Regulasi Makin Sedikit, Tingkat Korupsi Kian Rendah

Jumat, 15 Desember 2017 – 17:30 WIB
Kepala BKPM Thomas Lembong (kiri), Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Hukum dan Regulasi Melli Darsa (tengah), Profesor Harvard Law School Amerika Serikat Matthew Stephenson (kanan). Foto: Adrianto/Indopos/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong mengatakan, sejak reformasi, Indonesia sudah berkembang positif dalam hal pembenahan internal.

Namun, korupsi secara keseluruhan masih banyak yang harus diselesaikan.

BACA JUGA: Anak Amien Rais Dukung Ide Fahri Hamzah soal Pembubaran KPK

Belajar dari negara lain, pembangunan sistem dilakukan melalui pengelolaan meritokrasi jabatan (bebas nepotisme), penyederhanaan birokrasi dan regulasi, serta keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

”Makin sedikit regulasi dan sederhana birokrasi tingkat korupsi kian rendah. Pun sebaliknya. Makin banyak regulasi, korupsi makin tinggi. Regulasi itu bisa dimonetisasi," jelas Thomas dalam diskusi bertajuk The Global Fight Against Corruption di Jakarta baru-baru ini.

BACA JUGA: Jokowi Heran Lihat Pejabat Zaman Now Masih Korupsi

Sementara itu, perwakilan Harvard Club of Indonesia Melli Darsa mengatakan, diskusi itu merupakan bentuk dukungan terhadap penguatan transparansi, upaya

pemberantasan korupsi, dan transformasi institusi yang inklusif sesuai hukum.

BACA JUGA: 2 Warga Ponorogo Jalan Kaki ke Jakarta, Ingin ke Istana

Dia menjelaskan, semua pihak harus bergerak bersama-sama dalam pengendalian korupsi di Indonesia.

"Tidak hanya pemerintah, tapi peranan swasta dan masyarakat juga sangat penting dalam menciptakan sistem yang bersih," kata Melli.

Wakil ketua umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Bidang Hukum dan Regulasi itu menambahkan, pengendalian korupsi juga harus konsisten dan berkelanjutan.

Apalagi, hampir semua negara pernah mengalami masa korupsi akut.

Tidak terkecuali negara maju dengan tingkat korupsi rendah seperti Swedia, Norwegia, dan Finlandia.

“Tidak ada satu senjata pemungkas untuk memberantas korupsi di negara mana pun. Semua pihak harus bekerja dan bergerak bersama-sama dan pemerintah memiliki peranan penting untuk menggerakkan mereka,” ujar Melli.

Di sisi lain, pakar hukum dari Harvard Law School Matthew Stephenson menjelaskan, pemberantasan dan penanggulangan korupsi tidak memiliki metode khusus yang tetap dan saklek.

Sebab, setiap negara memiliki cara pandang terhadap korupsi yang berbeda-beda dan juga pendekatan budaya yang tak bisa diseragamkan.

Namun, menurut Stephenson, pemerintah perlu menjadikan praktik melawan korupsi sebagai prioritas utama jika ingin mencapai pembangunan berkelanjutan (sustainable development).

Stephenson menambahkan, masyarakat bisa turut andil dalam pemberantasan korupsi di suatu negara.

Pasalnya, umumnya masyarakat memiliki kepedulian dan pemahaman terhadap integritas lalu melalui peer pressure pengendalian korupsi dapat diperkuat.

Bentuk tekanan dari masyarakat dapat dilakukan secara individual, aktivitas komersial, hingga penggunaan hak politik saat pemilihan umum.

"Seiring dengan perbaikan kondisi keuangan negara sehingga pemerintah punya dana untuk mendanai kegiatan antikorupsi dengan lebih baik, tekanan dari masyarakat yang semakin peduli dan punya awareness terhadap integritas bisa mendorong Indonesia terus konsisten mengendalikan korupsi," sambung Stephenson. (jos/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Politikus PDIP: Saya Tak Akan Menabrak Tiang Listrik


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler