Renegosiasi Kontrak Karya Alot

Kamis, 05 Juni 2014 – 06:54 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Renegosiasi kontrak karya antara pemerintah dan perusahaan tambang masih alot. Di antara tiga perusahaan besar, Freeport Indonesia, Newmont Nusa Tenggara, dan Vale Indonesia, baru ada satu yang tuntas.

Menko Perekonomian Chairul Tanjung mengatakan, di antara enam poin renegosiasi yang diajukan pemerintah, masih ada yang belum disepakati Freeport.

BACA JUGA: Unilever Ingin Pancing Investor Masuk KEK Sei Mangkei

"Sudah ada titik temu untuk sebagian, tapi beberapa masih harus diselaraskan," ujarnya di Kantor Kemenko Perekonomian kemarin (4/6).

Renegosiasi dengan Freeport memang sudah mencapai tahap akhir. Karena itu, CEO Freeport McMoRan Copper & Gold Richard Adkerson datang langsung dari Amerika Serikat (AS) untuk bernegosiasi dengan pemerintah Indonesia.

BACA JUGA: ATSI Desak Pemerintah Tindak Pengguna Perangkat Penguat Sinyal Ilegal

Menurut CT, sapaan Chairul Tanjung, pertemuannya dengan bos Freeport masih belum menemukan kata sepakat. Namun, dia enggan memerinci hasil pertemuan tersebut. "Masih perlu finalisasi. Hasilnya nanti segera disampaikan di sidang kabinet terbatas," katanya.

Sebagaimana diwartakan, pemerintah menyodorkan enam poin renegosiasi kontrak karya pada perusahaan tambang di Indonesia. Yakni, luas wilayah kerja, perpanjangan kontrak, penerimaan negara "termasuk di dalamnya royalti", serta kewajiban pengolahan dan pemurnian dalam negeri. Kemudian kewajiban divestasi saham dan kewajiban penggunaan tenaga kerja lokal, barang, serta jasa pertambangan dalam negeri.

BACA JUGA: Bos Unilever Ingin Temui Risma karena Perusakan Taman Bungkul

Di antara enam poin tersebut, kewajiban pengolahan dan pemurnian atau pembangunan smelter menjadi poin yang paling alot. Apalagi setelah pemerintah Indonesia menetapkan pengenaan bea keluar untuk ekspor hasil tambang dalam bentuk mentah (ore).

Setelah pertemuan dengan CT, CEO Freeport Richard Adkerson juga enggan berkomentar dan meminta wartawan untuk menanyakan hasil pertemuan kepada pemerintah Indonesia.

Selain dengan Freeport, CT menyebut renegosiasi dengan PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) belum tuntas. Hingga kini perusahaan tambang, tembaga, dan emas yang beroperasi di Nusa Tenggara Barat itu masih mencari kesepakatan terkait dengan kewajiban pembangunan smelter.

"Negosiasi mesti dilakukan berkali-kali. Yang jelas, kepentingan negara harus jadi prioritas," ujarnya.

Sementara itu, renegosiasi kontrak dengan PT Vale Indonesia yang merupakan anak usaha Grup Vale asal Brasil justru sudah tuntas. Menurut dia, negosiasi dengan Vale lebih simpel karena perusahaan tersebut sudah memiliki fasilitas smelter.

"Jadi, dalam waktu dekat, kontrak renegosiasi segera ditandatangani menteri ESDM," jelasnya.

Merujuk data Kementerian ESDM, sebanyak 28 perusahaan mineral telah menyepakati renegosiasi kontrak pertambangan yang terdiri atas 6 pemegang kontrak karya dan 22 pemegang perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara. Di antara 112 perusahaan tambang yang masuk target renegosiasi, 37 perusahaan merupakan pemegang kontrak karya pertambangan mineral. Sementara itu, 75 perusahaan lainnya adalah pemegang perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara.

Renegosiasi kontrak pertambangan secara resmi baru dilakukan pemerintah pada September 2012 berdasar Keppres No 3/2012 tentang Tim Evaluasi untuk Penyesuaian Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara.(owi/c6/oki)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tak Bayar Jaminan Reklamasi, Perusahaan Tambang Harusnya Dicabut


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler