masing-masing,” tutupnya.
Senada disampaikan Ketua PW Muhammadiyah Kalteng Ahmad Syar`i. Dalam Islam ada dua versi di mana ada yang boleh bercadar dan tidak boleh bercadar. Pandangan dalam umat Islam, dua-duanya memiliki dasar.
Namun, soal wacana dari Menag, maka perlu diketahui aturan main yang berlaku. Jika belum ada, maka perlu dibicarakan dengan baik dan dikaji lagi secara mendalam.menag seharusnya mengajak majelis ulama dan tokoh umat Islam lainnya untuk membicarakan tersebut.
BACA JUGA: Suami Gerebek Istri Saat Asyik Berduaan dengan Selingkuhan di Barak
“Sehingga tidak menimbulkan masalah dikemudian hari. Sehingga perlu dibicarakan secara baik sejak awal. Ini cukup riskan karena soal agama. Dan yang berkompetensi yang melakukan kajian itu adalah majelis ulama dan ormas-ormas keagamaan yang ada,” tuturnya.(nue/jpg/ram)
Redaktur & Reporter : Budi