Rencana Bulog Salurkan Beras ke ASN Dinilai Berbahaya

Selasa, 07 Mei 2019 – 23:06 WIB
Beras. Ilustrasi Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Wacana kebijakan Bulog yang ingin memberikan tunjangan beras atau natura kepada ASN mendapat sorotan dari sejumlah kalangan.

Ini dilakukan lantaram stok beras di Gudang Bulog ada 2 juta ton dan penyalurannya tak lancar ke pasar.

BACA JUGA: Bagaimana Cara Agar Serapan Bulog Bisa Lebih Baik?

Pemerintah diingatkan untuk tidak menjadikan ASN sebagai kelinci percobaan atas ketidakmampuan Bulog menjalankan tugasnya.

BACA JUGA : Bagaimana Cara Agar Serapan Bulog Bisa Lebih Baik

BACA JUGA: 800 Ton Beras di Gudang Bulog Batam Rusak Akibat tak Tersalurkan

Anggota Komisi IV Darori Wonodipuro mengingatkan, Bulog jangan memaksa orang makan beras berkutu. Biasanya, kata dia, Bulog itu berasnya bisa bertahan tiga sampai empat bulan.

Dia mengingatkan alasan kebijakan memberikan ASN uang tunai lebih baik, disebabkan karena beras dulu kualitasnya tak sesuai untuk dimakan.

BACA JUGA: Audit Bulog Disarankan untuk Ungkap Beras Busuk

"Ini kualitasnya sudah tidak bisa dimakan dan untuk habisin stok tidak benar," kata Darori saat dikonfirmasi, Selasa (7/5).

Dia menjelaskan, ada beberapa hal yang patut dihitung, sebelum kebijakan itu dilakukan. Di antanya transportasi dan penyimpanan beras.

BACA JUGA : Stok Bulog Aman untuk 7 Bulan, Semoga Harga Beras Tidak Naik

"Kalau 5 bulan, warnanya berubah dan tidak bagus. Sekarang beras yang mau dibagiin bagaimana kondisinya. Terus pegawai yang tinggal jauh seperti di Bogor, apa bisa bawa berasnya naik bis tidak mengganggu," kata dia.

Darori melanjutkan, pihaknya akan menanyakan kebijakan ini. Banyak aspek yang akan dibahas dengan pemerintah.

"Harus dipikirkan lah itu. Kami akan tanyakan dalam RDP dengan Bulog, kenapa begini. Kemudian apakah pemerintah sudah setuju dari mentri keuangan yang membayarkannya. Apakah Menkeu dan Bulog sudah sepakat," paparnya.

BACA JUGA : Beras Buruk di Bulog Harus Segera Dievaluasi

Sementara itu, peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Assyifa Szami Ilman mengatakan, rencana kebijakan untuk menyalurkan beras Bulog kepada para ASN, dibutuhkan pertimbangan yang matang.

Menurutnya, jangan sampai kebijakan itu nantinya justru memberikan dampak kepada lesunya perdagangan di pasaran, yang dapat menyebabkan menurunnya pendapatan para pedagang. Apalagi mengingat, jumlag ASN di Indonesia tidaklah sedikit.

"Misalkan nanti diberikan secara gratis kepada PNS, artinya jumlah permintaan beras di pasaran bisa menurun. Selain itu, biaya penyalurannya seperti apa, juga harus dipertimbangkan," ungkap Ilman.

Dia juga mengakui salah satu penyebab rendahnya serapan Bulog terhadap gabah kering panen (GKP) dari petani karena masalah penyaluran.

Angka penyerapan belum sesuai dengan apa yang telah ditargetkan.

"Mungkin bahasa kasarnya, Bulog agak ogah-ogahan. Dalam pengertian, kenapa serapannya belum banyak, karena Bulog juga bingung penyalurannya seperti apa. Apalagi penyaluran itu kan sebagai bentuk bagi Bulog untuk mendapatkan pendapatan," ujar Ilman.

Menurutnya, rendahnya serapan Bulog dari GKP petani lokal juga disebabkan karena rendahnya harga pokok penjualan (HPP). Para petani lebih memilih menjual gabah kepada para tenggkulak.

Untuk itu, usul dia, salah satu hal yang bisa dilakukan oleh pemerintah adalah dengan mengkaji ulang keberadaan HPP.

Diketahui, Menko Perekonomian tengah mencari cara yang terbaik agar stok beras impor yang saat ini tertahan di sejumlah gudang Perum Bulog dapat tersalurkan ke masyarakat.

Alasannya, apabila tidak segera disalurkan dan dikonsumsi oleh masyarakat, maka kualitas beras hasil impor tahun lalu tersebut akan semakin menurun.

Menko Perekonomian Darmin Nasution mengakui, saat ini Perum Bulog kesulitan menyalurkan beras lantaran tidak lagi memiliki saluran yang tepat, seperti sebelumnya yakni melalui Program Beras Sejahtera (Rastra). (tan/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Beras Buruk di Bulog Harus Segera Dievaluasi


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler