Rendahnya Penerimaan Negara Jadi Peringatan untuk Presiden Jokowi dan Tim Ekonomi

Senin, 02 Desember 2019 – 00:52 WIB
Presiden Joko Widodo lantik para menteri dan kepala lembaga negara Kabinet Indonesia Maju. Foto: Ricardo/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Rendahnya realisasi negara jelang akhir tahun 2019 menunjukkan kinerja tim ekonomi di pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) belum mampu bekerja dengan baik. Pasar pun masih harap-harap cemas menunggu perubahan dari Pemerintah.

Menurut Pengamat Ekonomi INDEF, Andri Satrio Nugoroho, ada sejumlah penyebab belum tercapainya target penerimaan negara tersebut.

BACA JUGA: Lebih Baik Airlangga Buktikan Komitmen Benahi Ekonomi ketimbang Urus Politik

Pertama, adanya pelemahan daya beli yang bisa dilihat dari rendahnya realisasi pendapatan pajak PPN Dalam Negeri yang turun 2,4 pernse (Januari-Oktober) atau lebih dibandingkan periode sama di tahun lalu.

"PPn dalam negeri ini merupakan kontributor terbesar terhadap penerimaan pajak," kata Andri.

BACA JUGA: Membaiknya Ekonomi Indonesia Tak Bisa Menahan Pelemahan Kurs Rupiah

Kedua, adanya pelemahan industri domestik yang terlihat dari PPh badan yang turun sebesar 0,7%.

Lebih detil, sektor dengan kontribusi penerimaan pajak terbesar yaitu industri pengolahan turun sebesar 3,5%. Sektor yang mendukungnya seperti perdagangan juga tumbuh rendah sebesar 2,5%.

"Secara makro, kombinasi rendahnya daya beli domestik dan melemahnya industri dalam negeri mampu menurunkan penerimaan pendapatan dari pajak secara signifikan," kata dia.

Lebih lanjut, Andri menyebut inflasi yang rendah saat ini masih belum meningkatkan daya beli masyarakat. Ini terlihat dari upah riil yang masih stagnan. 

Di sisi lain, industri masih melihat apakah ada perubahan regulasi dalam tahun transisi saat ini.

Ditambah juga melihat kondisi global saat ini yang masih belum memberikan kepastian mengenai belum turunnya tensi perang dagang.

"Sehingga menahan kemampuan untuk ekspansi bisnisnya," kata Andri.

Andri tidak mau masuk terlalu jauh mengenai kinerja para menteri Jokowi. Namun dia menyesalkan keberadaan menteri-menteri di periode lalu yang tak memiliki kompetensi sesuai dengan kementerian yang dipimpin.

"Kemarin cukup menyesal karena beberapa jabatan strategis diisi oleh parpol yang latar belakang belum sesuai dengan kementerian," kata Andri.

Untuk diketahui, jajaran tim ekonomi kabinet kali ini dipimpin oleh petinggi partai politik, Airlangga Hartarto.

Pada periode lalu, Airlangga menjabat Menteri Perindustrian. Saat masih dipimpin Airlangga, Kementerian itu secara terbuka mengakui investasi di industri pengolahan nonmigas (manufaktur) hanya mencapai Rp226,18 triliun sepanjang 2018, atau merosot 17,69 persen dari capaian tahun 2017 sebesar Rp274,8 triliun.

Di sisi lain, secara politik, Airlangga kini dihadapkan dengan perhelatan Munas Partai Golkar yang dipimpinnya.

Berbagai suara miring dari kader Golkar sendiri mewarnai isu-isu pemberitaan. Hal itu terjadi akibat dugaan intervensi dan paksaan dari kubu Airlangga terhadap pengurus daerah. Khususnya menyangkut siapa ketua umum partai yang berikutnya.

Terkait penerimaan negara sendiri, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan realisasi penerimaan pajak hingga Oktober 2019 baru mencapai Rp 1.173,9 triliun atau hanya 65,7 persen dari target APBN 2019.

Itu disampaikan dalam rapat dengan DPR pada 18 November lalu. Realisasi defisit APBN mencapai 1,8 persen terhadap PDB. Padahal disain defisit di APBN adalah 1,84 persen atau hanya tersisa ruang defisit 0,4 poin. (flo/jpnn)


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler