Reforestasi Lahan Kritis Dianggap Jadi Solusi Mempermulus Transisi Energi Bersih

Rabu, 16 Oktober 2024 – 21:50 WIB
Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Ilustrasi. Foto: Greg Baker/AFP

jpnn.com, JAKARTA - Peneliti Alpha Research Database Ferdy Hasiman menyebut reforestasi menjadi langkah signifikan mendukung transisi energi menuju net zero emission dan menyediakan bahan co-firing.

Menurut dia, upaya menanam pohon di tanah kritis bisa mengembalikan fungsi ekosistem yang hilang akibat penggundulan lahan.

BACA JUGA: PLN ICON Plus Raih Penghargaan ARA 2023

"Hal ini menunjukkan bahwa reforestasi tidak hanya berkontribusi pada pasokan biomassa, tetapi juga memperbaiki kondisi lingkungan yang telah terdegradasi,” kata Ferdy kepada awak media, Rabu (16/10).

Dia mengatakan upaya reforestasi membuat lahan yang sebelumnya kritis bisa subur setelah ditanami pohon indigofera, jenis tumbuhan penyimpan air.

BACA JUGA: Terobosan Inovasi PLN Indonesia Power Diakui Dunia

Ranting pohonnya, kata Ferdy, bisa digarap masyarakat menjadi biomassa, lalu hasil pengolahan tadi dibeli PLN sebagai bahan campuran batu bara di PLTU melalui proses yang disebut co-firing.

“Dengan cara tersebut, penggunaan batu bara di PLTU berkurang, sehingga emisi karbon juga menurun. Selain itu, lahan kritis yang diolah menjadi hijau kembali, serta ekonomi masyarakat terdorong,” lanjut dia.

BACA JUGA: Otorita IKN Ajak Semua Pihak Reforestasi Lahan di Sekitar Ibu Kota

Ferdy menuturkan bahwa penggunaan biomassa dianggap karbon-netral, meskipun pembakaran proses itu menghasilkan emisi karbon.

Dia mengatakan proses pertumbuhan kembali tanaman di area reforestasi pada akhirnya mampu menyerap karbon dari atmosfer, sehingga tidak menambah emisi baru. 

“Pohon yang ditanam dalam program reforestasi bisa menghasilkan kayu, sisa tanaman, atau bahan organik lain yang kemudian diolah menjadi pelet biomassa,” kata dia.

Ferdy mengatakan Biomassa memiliki potensi besar untuk digunakan dalam pembangkit listrik, yang pada gilirannya akan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.

 “Dengan menggunakan biomassa, PLTU dapat beroperasi dengan lebih ramah lingkungan, membantu menurunkan emisi yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil,” katanya.

Diketahui, co-firing adalah teknik pembakaran bersama dua jenis bahan bakar, biasanya biomassa dan batubara, di dalam pembangkit listrik. 

Dengan menggunakan biomassa, penggunaan batubara dapat dikurangi dan emisi karbon pun menurun, sehingga pembangkit listrik menjadi lebih ramah lingkungan. (ast/jpnn)


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler