Regulasi Vape Dinilai Perlu Diubah

Jumat, 03 Desember 2021 – 16:54 WIB
Ilustrasi orang sedang menggunakan rokok elektrik atau vape. Foto: Natalia Laurens/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Jumlah peminat vape kini mencapai 2,2 juta pengguna.

Meningkatnya permintaan produk Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) jenis vape berdampak positif kepada pembukaan lapangan pekerjaan yang bisa menyerap hingga 50 ribu tenaga kerja.

BACA JUGA: Hotman Paris: Surat Gugatan Masuk, Sudah Perang Mereka, Padahal Harta Seberapa, sih

Salah satu inovasi terkini yang dilakukan produsen Vape RELX Indonesia adalah dengan membuat atau mengeluarkan varian vape dengan sistem tertutup.

Varian ini menyatukan likuid, cartridge, dan coil dalam satu unit dan diproduksi oleh masing-masing pemilik merek, sehingga tidak dapat diutak-atik oleh pengguna sesuka hatinya.

BACA JUGA: Insentif dari Pemerintah Efektif Dorong Peningkatan Produksi Migas

“Vape sistem tertutup atau closed system menggunakan cairan nikotin (e-liquid) yang sudah dikemas yang dapat digunakan dengan perangkat vaping namun tidak dapat diisi ulang sehingga lebih aman dan tidak terkontaminasi dengan material lain di luar cairan yang diisi dari pabrik,” ujar General Manager RELX Indonesia Yudhistira Saputra.

Menurut Yudhistira, cukai untuk industri vape sistem tertutup bukan di ad valorem, tetapi lebih ke pengkategorian sistem tertutup di dalam bentuk cartridge.

BACA JUGA: Kenaikan Cukai Rokok di Bawah 10% Cukup Moderat, Bahkan Bisa Lebih Rendah

Di mana jumlah maksimum cairan yang bisa diisi per cartridge adalah 2ml, tetapi harga jual eceran (HJE) minimum adalah Rp 30.000 per cartridge, di mana jika dibandingkan dengan sistem terbuka HJE minimum per ml adalah Rp 666.

Jika kita bandingkan HJE untuk jumlah yang sama maka sistem tertutup akan membayar cukai sebesar 23 kali lipat dibandingkan dengan sistem terbuka.

“Sistem cukai yang ada saat ini seharusnya disetarakan dengan sistem terbuka karena prinsip dari vape adalah sama-sama cairan nikotin. Hanya packaging-nya yang berbeda,” ujar Yudhistira.

Sementara, apabila mengacu kepada Undang-Undang (UU) Nomor 39 tahun 2007 tentang Cukai, tercantum secara jelas cukai dikenakan terhadap hasil tembakau, dan bukan kemasannya.

Sehingga penerapan tarif terhadap vape saat ini dinilai tidak sesuai dengan Undang-Undang.

Saat ini pengakuan pemerintah terhadap jenis rokok vape tertuang dalam PMK No.198/PMK.010/2020.

Bentuk pengakuan lainnya terdapat dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang beberapa bulan lalu telah disahkan DPR RI bersama pemerintah melalui menteri keuangan.

Pengakuan pemerintah lewat PMK dan UU HPP tersebut terhadap produk jenis vape mendapatkan apresiasi dari  para pelaku industri atau produsen HPTL khususnya vape.

Yudhistira berharap, setelah pemerintah mengakui adanya produk HPTL jenis vape, lewat PMK dan produk UU, pemerintah juga dapat memberikan pengaturan cukai yang berimbang dan adil terhadap HPTL jenis vape closed system.

Vape closed system juga dapat bersaing dengan produk produk tembakau lainnya di pasaran tanpa harus dibebani dengan pajak atau cukai yang jauh lebih tinggi dibandingkan produk vape lainnya.

“Tarif cukai yang terlalu tinggi untuk Sistem Tertutup telah menyebabkan peningkatan aktivitas perdagangan gelap produk sistem tertutup. Hal ini berimplikasi pada hilangnya pendapatan negara, produk yang tidak diatur di pasar, gangguan harga pasar untuk industri, serta potensi risiko kesehatan yang signifikan bagi pengguna,” kata Yudhistira.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler