Realisasi Rumah Sederhana 18 Persen

Sabtu, 08 September 2012 – 12:34 WIB
SURABAYA - Target pemerintah untuk memenuhi kebutuhan hunian bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBP) nampaknya masih sulit. Pasalnya dari target tahunan yang dicanangkan Kemenperin dalam meneydiakan rumah sederhana (RS) tahun ini, di semester pertama baru terealisasi 18 persen.

Deputi Bidang Pembiayaan Kemenperin Sri Hartoyo menjabarkan, tahun ini pihaknya menargetkan dapat menyediakan rumah sederhana 134 ribu unit. Realisasi hingga pertengahan tahun ini mencapai 24.500 unit. "Target ini memang masih terlalu jauh, namun akan kami upayakan," terangnya.

Ia mengatakan, berbagai cara telah telah diupayakan  Misalkan saja dengan mengatur ulang penerapan pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi RS. Dari awalnya RS yang terkena pajak minimal bernilai Rp 70 juta menjadi Rp 90 juta. Selain itu kami juga bekerjasama dengan bank dibidang pembiayaan. "Saat ini telah ada program KPR dari bank yang menyediakan tenor hingga 20 tahun, dengan ini masyarakatberpenghasilan rendah semakin teringankan," ujarnya.

Bagi pengembang, lanjut dia,  pemerintah juga memberikan kelonggaran, meskipun pembangunan belum terselesaikan pembiayaan dari bank bisa dilakukan. Namun masih ada batasan yang harus dipenuhi oleh pengembang. Pembiayaan RS bisa dilakukan jika pembangunan telah terselesaikan 60 persen. Elemen bangunan yang utama harus terpenuhi, yakni lantai, dinding, atap dan ventilasi. Ini berbeda dengan non RS, dimana saat bangunan belum ada sudah bisa dimulai pembiayaannya.
"Kami ingin MBR ini tak merasa tertipu lantaran apa yang dibelinya belum real," jelasnya.

Sementara itu Ketua DPD Apersi Jatim Nur Hadi menambahkan, saat ini backlog Jawa Timur membengkak 530 ribu. Tahun ini ditargetkan pembangunan RS bisa mencapai 20-30 ribu. Saat ini baru terealisasi enam ribu unit. "Kami dengan REI Jatim berupaya bisa mencapai target itu, sehingga bisa menekan angka backlog di Jatim," ujarnya.

Mengenai alternatif penekanan backlog dengan rusunami, sebagai pengusaha pihaknya masih pesimis. Itu dikarenakan, budaya masyarakat Jatim yang masih menganggap rusunami bukan merupakan satu investasi yang bisa berkelanjutan dan tak dapat diwariskan. "Kami pengusaha mengikuti pasar, jika memang ada yang membeli tentu kami akan diupayakan," terangnya. (uma)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dongkrak Produksi Kedelai di Lahan Transmigran

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler