SURABAYA - Pekerja sektor informal belum mendapatkan perhatian untuk pembiayaan rumah. Ini yang membuat mereka tidak bisa menikmati papan layak. Kalangan pengembang yang tergabung dalam Persatuan Perusahaan Real Estat Indonesia (REI) siap mendorong program pengembangan dan pembiayaan rumah bagi para pekerja sektor informal.
Ketua DPP REI Setyo Maharso mengatakan, saat ini pihaknya memang tengah merancang skema pembiayaan pemilikan rumah bagi pekerja di sektor informal, seperti pedagang, nelayan, dan sebagainya. Mereka pun siap untuk menyediakan waktu, resources, asuransi dan sebagainya demi terwujudkan program ini.
"REI siap untuk membackup buyback guarantee rumah jika, debitur gagal bayar untuk jangka waktu tertentu," katanya di sela pembukaan Rakerda REI Jatim akhir pekan lalu.
Menurut dia penyaluran KPR bagi masyarakat tidak berpenghasilan tetap atau di sektor informal masih minim. Padahal, sambungnya, penghasilan rata-rata per bulan tukang ojek seringkali, lebih besar dibanding pertugas kebersihan di perkantoran.
"Masalahnya tidak ada yang memayungi pekerja informal. Sebetulnya, sektor informal mampu. Memang jika untuk membayar bulanan mereka agak berat, tapi kalau harus membayar harian baru bisa," ujarnya.
Konsep KPR untuk pekerja di sektor informal telah diterapkan di Sumatera Selatan. Pendukungnya adalah Bank BPD Sumsel. Pihaknya pun optimistis konsep serupa bisa dijalankan secara nasional.
Setyo menyebut Bank BTN telah menyanggupi untuk skema KPR bagi pekerja informal. Diperkirakan dalam waktu dekat BNI juga melakukan hal yang sama.
"Memang butuh effort untuk program ini dari semua pihak, baik pemerintah maupun perbankan. Misalnya bagaimana teknis di lapangan untuk penarikan angsuran. Karena ini berbeda dengan KPR biasanya, seperti ada petugas yang narik ke pasar," jelasnya.
Untuk KPR, Setyo meminta perbankan tidak serta merta menaikkan suku bunga hanya karena BI Rate naik. Pihak perbankan diharapkan bisa bersikap bijak untuk tetap mendukung program memenuhi kebutuhaan perumahan rakyat dengan menjaga rate.
"BI Rate naik, tapi itu bukan berarti bunga KPR naik. BI rate dan bunga KPR itu tidak harus sama, tidak ada hubungannya. Toh di saat BI rate turun, suku bunga KPR tidak ikut turun, masak kalau BI rate naik bunga kredit langsung naik? Perbankan harusnya fair," ujarnya
Ketua DPD REI Jatim, Erlangga Satriagung menambahkan, pihaknya sangat mendukung upaya REI bersama perbankan dalam penyaluran KPR bagi sektor informal. Sebab, dia pekerja sektor informal sangat mendominasi hampir 66 persen.
"Mereka takut tak bisa membeli rumah karena selalu terbentur peraturan yang ada. Dengan kerja sama antara REI dan BTN, ini menjadi peluang bagi pekerja sektor informal untuk bisa memiliki rumah layak huni," katanya. (dio)
Ketua DPP REI Setyo Maharso mengatakan, saat ini pihaknya memang tengah merancang skema pembiayaan pemilikan rumah bagi pekerja di sektor informal, seperti pedagang, nelayan, dan sebagainya. Mereka pun siap untuk menyediakan waktu, resources, asuransi dan sebagainya demi terwujudkan program ini.
"REI siap untuk membackup buyback guarantee rumah jika, debitur gagal bayar untuk jangka waktu tertentu," katanya di sela pembukaan Rakerda REI Jatim akhir pekan lalu.
Menurut dia penyaluran KPR bagi masyarakat tidak berpenghasilan tetap atau di sektor informal masih minim. Padahal, sambungnya, penghasilan rata-rata per bulan tukang ojek seringkali, lebih besar dibanding pertugas kebersihan di perkantoran.
"Masalahnya tidak ada yang memayungi pekerja informal. Sebetulnya, sektor informal mampu. Memang jika untuk membayar bulanan mereka agak berat, tapi kalau harus membayar harian baru bisa," ujarnya.
Konsep KPR untuk pekerja di sektor informal telah diterapkan di Sumatera Selatan. Pendukungnya adalah Bank BPD Sumsel. Pihaknya pun optimistis konsep serupa bisa dijalankan secara nasional.
Setyo menyebut Bank BTN telah menyanggupi untuk skema KPR bagi pekerja informal. Diperkirakan dalam waktu dekat BNI juga melakukan hal yang sama.
"Memang butuh effort untuk program ini dari semua pihak, baik pemerintah maupun perbankan. Misalnya bagaimana teknis di lapangan untuk penarikan angsuran. Karena ini berbeda dengan KPR biasanya, seperti ada petugas yang narik ke pasar," jelasnya.
Untuk KPR, Setyo meminta perbankan tidak serta merta menaikkan suku bunga hanya karena BI Rate naik. Pihak perbankan diharapkan bisa bersikap bijak untuk tetap mendukung program memenuhi kebutuhaan perumahan rakyat dengan menjaga rate.
"BI Rate naik, tapi itu bukan berarti bunga KPR naik. BI rate dan bunga KPR itu tidak harus sama, tidak ada hubungannya. Toh di saat BI rate turun, suku bunga KPR tidak ikut turun, masak kalau BI rate naik bunga kredit langsung naik? Perbankan harusnya fair," ujarnya
Ketua DPD REI Jatim, Erlangga Satriagung menambahkan, pihaknya sangat mendukung upaya REI bersama perbankan dalam penyaluran KPR bagi sektor informal. Sebab, dia pekerja sektor informal sangat mendominasi hampir 66 persen.
"Mereka takut tak bisa membeli rumah karena selalu terbentur peraturan yang ada. Dengan kerja sama antara REI dan BTN, ini menjadi peluang bagi pekerja sektor informal untuk bisa memiliki rumah layak huni," katanya. (dio)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Setuju Harga BBM Naik tapi Tolak BLSM
Redaktur : Tim Redaksi