jpnn.com, JAKARTA - Sejumlah kalangan menyatakan kenaikan cukai rokok 2022 yang ideal adalah di bawah 10 persen.
Terkait hal itu, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menuturkan kondisi pandemi COVID-19, yang belum stabil dan masih membebani daya beli masyarakat berpotensi menekan produksi.
BACA JUGA: Hotman Paris: Surat Gugatan Masuk, Sudah Perang Mereka, Padahal Harta Seberapa, sih
“Kenaikan (cukai rokok) 9%-10% cukup moderat, bahkan bisa lebih rendah,” ujar Tauhid.
Menurut Tauhid, angka tersebut telah mencakup asumsi pertumbuhan ekonomi dan inflasi tahun depan.
BACA JUGA: Raih SPPT SNI dari BSN, Mitra Binaan Pupuk Kaltim Siap Tembus Pasar Global
Pemerintah telah menetapkan target pertumbuhan ekonomi 2022 sebesar 5,2%-5,8% dengan inflasi tahunan sebesar 3%.
Situasi ini semakin diperkuat oleh data yang memperlihatkan bahwa tingkat prevalensi rokok juga berada dalam tren penurunan.
BACA JUGA: Bea Cukai dan Pemda Perkuat Sinergi untuk Tekan Peredaran Rokok Ilegal
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menyatakan cukai rokok sudah mengalami kenaikan signifikan dalam rentang 2017-2019.
“Kalau dari sisi industri, kami khawatir muncul rokok-rokok ilegal karena cukai yang cukup tinggi. Otoritas fiskal perlu melihat juga keseimbangan industri dari sisi risiko munculnya rokok ilegal,” kata Hariyadi.
Sejatinya, sambung Hariyadi, situasi yang belum kondusif seperti saat ini menjadi pertimbangan Pemerintah untuk tidak gegabah dalam mengambil keputusan.
Terpisah, Ekonom UI Eugenia Mardanugraha mengungkapkan, di masa pandemi ini negara memang membutuhkan penerimaan untuk mendukung berbagai program pemulihan ekonomi nasional.
Namun, pemerintah semestinya jangan fokus pada penerimaan saja, karena kenaikan cukai berapapun besarannya tidak akan membantu untuk menutupi defisit akibat resesi ekonomi yang sebabkan pandemi.
“Fokusnya jangan pada kenaikan cukai. Kenaikan cukai rokok seharusnya tidak hanya soal penerimaan saja, tapi utamanya soal implikasi pada pekerja dan petani harus diperhatikan,” seru Eugenia.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy