jpnn.com, JAKARTA - Ketua Umum Indonesian Natural Gas Trader Association (INGTA) Sabrun Jamil menilai rencana pemerintah, khususnya Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Kementrian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menyamakan harga jual gas ke seluruh Indonesia, kurang tepat.
Pasalnya, di seluruh dunia, harga jual gas tidak bisa disamakan.
BACA JUGA: Berharap Pemerintah Keluarkan Harga Jual Gas yang Lebih Adil
“Tujuan pemerintah menyamakan harga jual gas di seluruh Indonesia, baik. Agar disparitas harga di seluruh Indonesia tidak terlalu besar. Akan tetapi hal itu tidak tepat. Siapa yang akan menanggung selisih biaya dari satu tempat ke tempat yang lain? Bila ini tetap dibiarkan, maka akan membuat bisnis dan investasi di sektor infrastruktur dan distribusi gas akan sepi,” kata Sabrun.
Sabrun lantas memaparkan, harga jual gas di Eropa sekitar 4-5 USD/ mmbtu, jauh lebih rendah dibandingkan harga jual gas di Korea Selatan dan Jepang yang berada di kisaran 8 – 10 USD/ mmbtu.
BACA JUGA: DEN Dukung Pemerintah Persingkat Proses Bisnis Gas
Hal ini karena, kebutuhan gas negara-negara Eropa dilayani oleh perusahaan gas dari negara Rusia yang pengirimannya menggunakan pipa jalur darat dengan jarak yang tidak terlalu jauh.
Sedangkan kebutuhan gas Korea Selatan dan Jepang dikirim dari berbagai negara dengan menggunakan shipping atau kapal laut yang dilengkapi teknologi dan peralatan khusus untuk distribusi atau pengiriman gas.
BACA JUGA: DPR Sebut Importasi Gas Sangat Aneh
Menurutnya, selama ini ada kesalahan yang fundamental dalam cara berpikir mengenai penyamaan harga gas. Hal ini Karena banyak yang salah dalam membicarakan bahan bakar minyak (BBM) dan gas.
Masyarakat, khususnya kalangan industri pemakaian gas berpikir bahwa BBM dan BBG atau gas sama dalam pengolahan dan cara pendistribusiannya.
Padahal secara prinsip pengolahan baik produksi, maupun distribusi gas dengan BBM Jauh berbeda. Pengembangan sumber BBM bisa dilakukan kapan saja. Sementara sumber gas hanya bisa dikembangkan setelah ada kepastian pembeli.
BBM bisa tetap diproduksi tanpa harus ada kepastian pasar, sedangkan gas baru bisa diproduksi setelah ada kepastian pembeli, juga kepastian cara pengirimannya, BBM bisa disimpan.
Sedangkan gas tidak bisa disimpan, kalaupun bisa perlu penampungan yang sangat spesifik dengan teknologi yang mahal.
Menurut Sabrun, harga gas yang wajar dan adil adalah harga gas yang berbeda antara satu tempat dengan tempat yang lain. Harga gas untuk industri yang lokasinya dekat dengan sumber produksi gas akan berbeda dengan harga gas untuk kalangan industri yang lokasinya jauh dari sumber gas.
“Itu sebabnya harga gas di Korea Selatan dan Jepang jauh lebih mahal dibandingkan harga jual gas di Eropa. Karena adanya perbedaan jarak dari sumber produksi atau eksplorasi gas dan cara pendistribusiannya dibandingkan dengan harga jual gas di Eropa,” ucapnya.
Dia pun memberikan saran, agar harga jual gas bisa ekonomis, seharusnya kawasan industri itu dibangun di dekat sumber-sumber produksi gas. Seperti di Papua, Kalimantan Timur, Madura dan Sumatera atau daerah Natuna.
Jika itu dilakukan, selain para pelaku industri bisa mendapatkan harga gas yang murah juga pemerataan pembangunan dan pembukaan kesempatan kerja di daerah-daerah.
“Karena itu, kami dari INGTA menyarankan kepada pemerintah, cukup jadi regulator dan pengawas. Jangan terlalu jauh mencampuri harga pasar. Soal harga jual gas di setiap daerah serahkan saja kepada mekanisme pasar," tandasnya.(chi/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Menteri Nasir Dorong Nelayan Makassar Beralih ke Gas
Redaktur & Reporter : Yessy