jpnn.com - I still remember when I tasted you. I wouldnt believe that it is good to be true. It was the first time, in my life. And if you a human I would make you my wife.
Itu bukan lirik lagu cinta, tetapi lirik lagu berjudul ‘’Nasi Padang’’.
BACA JUGA: Putra Sumbar Ini Tersinggung Ada Restoran Menjual Rendang Babi
Bukan pengamen jalanan yang menyanyikannya, tetapi seorang panyanyi asal Norwegia, Audun Kvitland yang menciptakan dan menyanyikannya sambil memainkan gitar.
Kvitland mengunggahnya ke akun media sosial pada 2017, dan lagu itu kontan viral di Indonesia dan banyak didengarkan netizen seluruh dunia.
BACA JUGA: Uni Irma Sebut Wajar Warga Sumbar Berang Gegara Restoran Jual Rendang Babi
Lagu itu diciptakan Kvitland setelah beberapa minggu melakukan perjalanan wisata ke Indonesia. Hampir setiap hari Kvitland makan nasi padang selama di Indonesia.
Kelezatan dan keunikan makanan tersebut rupanya membuat Kvitland jatuh cinta.
BACA JUGA: Jual Rendang Babi, Restoran Ini Dinilai Melukai Perasaan Masyarakat Minang
Dia tidak bisa melupakan cita rasa nasi padang plus rendang dengan bumbu yang khas itu.
Ketika sampai kembali ke negaranya Kvitland merasa sangat rindu akan nasi padang.
Salah satu cara melepas kerinduannya adalah dengan menciptakan lagu. Maka terciptalah lagu ‘’Nasi Padang’’.
Kvitland mengaku terkejut ketika lagu itu menjadi viral, karena semula ia hanya sekadar iseng melepas kangen.
Karena lagu itu, Kvitland kemudian diundang hadir ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Oslo, di Norwegia dan diangkat menjadi duta kuliner Indonesia.
Dalam sebuah pameran budaya dan kuliner Nusantara di KBRI Oslo, 2019, Kvitland hadir dan menyanyikan lagu itu.
Rendang menjadi sensasi internasional ketika pada 2011 CNN International menobatkannya sebagai makanan paling enak sedunia, ‘’The World’s 50 Most Delicious Foods’’.
Penobatan ini bukan kaleng-kaleng atau abal-abal, karena CNN adalah salah satu lembaga kantor berita paling terpercaya di dunia, dan metode penilaiannya dilakukan oleh panel ahli dan melalui polling via media sosial yang terbuka bagi pecinta kuliner seluruh dunia.
Tidak tanggung-tanggung, selama 8 tahun berturut-turut rendang mempertahankan prestasi sebagai makanan paling enak di dunia.
Gelar itu dipertahankan berturut-turut sampai 2019.
Andai saja ada semacam Guiness Book of Records untuk kuliner, niscaya rendang terpilih sebagai pemegang rekor terlama makanan terenak sedunia.
Penilaian ini didapatkan dari suara terbanyak dalam jajak pendapat atau polling melalui Facebook. Ada lebih dari 35.000 suara yang memberikan vote, rendang jadi salah satu yang paling banyak memperoleh suara.
Sebanyak 50 jenis makanan dari berbagai negara, dua makanan asal Indonesia masuk urutan pertama dan kedua yaitu rendang dan nasi goreng.
Makanan ini disebut rendang arena berasal dari kata 'marandang' yang berarti proses memasak untuk menihilkan air atau menghabiskan air.
Di daerah asalnya yaitu Sumatera Barat, rendang pun banyak jenisnya. Tidak hanya dibuat dengan daging sapi saja, tetapi juga ayam, paru, kentang, udang, telur, bebek dan juga ikan.
Ada juga yang ditambah dengan singkong atau kacang merah. Hidangan Indonesia ini sering dijadikan sebagai suguhan acara seremonial dan untuk tamu terhormat.
Rendang merupakan jenis olahan daging dengan bumbu rempah-rempah yang berasal dari khazanah budaya Minangkabau.
Rendang dihasilkan dari proses memasak yang membutuhkan waktu berjam-jam dengan pemanasan berulang-ulang menggunakan santan hingga kering dan menyisakan potongan daging berwarna hitam pekat. Dalam suhu ruangan, rendang dapat bertahan selama berminggu-minggu.
Rendang sangat populer di Indonesia, biasanya menjadi hidangan utama di setiap Rumah Makan Padang di seluruh dunia.
Tak hanya di Indonesia, rendang juga dapat ditemukan di sejumlah negara-negara Asia Tenggara seperti Malaysia, Singapura, Brunei, Filipina, dan Thailand.
Meskipun demikian, terdapat perbedaan yang cukup kontras antara rendang Indonesia dengan rendang dari negara-negara Asia Tenggara lainnya.
Rendang asli Indonesia dimasak dengan proses pemanasan selama berjam-jam, sehingga memiliki tekstur lebih kering, renyah, dan dapat bertahan dalam waktu yang sangat lama.
Bukan tanpa alasan, orang-orang Minangkabau memiliki tradisi yang disebut merantau. Pada saat itu, mereka berpikir untuk mencari cara mengolah makanan agar dapat dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama. Dari situlah resep rendang ditemukan.
Malaysia dan negara Asia Tenggara tidak mengenal tradisi merantau.
Rendang cenderung dimakan sebagai hidangan sehari-hari dan tidak dapat bertahan lama.
Rendang dari negara-negara Asia Tenggara ini umumnya lebih basah dan alot karena tidak melalui proses memasak dengan pemanasang yang berulang-ulang.
Dalam tatanan masyarakat Minangkabau, rendang memiliki posisi yang terhormat.
Makna filosofi rendang bagi masyarakat Minangkabau adalah musyawarah dan mufakat, berangkat dari empat bahan pokok yang menggambarkan keutuhan masyarakat Minangkabau.
Empat bahan tersebut adalah dagiang atau daging sapi, melambangkan niniak mamak (para pemimpin suku adat), karambia (kelapa) melambangkan cadiak pandai cerdik pandai dan kaum intelektual), lado (cabai) melambangkan alim ulama yang tegas mengajarkan syariat agama, dan pemasak (bumbu) melambangkan keseluruhan masyarakat.
Masyarakat Minangkabau biasanya menyajikan rendang sebagai hidangan utama dalam setiap perayaan adat, kenduri, atau menyambut tamu kehormatan.
Dalam tradisi Melayu, rendang adalah hidangan istimewa yang wajib ada pada kenduri khitanan, ulang tahun, pernikahan, barzanji, atau perhelatan keagamaan lainnya.
Beberapa hari belakangan ini rendang dan nasi padang menjadi trending topic dan viral di media sosial gegara muncul warung padang yang menyajikan menu rendang babi.
Warung Padang itu mengunggah konten di media sosial dan menamakan dirinya ‘’Babi Ambo’’ yang artinya ‘’Babi Saya’’.
Unggahan ini kontan memantik protes dari banyak tokoh dan diaspora Minangkabau di seluruh Indonesia.
Menu rendang babi dianggap mencemarkan nama kuliner Padang yang sudah identik dengan kehalalannya.
Bagi masyarakat Minangkabau, rendang bukan sekadar kuliner, tetapi sudah menjadi identitas budaya.
Dalam adat istiadat Minang ada ungkapan ‘’adat bersendi syara’, syara’ bersendikan Kitabullah’’, artinya adat istiadat bersendikan kepada syariat Islam dan syariat Islam bersendikan kepada Kitabullah, Al-Qur-an.
Menciptakan kuliner rendang babi bisa disebut sebagai penghinaan terhadap budaya kuliner Minangkabau yang jelas-jelas bersendikan agama.
Dengan brand yang sudah kondang di seluruh dunia rendang bisa menjadi produk bisnis yang sangat layak jual.
Akan tetapi, ketika bisnis tidak dilandasi dengan etika dan moralitas, maka akan menjadi penghinaan terhadap masyarakat tradisional sebagai si empunya budaya.
Polisi bertindak, tetapi menyatakan tidak menemukan unsur kirminal dalam kasus ini.
Kalau penegak hukum memakai undang-undang positif seperti KUHP tentu tidak ditemukan pasal yang melarang orang menjual makanan apa saja, termasuk rendang babi.
Akan tetapi, ada persoalan yang lebih serius ketimbang sekadar pasal-pasal, yaitu penghormatan terhadap tradisi budaya besar yang menjadi sendi kebhinekaan.
Menu rendang babi sudah menimbulkan keonaran di media sosial dan memunculkan friksi pro dan kontra.
Aparat hukum harus mengambil langkah seperlunya untuk memastikan masalah ini tidak merantak menjadi masalah yang lebih luas. Di tahun politik ini, apa saja bisa dijadikan isu politik.
Perdebatan mengenai rendang babi pun bisa menjadi pemicu debat politik.
Masyarakat yang sudah terpolarisasi antara kadrun dan cebong akan mudah terpicu oleh berbagai macam isu kecil dan besar, termasuk isu rendang babi ini. (*)
Redaktur : M. Kusdharmadi
Reporter : Cak Abror