Rektor UI Siap Diperiksa KPK

Bantah Lalai dalam Kelola Aset

Minggu, 22 Januari 2012 – 07:17 WIB

DEPOK- Kisruh pengelolaan keuangan kampus yang berpotensi merugikan negara hingga Rp 42 miliar membuat Universitas Indonesia kembali menjadi sorotan. Atas hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tersebut, Rektor Universitas Indonesia (UI) Gumilar Rusliwa Soemantri menyatakan akan segera mempelajari hasil audit tersebut.

Rusliwa pun mengaku siap menjalankan rekomendasi dari BPK tersebut. "Pertama kita akan pelajari apa temuan itu, karena kita baru terima salinannya Jumat pagi (20/1). Kedua, kita punya waktu 60 hari untuk memberikan klarifikasi sehingga bisa mendapatkan informasi yang seimbang. Rekomendasinya akan kita tindak lanjuti," jelas Gumilar di Auditorium Perpustakaan Terapung, Universitas Indonesia, Depok, kemarin (21/1).

Gumilar menyatakan, audit BPK terkait pengelolaan keuangan tidak hanya dilakukan pada UI, melainkan pada sejumlah Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang lain. Dia pun menekankan pihaknya tidak pernah berniat menyalahi aturan pengelolaan keuangan di PTN pimpinannya tersebut.

"Tidak ada niatan atau upaya untuk melakukan hal-hal yang mengindikasikan perbuatan yang bertentangan dengan hukum," katanya.

Dia melanjutkan, pihaknya pun telah melakukan audit internal. Bahkan dalam setahun pada 2011, telah dilakukan empat kali audit internal. Audit tersebut dilakukan oleh badan audit internal UI, Irjen Kemendiknas, dan BPK.

Soal aset berupa Asrama PGT (Pegangsaan Timur) yang merupakan pos yang berpotensi merugikan negara paling besar, Gumilar menyangkal. Dia menyanggah bahwa terjadi kelalaian dalam pengelolaan aset yang berada di kawasan Cikini, Jakarta Pusat itu.

Menurut dia, proyek pembangunan asrama tersebut merupakan warisan dari pendahulunya. Dalam proyek tersebut, ada kesepakatan antara UI dan pihak swasta untuk membantu membangun asrama tersebut. Proyek yang dimulai sejak tahun 1992 itu sempat terbengkalai saat terjadi krisis moneter pada tahun 1997-1998. Selama 15 tahun, lahan seluas 23.583 meter persegi menganggur.

"Ada kemacetan dalam pembangunan karena sempat terjadi krisis tahun 1997-1998. Selama 15 tahun terbengkalai, lahan itu idle (menganggur)," jelasnya.

Namun, lanjut dia, pihak swasta tersebut sudah membantu UI dengan membangun asrama di area kampus."Selain itu, pihak swasta tersebut juga perusahaan juga membantu dalam pengurusan sertifikat."Jadi perusahaan (pihak swasta) itu sudah bantu kita," jelasnya.

Selain urusan akad sewa tanah tersebut, BPK juga menyoroti potensi kerugian negara yang muncul dari pembangunan Rumah Sakit Pendidikan (RSP) UI. Berdasarkan keterangan BPK, terjadi kesalahan manajemen dalam pembangunan rumah sakit tersebut.

Ketika ditanya soal itu, Gumilar mengatakan terjadi keterlambatan penyelesaian pembangunan RSP tersebut karena adanya merger antar agensi pemberian pinjaman dari Jepang. Akibatnya, pembangunan terhenti selama tujuh bulan. Atas keterlambatan tersebut, Mantan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UI itu telah berupaya mempercepat penyelesaian pembangunan tersebut. "Dari yang awalnya 2018 rampung, setelah direview lagi diharapkan pada 2014 sudah selesai," katanya.

Soal besarnya perjanjian hutang (loan agreement), Gumilar menekankan bahwa yang menentukan jumlahnya bukan UI. Melainkan pihak Bappenas dan yang mendatangani adalah Mantan Menkeu Sri Mulyani. "Kalau ada yang bilang loan agreement terlalu besar jumlahnya, itu bukan UI yang tentukan, tanyakan Bappenas. Yang menandatangani bukan UI tapi Sri Mulyani," tegasnya.

Berdasarkan data BPK, akibat dari keterlambatan tersebut menemukan data bahwa negara telah dirugikan sebesar 38.508.859 Yen atau sekitar Rp 3,8 miliar. Duit besar ini harus dibayarkan segai denda komitemen kerjasama pembangunan RSP UI.

Ketika ditanya apakah dirinya siap diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait proyek bermasalah tersebut, Gumilar mengaku siap. "Tapi itu terlalu dini kalau berbicara itu (diperiksa KPK). Tapi kalau memang mau diperiksa ya kita siap karena semua pihak harus menegakkan dan menghormati hukum," imbuh dia.

Terpisah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan akan mendalami laporan indikasi penyelewengan seperti yang diungkap dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Juru bicara KPK Johan Budi mengatakan bahwa pihaknya sudah mengantongi data-data dan laporan adanya dugaan pelanggaran di kampus yang khas dengan jas kuning itu. "Ya, kami sudah menerima laporan dan data itu sejak beberapa waktu lalu," kata Johan.

Namun, meski begitu Johan menerangkan bahwa pihaknya tidak akan tergesa-tesa untuk memanggil beberapa pihak untuk dimintai keterangan. Namun yang jelas, kata dia KPK akan tetap menelusurinya.

Sementara itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tetap menilai jika memang ada potensi kebocoran anggaran negara, tidak serta merta menjurus pada tindak pidana korupsi. "Bisa juga disebabkan karena masalah administrasi," ujar Dirjen Pendidikan Tinggi (Dikti) Djoko Santoso. Jika dugaan kebojoran anggaran negara ini karena persoalan administrasi, maka tidak perlu dibawa hingga ke KPK.

Tentang kerjasama pemanfaatan asset kampus dengan pihak ketiga, Djoko mengatakan bukan sebuah pelanggaran. Dalam beberapa kesempatan, Kemendikbud melansir banyak asset kampus yang disewakan untuk digunakan tempat usaha. Seperti toko dan SPBU (stasiun pengisian bahan bakar umum). Meski asset kampus boleh disewakan, Djoko mengatakan tetap ada aturannya. Hasil dari penyewaan kampus itu merupakan pemasukan negara bukan pajak (PNBP). Pemasukan ini tetap harus sepengatahuan negara, dalam hal ini Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Seperti diberitakan, anggota VI BPK Rizal Djalil telah menyampaikan hasil temuan kerugian negara di beberapa kampus negeri kepada Wakil Pimpinan DPR Bidang Kesra Taufik Kurniawan. Dalam laporan ini, Rizal khusus menyorot temuan kerugian negara di UI.

Dalam hasil audit itu, negara berpotensi mengalami kerugian negara sebesar Rp 41 miliar dari akad UI yang menyewakan tanah ke pihak swasta. Pihak BPK menilai harga sewa terlalu rendah. Yaitu Rp 50 juta perbulan untuk tanah seluas 23.583 meter persegi dengan durasi kontrak mulai 2012 hingga 2039. (ken/kuh/wan)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Seleksi CPNS Curang, Laporkan ke ICW


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler