jpnn.com - JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bakal mempercepat proses renegosiasi perusahaan tambang pemegang kontrak karya (KK) dan perjanjian kontrak pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B).
Sebab, saat ini masih ada 87 perusahaan tambang generasi lama yang belum menyelesaikan proses negosiasi ulang. Sementara pemerintahan bakal berganti dalam tujuh bulan ke depan.
BACA JUGA: Cadangan Devisa Indonesia Naik Rp 24,035 Triliun
Menteri ESDM Jero Wacik mengatakan, saat ini ada 112 perusahaan KK dan PKP2B yang terdaftar. Itu terdiri atas 37 perusahaan pemegang KK dan 75 pemilik lisensi PKP2B. Di antara jumlah tersebut, sudah ada 25 perusahaan yang setuju dengan enam poin strategis dalam perubahan kontrak. Perusahaan tersebut terdiri atas 6 pemegang KK dan 19 pemilik izin PKP2B.
Jero mengatakan, beberapa bulan lalu sebelas perusahaan sudah menyepakati renegosiasi kontrak.
BACA JUGA: Hatta Pastikan 25 Perusahaan Tambang Mau Renegosiasi
"Tapi saya masih mau tunggu dulu. Akhirnya saya minta 25 perusahaan teken dulu," katanya dalam Penandatanganan Nota Kesepahaman Amandemen KK dan PKP2B di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, kemarin (7/3).
Dengan hasil tersebut, pemerintah masih harus berunding dengan 28 pemegang KK dan 56 perusahaan pemilik izin PKP2B. Menurut Jero, renegosiasi harus selesai sebelum pemerintahan baru terbentuk. Selain agar pemerintah baru tak terbebani dengan kewajiban renegosiasi, ada jaminan tak ada lagi perubahan kebijakan mengenai perusahaan tambang generasi lama.
BACA JUGA: Hutama Karya Garap Proyek Tol Trans Sumatera
"Sebelum pemerintahan ini selesai seluruh renegosiasi kontrak harus selesai," katanya. Pemerintahan baru akan terbentuk pada Oktober.
Menurut Jero, proses renegosiasi kontrak memang sulit. Sebab, enam poin strategis dalam kontrak masih belum mendapatkan respon positif dari perusahaan. Satu-satunya poin yang disetujui oleh semua KK dan PKP2B adalah kewajiban penggunaan tenaga kerja lokal serta barang dan jasa pertambangan dalam negeri.
Namun, poin seperti peningkatan royalti, wilayah kerja, kewajiban divestasi, dan masa perpanjangan kontrak masih belum sepenuhnya disetujui.
"Ada perusahaan besar yang memiliki wilayah konsesi hingga 200 ribu hektar. Sementara yang digunakan bahkan hingga perpanjangan kontrak 20 tahun pun hanya 25 ribu hektar. Lalu, ngapain banyak-banyak (wilayah) kalau nanti toh tidak digunakan. Lebih baik sisanya dikembalikan ke negara," katanya.
Jero menekankan bahwa penyelesaian renegosiasi kontrak sudah jauh meleset dari target awal, yakni 12 Januari 2010. " Dia mengaku bakal mendesak sisa perusahaan tambang untuk menyetujui perubahan kontrak tersebut. Sesuai amanah undang-undang, perusahaan asing pun harus tunduk. "Tidak ada niatan pemerintah untuk membangkrutkan perusahaan," tuturnya.
Menurut Jero, tahun ini pemerintah sudah memperkirakan bakal ada penurunan devisa hingga USD 4 juta. Namun, hal itu bakal berubah tahun depan. Sebab, harga produk tambang dipastikan bakal meningkat dengan berkurangnya pasokan dunia. Kemudian, beberapa smelter ditargetkan selesai pada 2015.
"Setelah smelter jadi pada 2015, prediksi kami devisa negara dari mineral jadi surplus USD 100 juta. Kemudian meningkat tajam menjadi USD 16 miliar pada 2016. Memang volume ekspornya makin mengecil. Tapi harganya tinggi," katanya.
Karena itu, dia terus berusaha menggenjot dari 66 proyek smelter di Indonesia. "Ini saya kejar betul-betul. Sebenarnya tidak perlu 66 unit. Cukup 20 smelter yang selesai. Itu sudah cukup untuk mengolah semua produksi perusahaan tambang-tambang yang kecil," imbuhnya. (bil/sof)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dahlan Tegaskan BUMN Siap Garap Proyek JSS
Redaktur : Tim Redaksi