Reaksi Ustaz Felix Siauw Soal Namanya Masuk Daftar Penceramah Radikal: Kapan Aku jadi Nomor 1?

Senin, 07 Maret 2022 – 06:49 WIB
Ustaz Felix Siauw. Foto Instagram felixsiauw

jpnn.com, JAKARTA - Ustaz Felix Siauw merespons namanya kembali masuk dalam daftar penceramah radikal.

Dalam tangkapan layar berisi chat via WhatsApp yang diunggah Felix Siauw di akun pribadinya di Instagram, tertulis daftar penceramah terindikasi intoleran dan radikal.

BACA JUGA: Tingkatkan Kewaspadaan, BNPT Beberkan Ciri Penceramah Radikal

Namun, dia tidak menyebut sumber yang merilis daftar yang salah satunya mencantumkan namanya tersebut.

"Beredar viral 180-an nama penceramah radikal dan disarankan enggak boleh diundang dan didengar," tulis Felix Siauw belum lama ini.

BACA JUGA: Brigjen Ahmad Nurwakhd dari BNPT Ungkap 5 Ciri Penceramah Radikal

Pria kelahiran Palembang itu menyampaikan bukan kali ini saja namanya masuk dalam daftar penceramah radikal.

"Tahun 2017, saya jadi tokoh radikal nomor dua setelah HRS (Habib Rizieq Shihab), sekarang jadi nomor dua lagi," ungkapnya.

BACA JUGA: Suami Istri Asal Tanjungbalai Ini Terancam Hukuman Mati, Begini Kasusnya

Sembari mencantumkan emoji tertawa, Felix Siauw malah mempertanyakan kapan namanya bisa berada di nomor satu dalam daftar penceramah radikal.

"Tapi Alhamdulillah, bisa bertahan di list sejak 2017," ujarnya.

Terlepas dari unggahan Ustaz Felix Siauw di akun Instagramnya tersebut, humas Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melalui siaran pers yang dirilis pada Sabtu (5/3) menyampaikan informasi seputar radikalisme.

Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Ahmad Nurwakhid dalam siaran pers tersebut menyebutkan persoalan radikalisme harus menjadi perhatian sejak dini.

Sebab, sejatinya radikalisme adalah paham yang menjiwai aksi terorisme.

“Radikalisme merupakan sebuah proses tahapan menuju terorisme yang selalu memanipulasi dan politisasi agama,” tegas Nurwakhid dalam siaran pers humas BNPT pada Sabtu (5/3).

BACA JUGA: Detik-detik Perampok Menyatroni Rumah Anggota TNI, Korban Diminta Buka Baju, Terjadilah

Brigjen Ahmad Nurwakhid menyatakan soal penceramah radikal yang disampaikan Presiden Joko Widodo sebagai peringatan kuat untuk meningkatkan kewaspadaan nasional.

Pernyataan presiden pada Rapat Pimpinan TNI-Polri di Mabes TNI, Jakarta, Selasa (1/3) itu harus ditanggapi serius oleh seluruh kementerian, lembaga pemerintah dan masyarakat pada umumnya tentang bahaya radikalisme.

Untuk mengetahui penceramah radikal, Nurwakhid mengurai beberapa indikator yang bisa dilihat dari isi materi yang disampaikan bukan tampilan penceramah.

Setidaknya ada lima indikator yang disampaikannya.

Pertama, mengajarkan ajaran yang anti-Pancasila dan proidieologi khilafah transnasional.

Kedua, mengajarkan paham takfiri yang mengafirkan pihak lain yang berbeda paham maupun berbeda agama.

Ketiga, menanamkan sikap anti-pemimpin atau pemerintahan yang sah, dengan sikap membenci dan membangun ketidak percayaan (distrust) masyarakat terhadap pemerintahan maupun negara melalui propaganda fitnah, adu domba, hate speech, dan sebaran hoaks.

Keempat, memiliki sikap eksklusif terhadap lingkungan maupun perubahan serta intoleransi terhadap perbedaan maupun keragaman (pluralitas).

Kelima, biasanya memiliki pandangan anti-budaya ataupun anti-kearifaan lokal keagamaan.

“Mengenali ciri-ciri penceramah jangan terjebak pada tampilan, tetapi isi ceramah dan cara pandang mereka dalam melihat persoalan keagamaan yang selalu dibenturkan dengan wawasan kebangsaan, kebudayaan dan keragaman,” kata dia.

Sejalan dengan itu, Nurwakhid juga menegaskan strategi kelompok radikalisme memang bertujuan untuk menghancurkan Indonesia melalui berbagai strategi yang menanamkan doktrin dan narasi ke tengah masyarakat.

“Ada tiga strategi yang dilakukan oleh kelompok radikalisme,” ujar dia.

Pertama, mengaburkan, menghilang bahkan menyesatkan sejarah bangsa.

Kedua, menghancurkan budaya dan kearifan lokal bangsa Indonesia.

“Ketiga, mengadu domba di antara anak bangsa dengan pandangan intoleransi dan isu SARA,” urai Nurwakhid.

Strategi ini dilakukan dengan politisasi agama yang digunakan untuk membenturkan agama dengan nasionalisme dan agama dengan kebudayaan luhur bangsa.

Dia menyebut proses penanamanya dilakukan secara masif di berbagai sektor kehidupan masyarakat, termasuk melalui penceramah radikal tersebut.

“Inilah yang harus menjadi kewaspadaan kita bersama dan sejak awal untuk memutus penyebaran infiltrasi radikalisme ini salah satunya adalah jangan asal pilih undang penceramah radikal ke ruang-ruang edukasi keagamaan masyarakat,” kata dia. (mar1/fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Sutresno Wahyudi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler