Rencana Impor Jagung Perlu Dipertanyakan

Selasa, 06 November 2018 – 23:18 WIB
Uchok Sky Khadafi. Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Rencana pemerintah melalui Perum Bulog mengimpor 100 ribu ton jagung hingga akhir 2018 perlu dipertanyakan. Keputusan impor diambil setelah rapat koordinasi terbatas Kementeri Koordinator Perekonomian, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Perum Bulog.

Direktur Centre For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi mengatakan, impor jagung tersebut membuktikan bahwa kondisi perjagungan tidak stabil. Rencana impor jagung itu, menurutnya, justru memperlihatkan buruknya manajemen data yang dimiliki pemerintah.

BACA JUGA: Indonesia Surplus Jagung 330 Ribu Ton dan Menyetop Impor

“Kemarin, mereka bilang kita surplus jagung, sekarang minta impor jagung. Artinya, kita memang kekurangan jagung,” kata Uchok saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (6/11).

Menurutnya, pemerintah seakan tak melihat dampak dari rencana tersebut. Impor jagung akan membuat para petani merugi. Selain itu, impor jagung juga ketidakberpihakan pemerintah kepada para petani.

BACA JUGA: Penjelasan Kementan Tetap Mengimpor Jagung

“Impor ini juga membuat hubungan yang tidak sehat di pemerintah,” jelasnya.

Uchok juga mendesak Presiden Jokowi menindak tegas semua pihak yang bermain dalam kebijakan ini. Sebab, hal itu berlawanan dengan pernyataan pemerintah yang mengaku surplus jagung.

BACA JUGA: Impor Jagung Dipastikan Tak Akan Ganggu Harga Petani

Uchok bahkan menegaskan, BPK harus untuk melakukan audit investigatif terhadap lembaga pemerintahan di bawah Jokowi. Sebab, dia menilai, banyak masalah kepada petani. “Sedangkan, apakah kami ada kekurangan jagung atau tidak, BPK tak akan sentuh ke sana,” kata Uchok.

Pengamat Fiskal dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Rony Bako mengungkapkan, outcome kinerja pertanian dapat dilihat dari beberapa indikator. Pertama mengenai kesejahteraan petani. Kedua mengenai kemampuan konsumen untuk membeli komoditas.

Terhadap hal ini, dia mencontohkan, Nilai Tukar Petani (NTP) petani pangan, khususnya padi, harusnya bertambah cukup banyak. Sementara itu, harga beras di tingkat konsumen juga harus terjaga.

“Mohon maaf nih, kita masih impor, padahal anggaran sudah banyak (keluar). Berarti tidak berhasil," jelas Rony.

Tak hanya beras, impor komoditas pangan juga sebenarnya terjadi di komoditas lainnya seperti jagung. Tingginya harga jagung di pasaran, membuat pemerintah terpaksa membuka impor jagung sebanyak 100 ribu ton. Padahal, produksi jagung dalam negeri surplus bahkan mengekspor komoditas ini. (tan/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Wow! Mentan Sebut Gubernur Sulsel Bung Karno Baru


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler