Dikatakan, siklus perubahan Indonesia setidaknya terjadi dalam 20 tahun sekali. Menuurt Ray, setidaknya ada tiga agenda besar yang harus selesai hingga 2014 karena perubahan politik besar akan terjadi pada 2019.
“Target politik yang harus kita capai adalah regenerasi,” kata Ray Rangkuti, dalam diskusi “Pemilu Presiden 2014; Quo Vadis Partai Politik dan Lembaga Survei” di Jakarta, Jumat (15/6). Hadir juga sebagai pembicara Veri Junaedi (Perludem) dan Hanta Yuda AR (The Indonesia Institute).
Seperti diketahui, di tingkat daerah banyak politikus muda yang potensial, berprestasi dan bersih. Ray Rangkuti mencontohkan Wakil Gubernur Jawa Timur Syaifullah Yusuf, Ketua Asosiasi Bupati se-Indonesia Isran Noor, atau tokoh perempuan Khofifah Indar Parawansa.
Di tingkat nasional, menurut Ray, sebetulnya banyak politikus di DPR yang layak diusung sebagai calon presiden. Sayangnya, kata Ray, gerak politikus muda justru tertutup kasus korupsi yang dilakukan satu-dua orang politikus muda, seperti Muhammad Nazaruddin.
Hanta Yuda menambahkan, publik harus mendorong lahirnya regenerasi dan demokrasi di partai. Hanta menyarankan harus melakukan perubahan konstitusi dan aturan di bawahnya, seperti UU Pilpres.
Ia menambahkan, kalau sistem politik tidak diperbaiki maka akan terus menutup ruang bagi tokoh-tokoh muda. “Sistem ini bisa menjadi predator bagi idealisme dan integritas bagi politikus baru,” ujarnya.
Hanta menambahkan, kalau ingin menuntaskan transisi demokrasi yang saat ini sedang berjalan dan problem politik, maka rakyat harus mulai mendesak adanya perubahan di partai dan penataan sistem politik, sembari menjalankan fungsi-fungsi pendidikan politik.
Veri mengatakan, selain problem kaderisasi faktor lain yang menghambat regenerasi adalah problem konstitusi. Karenanya, jika revisi UU Pilpres yang saat ini sedang dibahas partai-partai di DPR hanya untuk mengubah ambang batas, lebih baik tidak usah. “Untuk apa? Sekalian saja tidak dilakukan revisi,” tegasnya.
Menurut Veri, revisi UU Pilpres yang hanya mengubah ambang batas tidak akan memunculkan tokoh-tokoh baru. Di sisi lain, kata Veri, jika publik menghendaki munculnya tokoh alternatif seharusnya dibuka ruang seluas-luasnya. “Percuma ada banyak kandidat, namun partai tidak memberikan ruang yang bisa dimasuki oleh tokoh-tokoh baru,” ujarnya.
Dia menegaskan, kalau memulai dari sekarang maka tidak akan ada perubahan. Karenanya, publik harus memunculkan orang-orang baru dengan gagasan yang baru pula. Di sisi lain, ia melihat partai seolah-olah menjalankan demokrasi dan pemilih diberikan kuasa untuk menentukan pilihannya. “Tapi faktanya pemilih justru dikunci oleh pilihan-pilihan yang terbatas,” ujarnya. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemerintah Percepat Evakuasi TKI di Suriah
Redaktur : Tim Redaksi