Regulasi Kontrak Kerja PPPK Harus Diubah, Jangan Samakan dengan Pemilu

Sabtu, 24 Juni 2023 – 09:48 WIB
Ahmad Saifudin, guru PPPK hasil rekrutmen Februari 2019. Foto dok. Ahmad Saifudin for JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Sistem kontrak Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) sudah saatnya diubah.

Masa kontrak kerja PPPK jangan disamakan dengan pemilu yang setiap 5 tahun sekali berganti. 

BACA JUGA: BKN Terbitkan Sistem Baru, Gerak-gerik PNS & PPPK Kini Diawasi, Jangan Melanggar

Ahmad Saifudin, guru PPPK hasil rekrutmen Februari 2019 mengungkapkan jika masa kontrak tidak bisa dihapuskan karena aturan perundang-undangan sudah mengatur demikian, maka solusi lainnya bisa ditempuh pemerintah.

Salah satunya dengan mengubah pasal masa kontak di Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK.

BACA JUGA: Menjelang Seleksi PPPK 2023, Ada Kabar Cukup Baik untuk Guru Honorer P1 

"Pasal masa kontrak PPPK kan minimal 1 tahun dan maksimal 5 tahun. Nah, pasal ini sebaiknya diubah menjadi masa kontrak sampai batas usia pensiun (BUP)," kata Udin, sapaan akrabnya kepada JPNN.com, Sabtu (24/6).

Secara pribadi, Udin mengaku sangat mengapresiasi usulan Dirjen Guru Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbudristek Nunuk Suryani untuk menghapuskan masa kontrak kerja.

Eks koordinator wilayah Perkumpulan Honorer K2 Indonesia (PHK2I) Jawa Tengah ini makin lega karena Komisi X DPR RI juga mendukung usulan Dirjen Nunuk.

Dia menilai saatnya regulasi tata aturan masa kontrak PPPK diubah, karena memang dinamikanya menuntut hal tersebut.

"Sangat tidak tepat jika guru dipandang terlalu umum. Guru adalah sebuah pekerjaan profesi yang tidak semua orang bisa mampu dan mau, sehingga butuh aturan khusus pula berupa perpanjangan masa kerja usia 60 tahun," terangnya.

Hal ini bukan tidak berdasar, tetapi lebih pada sebuah penghargaan profesi dari bangsa yang besar. 

Udin memohon jangan terlalu banyak berpolemik, tetapi segeralah mengambil keputusan untuk membuat kebijakan yang berpihak kepada guru.

"Ingat mulai dari RT sampai presiden bisa, karena peran guru," ujarnya.

Dia menambahkan jangan kalah dengan bangsa Jepang di era Kaisar Hirohito. 

Saat Jepang luluh lantak oleh bom, Kaisar Hirohito hanya menanyakan berapa guru yang tersisa. Sebab, bangsa ini ada karena guru.

"Kalau kepala daerah hingga presiden masa kontrak politiknya hanya sampai lima hingga sepuluh tahun, maka guru tidak demikian. Guru itu harus kontinyu sampai pensiun, karena belajar itu sepanjang hayat," pungkas Ahmad Saifudin. (esy/jpnn)


Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Mesyia Muhammad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler