Rem Blong Renggut 11 Nyawa, Siapa Saja Layak Dijerat?

Senin, 01 Mei 2017 – 06:53 WIB
Warga melihat bangkai bus yang jatuh di jurang, dalam kecelakaan yang terjadi di kawasan Puncak, Desa Ciloto Bogor, Minggu (30/4). Foto: Sofyansyah/Radar Bogor/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Kecelakaan maut di Jalan Raya Puncak Desa Ciloto, Cianjur, Jabar, Minggu (30/4) pagi menewaskan 11 orang, diduga kuat karena rem blong.

Polda Jawa Barat memastikan sedang menginvestigasi penyebab rem blong tersebut. Yang pasti, pemilik PO bus dan petugas KIR bisa dijerat hukum.

BACA JUGA: Tragedi Bus Rem Blong, Kesaksian Penumpang Selamat

Kabidhumas Polda Metro Jaya Kombespol Yusri Yunus menuturkan, tim investigasi kecelakaan lalu lintas Polda Jawa Barat sedang bekerja untuk mengetahui penyebab kecelakaan beruntun yang melibatkan delapan kendaraan tersebut.

”Hasil awal, diduga bus yang berangkat dari Kebayoran Lama itu remnya blong,” tuturnya.

BACA JUGA: Perusahaan Pemilik Bus Maut Bisa Dituntut

Penyebab rem blong itu yang sedang ditelisik. Soal kemungkinan penyebab rem blong cukup banyak, misalnya perawatan yang kurang, tidak mengikuti uji kir, pengawasan dengan uji kir yang tidak maksimal atau malah kir-nya palsu. ”Ini yang sedang dipastikan,” tuturnya.

Apakah pemilik bus bisa dijerat? Dia menuturkan bahwa sebenarnya pemilik bus bisa dijerat bila ada bukti mengarah ke sana.

BACA JUGA: Sopir Bus Maut di Puncak Ikut Tewas

Bila belajar dari kecelakaan bus minggu lalu, ditemukan adanya buku kir yang palsu. ”Bila kejadiannya seperti itu, maka pemilik bus bisa dijerat dengan hukuman tiga kali inkracht dari pengemudi,” jelasnya.

Namun, bila buku kirnya asli, maka akan dilihat lebih mendalam mengapa yang telah diuji kir itu bisa blong remnya.

Tidak menutup kemungkinan petugas yang melakukan uji kir untuk dijerat hukum, namun tentunya ada faktor-faktor yang harus mendukung.

”Kalau misalnya uji kir baik, tapi ternyata bus diotak-atik oleh pemilik, saat service dan sebagainya tentu berbeda,” jelasnya.

Dia berharap masyarakat bisa menunggu proses penyelidikan tersebut selesai. Bila semua sudah terungkap, maka siapapun yang bertanggung jawab pasti akan dijerat secara hukum.

”Kalau semua sudah diurai, tentu siapapun yang terlibat pasti diproses,” jelasnya.

Untuk mencegah terjadinya kecelakaan kembali, Yusri mengusulkan agar Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memperketat aturan uji kir selama enam bulan sekali.

”Sehingga, pemilik bus, pengemudi dan lainnya lebih taat dalam melakukan uji kir,” ujarnya.

Merespon situasi ini, Direktur Angkutan dan Multimoda Ditjen Perhubungan Darat langsung diterjunkan menuju lokasi. Saat ini, koordinasi dengan pihak berwajib tengah berlangsung.

”Koordinasi untuk penyidikan dan penyelidikan terkait penyebab kecelakaan tersebut,” ujar Kepala Pusat Informasi Publik Kemenhub J. A Barata.

Kemenhub juga tak akan segan-segan memberikan sanksi tegas pada pihak-pihak yang bersalah. Apalah itu oknum tertentu atau pihak perusahaan bus.

”Bila memang secara nyata telibat pelanggaran pidana dalam kecelakaan-kecelakaan ini, maka akan diberikan sanksi yang setimpal karena abai,” ungkapnya.

Menurutnya, Kemenhub telah menugaskan Ditjen Perhubungan Darat untuk melaksanakan dan mengkoordinasi Dinas Perhubungan melakukakan pemeriksaan terhadap angkutan bus.

Pemeriksaan ini harus secara menyeluruh bukan random check. ”Pembinaan perusahaan angkutan umum akan terus dilakukan agar sistem manajemen keselamatan transportasi dijalankan dengan baik,” ungkapnya.

Terulangnya kecelakaan maut oleh bus pariwisata ini menjadi alarm bahaya bagi pemerintah untuk segera berbenah.

Pengamat Transportasi Djoko Setiawarno menilai, pengawasan di lapangan masih lemah. Misalnya, pengawasan terhadap beberapa kecurangan pengusaha bus pariwisata yang menggunakan bus reguler untuk bus pariwisata.

Bus hanya diubah casing agar tampak seperti baru. Sementara, kondisi di dalamnya masih tidak berubah.

”Pemerintah perlu melakukan tindakan sweping ke beberapa operator bus pariwisata yang dicurigai bermasalah. Jika ketahuan melanggar, bisa ditutup ijin usahanya. Jika tidak berijin, bisa dilanjutkan pelanggaran terhadap tindakan usaha angkutan umum ilegal,” tuturnya.

Dia menilai, selama ini UU lalu lintas dan angkutan jalan cenderung menyalahkan pengemudi bila terjadi kecelakaan.

Padahal, pemerintah daerah juga memiliki tanggung jawab terkait pengawasan yang dilakukan. ”Operator bus dan uji KIR oleh pemda ini kan juga terkait. Harus jadi perhatian juga,” katanya.

Terkait kecelakaan yang terjadi kemarin, Djoko mendesak pemerintah untuk memberi sanksi tegas. Mulai dari larangan beroperasi dalam rentang waktu tertentu hingga mencabut ijin usahanya. Sehingga, bisa memberi efek jera.

”Hal yang sama juga diberikan pada petugas kir yang meloloskan uji kir yang kemungkinan tidak layak,” tegasnya.

Dia turut mengimbau masyarakat agar lebih cerdas dalam memilih angkutan. Jangan terjerat oleh tawaran sewa bus pariwisata murah namun mengabaikan keselamatan.

”Mintalah fotocopy STNK, uji kir, SIM pengemudi dan ijin usaha transportasinya untuk memastikan mereka memenuhi aturan,” ungkapnya.

Sementara itu, Ketua Presidium Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Prof Agus Taufik Mulyono menuturkan kecelakaan di kawasan tanjakan atau turunan itu setidaknya terjadi karena dua hal. Selain karena kondisi kendaraan yang kurang prima, juga dipicu kondisi jalan yang tidak layak.

”Geometrik jalan yang tidak standart itu bisa mempercepat kerusakan kendaraan. Rem jadi cepat blong apalagi kalau jalanya menurun dan menikung tajam,” ujar dia kemarin (30/4). Selain itu, kelengkapan rambu lalu lintas di sekitar jalan yang berbahaya juga harus lebih lengkap.

Taufik mengungkapkan sudah berulangkali mengkritik soal jalan yang kurang layak itu. Salah satu penyebabnya ketidaktegasan aparat di daerah dalam pengaturan tata ruang jalan.

Ada banyak bangunan di kanan dan kiri jalan yang terlalu dekat. ”Sehingga ketika perlu pelebaran susah dilakukan. Pemda tidak tegas mengawasi,” tambah dia.

Guru besar bidang Teknik Transportasi Universitas Gadjah Mada itu menuturkan masalah mendasar dalam sistem transportasi publik di Indonesia adalah soal pengawasan dan evaluasi. Lantaran sudah banyak aturan tentang keselamatan di jalan. Termasuk kendaraan harus uji kir dan tidak boleh jalan bila kondisi kendaraan tidak prima.

”Kalau ngomong aturan itu tidak kurang-kurang. Yang kurang itu evaluasi dan monitoringnya. Karena perlu keberanian dan komitmen untuk menjalankannya,” tegas dia. (idr/mia/jun)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kemenhub Siapkan Sanksi untuk Perusahaan Bus Pariwisata Maut


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler