Rehabilitasi Hutan dan Lahan 2019: Menanam & Membangun Hutan

Kamis, 02 Agustus 2018 – 08:38 WIB
Workshop masyarakat konservasi tanah dan air Indonesia di Bogor. Foto: KLHK

jpnn.com, BOGOR - Dalam rangka mendukung keberhasilan penanaman, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) akan menerapkan langkah-langkah korektif (corrective actions) pada kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) di tahun 2019.

Hal ini disampaikan oleh Direktur Konservasi Tanah dan Air, Muhammad Firman, saat mewakili Direktur Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (PDASHL), membuka Workshop Masyarakat Konservasi Tanah dan Air Indonesia (MKTI), di Bogor, Rabu (1/8).

BACA JUGA: Instrumen Berbasis Pasar untuk Mitigasi Sektor Energi

"KLHK melalui Ditjen PDASHL telah menyusun operasionalisasi corrective actions, yang merupakan arahan Presiden dan Menteri LHK. Aksi disini bukan hanya untuk menanam, tetapi juga membangun hutan," tutur Firman.

Dia mengatakan, pada tahun 2019, KLHK memiliki target RHL sebesar 230.000 Ha, dan sasaran RHL difokuskan pada lahan kritis dalam kawasan hutan, di 65 Daerah Tangkapan Air (DTA) Waduk/Bendungan, 15 DAS Prioritas dan 15 Danau prioritas, serta daerah rawan bencana.

BACA JUGA: Masyarakat Adat Turut Kelola Sumber Daya Alam di TN Wasur

"Dua kebijakan utama dalam corrective actions dimaksud adalah, lokasi RHL harus berada di dalam kawasan hutan, dimana terdapat pengelola hutan atau pemangku hutan, serta tidak adanya pembatasan jenis tanaman RHL, yang disesuaikan dengan kondisi lahan dan keinginan masyarakat," kata Firman.

Dia menambahkan, pengelolaan kawasan hutan yang dimaksud bukan merupakan wilayah konsesi, akan tetapi merupakan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), kawasan konservasi, dan lokasi Perhutanan Sosial.

BACA JUGA: KLHK: Seluruh Pendaki TN Gunung Rinjani Berhasil Dievakuasi

Sementara keberadaan pemangku kawasan dipandang Firman sangat penting, untuk mendukung optimalisasi pemantauan dan pemeliharaan penanaman. Pelibatan masyarakat dalam pemilihan jenis tanaman tanaman keras, maupun tanaman MPTS/HHBK, dimaksudkan agar pelaksanaan RHL berhasil.

"Pemilihan jenis tanaman ini merupakan implementasi perencanaan partisipatif, sehingga masyarakat diakomodir kebutuhannya, dan bersemangat untuk melakukan inovasi dalam penanaman," lanjut Firman.

Dengan kemampuan rata-rata RHL melalui dana APBN sebesar 200.000 Ha per tahun, sedangkan target RHL per tahun adalah sebesar 1,1 juta, diakui Firman, memerlukan dukungan dari seluruh pihak, baik masyarakat, pemerintah daerah, maupun pihak swasta. "Masyarakat harus dipandang sebagai aset sosial bukan sebagai perambah sehingga harus didayagunakan. RHL dirancang tidak hanya untuk tujuan ekologis tapi juga untuk tujuan ekonomi yang dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, yaitu dengan pemanfaatan HHBK baik melalui skema perhutanan sosial maupun kemitraan," tutur Firman.

Masyarakat Konservasi Tanah dan Air (MKTI) merupakan organisasi profesi yang didirikan sejak 4 November 1998, sebagai wadah untuk menggalang perhatian, minat dan daya upaya anggota masyarakat dari berbagai lingkungan, bidang profesi dan tingkat keahlian, yang berkenaan dengan konservasi tanah dan air.

Mengusung tema "Menyongsong Keberhasilan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Tahun 2019", Workshop MKTI dilaksanakan oleh Balai PDASHL Citarum Ciliwung, dan dihadiri oleh kurang lebih 150 peserta, yang terdiri dari perwakilan Kementerian/lembaga, jajaran KLHK, pengurus MKTI, Kodam III Siliwangi, Kepala UPT Ditjen PDASHL seluruh Indonesia, instansi pemerintah daerah, dan akademisi.

"Melalui workshop ini, diharapkan akan diperoleh strategi-strategi prakondisi di lapangan, yang dapat mendukung keberhasilan dalam membangun hutan berbasis masyarakat," tutur Djonli, Kepala Balai PDAS HL Citarum-Ciliwung. (adv/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... 1.090 Pendaki Gunung Rinjani Berhasil Dievakuasi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
Menteri Siti   KLHK  

Terpopuler