JAKARTA - Pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Ubedillah mengatakan 15 tahun reformasi berjalan menghasilkan dinasti politik, korupsi sistematis serta biaya politik tinggi. Sedangkan angka kemiskinan 12,50 persen yang ditinggalkan oleh rezim Orde Baru masih belum beranjak.
"Lima belas tahun reformasi lahir oligarki, dinasti politik, korupsi sistematis dan biaya politik yang sangat mahal serta semua serba transaksional. Warisan masyarakat miskin yang ditinggalkan Orba 12,5 persen tidak beranjak," kata Ubedillah, di gedung DPD, Senayan Jakarta, Jumat, (17/5).
Selain itu lanjutnya, parpol sangat berkuasa dan wewenangnya sangat besar. Mulai dari pemilihan bupati, walikota, gubernur, Dubes, bahkan Presiden, semua menjadi wewenang partai politik.
"Karena multikewenangan partai politik itu terbukti tidak bermanfaat, maka perlu evaluasi menyeluruh terhadap kinerja partai. Bukan dimaksudkan untuk kembali ke Orde Baru," ujar Ubedillah.
Soal klaim pemerintah yang menyebut angka kemiskinan turun, menurut Ubedillah hanya pernyataan politik yang tidak terukur. “Orde Baru meninggalkan warisan kemiskinan 12,50. Sekarang masih tetap 12,50 persen," ungkapnya.
Apa yang terjadi saat ini menurut Ubedillah, tak dibayangkan pada 1998, karena gerakan reformasi yang dipelopori oleh mahasiswa tanpa menyiapkan strategi membangun demokrasi dan politik. "Reformasi hanya jadi kendaraan kaum pragmatis yang sarat dengan transaksional," imbuhnya. (fas/jpnn)
"Lima belas tahun reformasi lahir oligarki, dinasti politik, korupsi sistematis dan biaya politik yang sangat mahal serta semua serba transaksional. Warisan masyarakat miskin yang ditinggalkan Orba 12,5 persen tidak beranjak," kata Ubedillah, di gedung DPD, Senayan Jakarta, Jumat, (17/5).
Selain itu lanjutnya, parpol sangat berkuasa dan wewenangnya sangat besar. Mulai dari pemilihan bupati, walikota, gubernur, Dubes, bahkan Presiden, semua menjadi wewenang partai politik.
"Karena multikewenangan partai politik itu terbukti tidak bermanfaat, maka perlu evaluasi menyeluruh terhadap kinerja partai. Bukan dimaksudkan untuk kembali ke Orde Baru," ujar Ubedillah.
Soal klaim pemerintah yang menyebut angka kemiskinan turun, menurut Ubedillah hanya pernyataan politik yang tidak terukur. “Orde Baru meninggalkan warisan kemiskinan 12,50. Sekarang masih tetap 12,50 persen," ungkapnya.
Apa yang terjadi saat ini menurut Ubedillah, tak dibayangkan pada 1998, karena gerakan reformasi yang dipelopori oleh mahasiswa tanpa menyiapkan strategi membangun demokrasi dan politik. "Reformasi hanya jadi kendaraan kaum pragmatis yang sarat dengan transaksional," imbuhnya. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Fuad Bawazier: SBY Pasti Pilih Menkeu yang Direstui AS
Redaktur : Tim Redaksi