Regulasi Pemicu Pertamina tak Maksimal

Jumat, 18 Mei 2012 – 18:01 WIB
Anggota Komisi VII DPR RI Halim Kalla (tengah) hadir sebagai salah satu pembicara dalam Diskusi Publik bertema MINYAK untuk RAKYAT. Hadir pula dalam diskusi di PP Muhammadiyah itu pemerhati kebijakan publik Agus Pambagio (kiri) dan praktisi media Iwan Piliang (kanan). Foto : Arundono/JPNN

JAKARTA- Anggota Komisi VII DPR RI, Halim Kalla menilai, pelaksanaan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas (Migas), sebagai pengganti UU 8 Tahun 1971, masih menyisakan masalah krusial.

Diberlakukannya UU Migas ini telah menghilangkan sifat PT Pertamina sebagai regulator sekaligus operator dan Pertamina hanya ditempatkan sebagai operator.

"Saat ini tugas sebagai regulator dan pemangku Kuasa Pertambangan diserahkan kepada Badan Pelaksana Minyak dan Gas (BP Migas) yang berbentuk Badan Hukum Milik Negara (BHMN)," kata Halim Kalla dalam diskusi Minyak Untuk Rakyat di Gedung Dakwah PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta, Jumat (18/5).

Hal itu menurut Halim Kalla, membuat Pertamina tidak bisa maksimal dalam melakukan tugasnya selaku operator. Dimana eksploitasi Migas kurang karena Pertamina lebih banyak mengurus masalah hilir, seperti pendistribusian dan pemasaran.

"Harusnya implementasi UU 22/2001, fokus disektor hulu Migas saja, sedangkan sektor hilir diatur secara terpisah. Kemudian peran BP dan BPH Migas perlu dievaluasi," terangnya.

Diakui Halim Kalla bahwa revisi UU Migas ini masih dalam tahap penyerapan aspirasi di DPR, dengan mengundang banyak kalangan untuk mendapat masukan.(Fat/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemda Harus Bantu Warga yang Rumahnya Jelek


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler