Rencana Penambahan Jam Belajar SD Masih Digodok

Jam Belajar SD di Negara Maju Empat Jam Lebih Banyak Dari Indonesia

Kamis, 20 September 2012 – 04:48 WIB
JAKARTA - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memang menggulirkan wacana ingin menambah jam belajar siswa SD. Tetapi sampai saat ini, ketentuan jam belajar baru itu masih tahap penggodokan. Kemendikbud terus mengkaji dampak aturan baru ini dengan beberapa pakar pendidikan dan psikologi.

Plt Direktur Jenderal Pendidikan Dasar (Dikdas) Kemendikbud Suyanto di Jakarta, Rabu (19/9) mengatakan, ada banyak konsekuensi terkait rencana penambahan jam belajar ini. Selain konsekuensi psikologis, juga ada konsekuensi teknis pembelajaran.
 
"Jika nanti jadi ditambah (jam belajar SD, red), maka konsekuensinya ada mata pelajaran yang harus dikurangi," katanya. Dengan cara ini, bisa menekan potensi siswa SD kelelahan secara psikologis dalam mengikuti pembelajaran. Suyanto juga mengatakan jika nantinya jam belajar SD jadi ditambah, maka model belajarnya juga harus dirubah menjadi lebih tematik dan segar.
 
Mantan rektor Universitas Negeri Yogyakarta itu menuturkan, saat ini jumlah mata pelajaran yang harus dihadapi siswa SD tidak bisa disebut sedikit. Dia mengatakan jika siswa SD saat ini menghadapi sembilan mata pelajaran. Selanjutnya untuk siswa SMP ada 12 mata pelajaran, dan siswa SMA ada 16 mata pelajaran.
 
Merujuk pada pola pendidikan di negara-negara yang sistem pendidikan sudah maju, rata-rata jam belajarnya lebih banyak empat jam per hari dibandingkan dengan di Indonesia. "Itu adalah contoh kasus di negara-negara yang pendidikan maju secara progresif," kata dia.
 
Wacara penambahan jam belajar siswa SD ini tidak terlepas dari rencana Kemendikbud mengganti kurikulum yang sudah ada. Seperti diketahui, kurikulum pendidikan saat ini bernama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Pemerintah menargetkan kurikulum pendidikan yang baru ini keluar akhir tahun ini. Sehingga bisa dijalankan pada tahun ajaran baru 2013-2014 nanti.
 
Di bagian lain, Mendikbud Mohammad Nuh meminta masyarakat terutama orang tua yang memiliki anak usia SD tidak perlu risau. Dia menjamin jika penambahan jam belajar ini tidak akan menimbulkan beban psikologi kepada para siswa. Nuh menjamin demikian karena penambahan jam belajar ini tidak semata-mata dalam bentuk pengajaran di dalam kelas seperti pada umumnya.
 
Lebih dari itu, penambahan jam belajar ini bisa berupa diskusi, menontot video-video pendidikan, kegiatan ekstrakurikuler serta kegiatan keagamaan dan sejenisnya. "Intinya penambahan jam belajar ini bukan berarti harus ada penambahan jam untuk tatap muka di dalam kelas. Intinya kita jamin bukan menambah beban belajar formal," tutur menteri asal Surabaya itu.
 
Nuh menuturkan, rencana penambahan jam belajar ini muncul karena kondisi lingkungan para siswa yang sudah mengalami perubahan drastis. Dia mengatakan, saat ini banyak orang tua yang sudah sibuk dengan aktifitas pekerjaannya sendiri. Sehingga, anak-anak kurang mendapatkan sentuhan pendidikan di keluarga.
 
Sebagai gantinya, kekurangan pendidikan di keluarga itu diberikan di dalam sekolah. "Tidak apa-apa orang tua sekarang terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Tetapi pendidikan anak-anak harus diperhatikan," katanya. Terutama pendidikan soal moral dan akhlaq. Nuh mengatakan, skema baru penambahan jam belajar ini sejalan dengan penanaman pendidikan berkarakter. (wan)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mahasiswa Jakarta Harus Go International

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler