Dewan Energi Nasional (DEN) mengatakan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) akan dibangun di sejumlah kawasan di Indonesia dari Sumatra hingga Papua.Kepada ABC Indonesia DEN mengatakan ada 29 lokasi yang berpotensi jadi tempat dibangunnya PLTN.

Anggota DEN Agus Puji Prasetyono mengatakan pembangunan ini "tidak dapat dihindari" karena pemerintah perlu mengamankan sumber energi yang andal dan mengurangi emisi karbon.

BACA JUGA: Dunia Hari Ini: Dua Negara Bagian di Australia Berlakukan Larangan Menyalakan Api

"Jangan salah, pertumbuhan pembangunan PLTN ini juga banyak dilakukan oleh negara lain di Asia seperti misalnya Pakistan, Uni Emirat, dan Bangladesh," katanya kepada Natasya Salim dari ABC Indonesia.

"Masa kita ini masuk G20 dan hanya kita sendiri yang belum punya PLTN?"

BACA JUGA: Dunia Hari Ini: Harvey Moeis Divonis Enam Setengah Tahun Penjara

Indonesia sudah lama mempertimbangkan pembangkit tenaga nuklir, tapi proposal ini terasa semakin nyata dalam beberapa bulan terakhir, dengan adanya pembahasan dengan pemerintah dan perusahaan asing untuk mendapatkan teknologi dan infrastruktur yang dibutuhkan.

Agus mengatakan biaya untuk proposal PLTN di Indonesia belum ditentukan, tapi akan memerlukan campur tangan investor asing.

BACA JUGA: Australia Membutuhkan Pekerja Lepasan yang Cukup Banyak Menjelang Akhir Tahun

"Tidak cukup kita itu membangun PLTN dengan uang sendiri," katanya.

"Mungkin harus bekerja sama dan berkolaborasi dengan pihak-pihak lain yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia."

Ia menambahkan DEN yang merupakan bagian dari Kementerian Energi dan Sumber Mineral (ESDM) telah bertemu dengan banyak perusahaan yang berminat untuk berinvestasi, termasuk dari Tiongkok dan Rusia.

Saat ini pembangkut tenaga nuklir juga menjadi topik perdebatan di Australia setelah pihak Koalisi, yang saat ini menjadi oposisi pemerintah Australia, merilis biaya jika ingin merealisasikan rencana mereka.Tenaga nuklir dianggap berisiko

Pengumuman soal 29 lokasi yang berpotensi menjadi PLTN memicu pertanyaan dari kelompok pegiat lingkungan, khususnya karena Indonesia rentan terhadap bencana alam.

Sebagian besar wilayah Indonesia berada di Cincin Api Pasifik, tempat lempeng tektonik sering bertabrakan, yang bisa memicu gempa bumi serta bencana lainnya.

Tepat 20 tahun lalu, gempa bumi berkekuatan 9,1 skala Richter melanda provinsi Aceh di Indonesia dan memicu tsunami yang menewaskan sekitar 230.000 orang di Indonesia, Sri Lanka, India, Thailand, dan sembilan negara lainnya.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) di Kalimantan Barat mengatakan pemerintah perlu belajar dari bencana nuklir di masa lalu, termasuk yang disebabkan oleh gempa bumi dan tsunami di Fukushima, Jepang pada tahun 2011.

"Potensi kecelakaannya sangat besar karena faktor human error, teknologi, dan faktor alam," kata Adam, Direktur Eksekutif WALHI Kalimantan Barat.

"Pembangunan tapak PLTN sendiri memerlukan biaya yang sangat besar."

Agus dari DEN mengatakan studi kelayakan akan dilakukan di lokasi yang diusulkan untuk memastikan risiko bencana alam berada di titik terendah.

"Biasanya kalau menurut geologi itu 5 kilometer dari caesar itu sudah tidak ada pengaruh signifikan terhadap konstruksi," katanya.

Ia mengatakan PLTN yang akan dibangun ini juga akan menggunakan teknologi baru dengan sistem keselamatan yang lebih baik.

"Kita sekarang sudah masuk generasi tiga plus ... jenisnya boiled water reactor ...  kalau di sisi teknis berbeda dengan presurissed water reactor yang jauh lebih aman," ujarnya.Nuklir untuk pembangkit smelter

Menurut Asosiasi Nuklir Dunia, pembangkit listrik tenaga nuklir sudah beroperasi di 32 negara di seluruh dunia.

Pada pertemuan puncak G20 di bulan November, Presiden Indonesia Prabowo Subianto berjanji untuk menghentikan semua pembangkit listrik berbahan bakar batu bara dan fosil dalam 15 tahun ke depan untuk mencapai nol emisi pada tahun 2050.

Komitmen tersebut berarti tenaga nuklir kini menjadi hal yang tak terelakkan bagi Indonesia, menurut Agus, karena industri besar Indonesia seperti nikel bergantung pada sumber energi yang stabil.

Indonesia adalah penyuling nikel terbesar di dunia berkat investasi miliaran dolar yang sebagian besar berasal dari Tiongkok, dan industri tersebut menggunakan pembangkit listrik berbahan bakar batu bara.

"Sekarang karena batubara sudah dilarang tidak boleh lagi membangun pembangkit listrik tenaga batu bara maka ya terpaksa masuk nuklir," ujar Agus.

"Karena di luar batu bara, misalkan kita punya pembangkit listrik tenaga surya, terus kemudian angin, kemudian energi laut, ini semuanya intermiten."

"Energi intermiten itu artinya energi fluktuatif. Tidak bisa membangkitkan smelter."

Namun, ahli strategi senior dari Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) Grita Anindarini membantah penilaian ini.

"[Mengapa] gentinglah untuk kita mulai mengembangkan nuklir?," katanya kepada Tri Ardhya dari ABC Indonesia.

"Masih banyak dan masih berlimpah sekali sumber energi terbarukan kita yang underutilised [belum dimanfaatkan]."

Bulan lalu, Wakil Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Vivi Yulaswati mengatakan Indonesia sedang berunding dengan Amerika Serikat dan Rusia tentang teknologi untuk mengembangkan tenaga nuklir.

Secara terpisah, Perusahaan Listrik Negara (PLN) dilaporkan sudah menandatangani perjanjian dengan perusahaan-perusahaan di Amerika dan Jepang untuk membangun reaktor modular kecil.

Hal ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto awal bulan ini.

"Ini perlu juga untuk dilihat, untuk menambah daya dukung industri energi kita," ujar Airlangga, dikutip kompas.com.

Rincian perjanjian tersebut masih belum banyak diketahui dan PLN belum berkomentar ketika dihubungi oleh ABC Indonesia.

Reaktor modular kecil memiliki kapasitas hingga 300 megawatt per unit, sekitar sepertiga dari pembangkit listrik tradisional.

Saat ini, belum ada satu pun reaktor modular kecil yang beroperasi secara komersial di negara mana pun yang tergabung dalam Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD).

Di Australia Barat, kota Collie menjadi sorotan karena pihak oposisi pemerintah Australia ingin mengubah lokasi salah satu stasiun pembangkit listrik tenaga batu bara menjadi reaktor modular kecil.

Pemerintah Australia Barat sedang dalam proses mengubah kota tersebut  untuk beralih dari pembangkit listrik tenaga batu bara pada tahun 2030.

Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Indonesia mengoperasikan tiga reaktor nuklir hanya untuk penelitian, di Bandung, Yogyakarta, dan Serpong.

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sebuah Gelombang Besar yang Menerjang Asia

Berita Terkait