JAKARTA - Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia (BI) sudah meniup peluit tanda bergulirnya program redenominasi Rupiah. Paling cepat enam tahun mendatang, seluruh tahapan redenominasi akan tuntas.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Darmin Nasution, sekarang ini merupakan saat yang tepat untuk memulai tahapan redenominasi. "Kuncinya adalah perekonomian yang stabil dan inflasi yang terkendali," ujarnya pada acara Kick Off Konsultasi Publik Perubahan Harga Rupiah "Redenominasi Bukan Sanering" di Jakarta Rabu (23/1).
Sebagaimana diketahui, wacana terkait redenominasi Rupiah yang muncul sejak 2010 lalu sempat timbul tenggelam. Namun, kali ini pemerintah dan BI terlihat sudah sangat serius.
Redenominasi adalah penyederhanaan mata uang. Dalam skema redenominasi yang disusun pemerintah dan BI, angka pecahan Rupiah akan disederhanakan dengan menghilangkan tiga angka Nol. Sehingga, misalnya, uang senilai Rp 1.000 nanti setelah redenominasi akan menjadi Rp 1. Sedangkan uang Rp 100.000 akan menjadi Rp 100. Dengan catatan, meski angka nominalnya berbeda, namun nilai uangnya tetap sama.
Menteri Keuangan Agus Martowardojo menambahkan, redenominasi akan dilakukan secara bertahap agar tidak terjadi salah persepsi di masyarakat. Sebab, redenominasi memang berbeda dengan sanering atau pemotongan nilai uang. "Ini harus benar-benar dipahami agar tidak terjadi salah faham dan resistensi (penolakan) di masyarakat," katanya.
Agus menjelaskan, kunci dari dari redenominasi adalah penyederhanaan nominal uang yang disertai dengan penyederhanaan harga barang/jasa. Sebagai gambaran, saat ini harga sebuah tas Rp 100.000. Ketika terjadi redenominasi, maka uang Rp 100.000 akan disederhanakan menjadi Rp 100, saat itu pula harga tas tersebut akan menjadi Rp 100. Sedangkan dalam kasus sanering, ketika uang menjadi Rp 100, harga tas tetap Rp 100.000. "Jadi, redenominasi tidak akan mengurangi daya beli," jelasnya.
Lalu, apa keuntungan redenominasi? Darmin Nasution menerangkan, redenominasi akan sangat bermanfaat dalam hal akuntansi atau pencatatan keuangan. Misalnya, dalam dunia bisnis ataupun penyusunan anggaran negara, nilainya sudah mencapai triliunan. Itu artinya terdapat lebih dari 12 digit angka. "Dengan redenominasi, penulisan akan lebih sederhana karena tiga (angka) nol dihilangkan," ujarnya.
Demikian pula dalam keseharian masyarakat. Misalnya, harga barang-barang seperti baju yang selama ini misalnya biasa ditulis dengan angka Rp 130.000, Rp 250.000, atau Rp 400.000, nanti setelah redenominasi cukup ditulis dengan angka Rp 130, Rp 250, atau Rp 400. "Jadi, perhitungannya juag lebih sederhana," katanya.
Lalu, kapan akan dimulai? Darmin menyebut, tahapan redenominasi setidaknya membutuhkan waktu 6 - 12 tahun. Sehingga, tahapan tersebut paling cepat akan tuntas pada 2019 mendatang. "Itu paling cepat, kalau realisasinya, tergantung implementasi di lapangan," ujarnya.
Setelah konsultasi dan sosialisi publik, maka p-ada 2014 mendatang BI akan menerbitkan mata uang yang sama dengan mata uang beredar saat ini, hanya saja, tiga angka nol akan dihilangkan. Misalnya, mata uang pecahan Rp 100.000 bergambar Proklamator Soekarno-Hatta, nanti akan diterbitkan dalam tampilan yang sama, hanya saja tulisannya menjadi Rp 100.
Sehingga, nanti di masyarakat akan beredar dua mata uang yang tampilannya sama, tapi angka nol-nya berbeda. Setelah itu, secara bertahap BI akan menarik uang-uang lama, sehingga yang beredar di masyarakat adalah uang dengan tampilan sama, tapi dengan tiga angka nol yang sudah dikurangi. Setelah itu, barulah BI akan menerbitkan uang yang benar-benar baru tampilannya dengan tiga digit nol yang sudah dikurangi. (owi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jero Wacik: Penerapan BBG Dimulai dari Mobil Taksi
Redaktur : Tim Redaksi