JAKARTA - Sejarahwan dari Universitas Indonesia (UI), Asvi Warman Adam mengatakan kekerasan yang dilakukan Orde Baru terhadap masyarakat tanah Papua sudah saatnya untuk diselesaikan. Satu-satunya cara menyelesaikannya hanya dengan jalan dialog.
"Rekonsiliasi. Itulah satu-satunya cara untuk menyelesaikan konflik yang hingga kini masih terjadi di tanah Papua," kata Asvi Warman Adam dalam diskusi Pilar Negara, bertema 'Kekerasan Papua dan Upaya Penyelesaiannya', di gedung Perpustakaan MPR, komplek Parlemen, Senayan Jakarta, Senin (4/3).
Sikap mendiamkan atau mengulur-ulur rekonsiliasi dengan cara memberi janji-janji menurut Asvi, itu tidak akan pernah memperbaiki keadaan secara menyeluruh. Demikian juga pengucuran dana otonomi khusus yang semula diyakini bisa merubah masyarakat Papua ke arah yang lebih baik, ternyata juga tidak melihatkan tanda-tanda tersebut.
"Puluhan triliun uang dialirkan ke Papua ke Papua setiap tahunnya. Hasilnya hingga kini tidak kelihatan sementara kucuran dana Otsus tersebut dari 25 tahun yang dijanjikan sudah berlangsung selama 15 tahun dan hanya tinggal waktu 10 tahun daerah tersebut dapat dana otsus. Saya juga pesimis uang yang banyak bisa memperbaiki Papua," ungkapnya.
Lebih lanjut Asvi juga menjelaskan bahwa dalam perjalanan sejarah Indonesia, tanah Papua bukanlah kawasan baru bagi Indonesia karena tanah Papua merupakan tempat perenungan para pejuang kemerdekaan bangsa yang di buang ke Buven Digoel.
"Setiap para pejuang bangsa yang ke luar dari Boven Digoel setelah menjalani masa pengasingannya, justru semakin memperkuat rasa kebangsaan dan nasionalisme mereka untuk merebut kemerdekaan dari penjajah," kata Asvi Warman Adam.
Di tempat yang sama, anggota DPD asal Papua, Wahidin Ismail mengingatkan pemerintah tidak perlu lagi melakukan pendekatan terhadap Papua dengan aspek keamanan.
"MPR, DPR serta DPD mestinya memberikan tekanan politik terhadap pemerintah untuk sesegera mungkin menghentikan pendekatan keamanan terhadap Papua," saran Wakil Ketua Tim Sosialisasi 4 Pilar MPR itu.
Selain itu, Wahidin juga menyinggung sejumlah isu yang akhir-akhir ini juga berpotensi sebagai sumber konflik antara lain masalah pemekaran, pemilukada, isu putra asli, peranakan Papua dan keturunan Papua. (fas/jpnn)
"Rekonsiliasi. Itulah satu-satunya cara untuk menyelesaikan konflik yang hingga kini masih terjadi di tanah Papua," kata Asvi Warman Adam dalam diskusi Pilar Negara, bertema 'Kekerasan Papua dan Upaya Penyelesaiannya', di gedung Perpustakaan MPR, komplek Parlemen, Senayan Jakarta, Senin (4/3).
Sikap mendiamkan atau mengulur-ulur rekonsiliasi dengan cara memberi janji-janji menurut Asvi, itu tidak akan pernah memperbaiki keadaan secara menyeluruh. Demikian juga pengucuran dana otonomi khusus yang semula diyakini bisa merubah masyarakat Papua ke arah yang lebih baik, ternyata juga tidak melihatkan tanda-tanda tersebut.
"Puluhan triliun uang dialirkan ke Papua ke Papua setiap tahunnya. Hasilnya hingga kini tidak kelihatan sementara kucuran dana Otsus tersebut dari 25 tahun yang dijanjikan sudah berlangsung selama 15 tahun dan hanya tinggal waktu 10 tahun daerah tersebut dapat dana otsus. Saya juga pesimis uang yang banyak bisa memperbaiki Papua," ungkapnya.
Lebih lanjut Asvi juga menjelaskan bahwa dalam perjalanan sejarah Indonesia, tanah Papua bukanlah kawasan baru bagi Indonesia karena tanah Papua merupakan tempat perenungan para pejuang kemerdekaan bangsa yang di buang ke Buven Digoel.
"Setiap para pejuang bangsa yang ke luar dari Boven Digoel setelah menjalani masa pengasingannya, justru semakin memperkuat rasa kebangsaan dan nasionalisme mereka untuk merebut kemerdekaan dari penjajah," kata Asvi Warman Adam.
Di tempat yang sama, anggota DPD asal Papua, Wahidin Ismail mengingatkan pemerintah tidak perlu lagi melakukan pendekatan terhadap Papua dengan aspek keamanan.
"MPR, DPR serta DPD mestinya memberikan tekanan politik terhadap pemerintah untuk sesegera mungkin menghentikan pendekatan keamanan terhadap Papua," saran Wakil Ketua Tim Sosialisasi 4 Pilar MPR itu.
Selain itu, Wahidin juga menyinggung sejumlah isu yang akhir-akhir ini juga berpotensi sebagai sumber konflik antara lain masalah pemekaran, pemilukada, isu putra asli, peranakan Papua dan keturunan Papua. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jenazah TKI Sumbar Telantar di Malaysia
Redaktur : Tim Redaksi