"Saya kira rasa keadilan akan sangat terganggu kalau pelaku tindak pidana tertentu seperti narkoba, teroris, dan korupsi disamakan dengan pelaku tindak pidana biasa," kata Menkumham Amir Syamsuddin di kediamannya.
Pengetatan remisi diakuinya merupakan masukan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Komisi itu menilai putusan hakim terhadap koruptor selama ini terlalu ringan dan ketika menjalani masa hukuman, koruptor kerap mendapat remisi.
Meski demikian, Amir menjamin pengetatan itu tidak akan mencederai rasa keadilan. Sebab, narapidana kasus korupsi, kasus narkotika dan kasus terorisme tetap akan mendapatkan hak remisi bila berkelakuan baik selama menjalani hukuman.
"Kami akan berkoordinasi dengan pemangku kepentingan lain. Polisi dan kejaksaan pada prinsipnya setuju," tutur mantan advokat kondang ini.
Menkumham menyatakan, pengetatan remisi akan dilakukan melalui perubahan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas PP No 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan. "Yang jelas sangat akan berbeda dengan PP 28 Tahun 2006 yang ada sekarang ini. Sejarahnya kalau kita ingat, perubahan PP No 32 Tahun 1999 menjadi PP 28 Tahun 2006 itu sebenarnya sudah proses pengetatan remisi. Tetapi mungkin yang berlaku sekarang ini belum memuaskan rasa keadilan masyarakat," terangnya.
Petinggi Partai Demokrat ini optimistis perubahan ketentuan tentang remisi akan disetujui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Sebab, Presiden kerap meminta agar tidak ada kesan pemerintah mengobral remisi terhadap pelaku tindak pidana tertentu.
"Presiden telah mengarahkan dari awal supaya ada pemberlakuan yang lebih ketat di dalam remisi terhadap pelaku pidana tertentu," paparnya. (ken/nw)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Perketat Rekrut Hakim Ad Hoc
Redaktur : Tim Redaksi