JAKARTA- Anggota Komisi VII DPR RI, Halim Kalla menilai, pelaksanaan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas (Migas), sebagai pengganti UU 8 Tahun 1971, masih menyisakan masalah krusial.
Diberlakukannya UU Migas ini telah menghilangkan sifat PT Pertamina sebagai regulator sekaligus operator dan Pertamina hanya ditempatkan sebagai operator.
"Saat ini tugas sebagai regulator dan pemangku Kuasa Pertambangan diserahkan kepada Badan Pelaksana Minyak dan Gas (BP Migas) yang berbentuk Badan Hukum Milik Negara (BHMN)," kata Halim Kalla dalam diskusi Minyak Untuk Rakyat di Gedung Dakwah PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta, Jumat (18/5).
Hal itu menurut Halim Kalla, membuat Pertamina tidak bisa maksimal dalam melakukan tugasnya selaku operator. Dimana eksploitasi Migas kurang karena Pertamina lebih banyak mengurus masalah hilir, seperti pendistribusian dan pemasaran.
"Harusnya implementasi UU 22/2001, fokus disektor hulu Migas saja, sedangkan sektor hilir diatur secara terpisah. Kemudian peran BP dan BPH Migas perlu dievaluasi," terangnya.
Diakui Halim Kalla bahwa revisi UU Migas ini masih dalam tahap penyerapan aspirasi di DPR, dengan mengundang banyak kalangan untuk mendapat masukan.(Fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemda Harus Bantu Warga yang Rumahnya Jelek
Redaktur : Tim Redaksi