jpnn.com, BRASIL - Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyuarakan pentingnya repatriasi artefak budaya saat menghadiri G20 Culture Ministers Meeting di Brasilia, Brasil.
Alasan yang mendasari pengembalian artefak budaya itu yakni demi pemulihan keadilan sejarah.
BACA JUGA: Berbicara di Forum Dunia, Menteri Fadli Zon Promosikan Indonesia sebagai Superpower Budaya
Pada Jumat (8/11), Fadli Zon menjadi salah satu pembicara pada G20 Culture Ministers Meeting di Salvador da Bahia, salah satu kota tertua peninggalan kolonial di Brasilia.
Di depan para menteri kebudayaan negara anggota G20, politikus Partai Gerindra itu menyebut pengembalian artefak ke negara asalnya merupakan tanggung jawab moral yang krusial untuk memperbaiki ketidakadilan sejarah, sekaligus penghargaan atas warisan budaya setiap bangsa.
BACA JUGA: LCCM 2024 Digelar, Fadli Zon Soroti Pentingnya Museum sebagai Pusat Edukasi Budaya
“Repatriasi bukan sekadar mengembalikan benda bersejarah ke negara asalnya, melainkan juga langkah konkret untuk mengembalikan representasi yang utuh dan autentik dari suatu warisan budaya,” ungkap Fadli Zon dalam keterangan resmi, Sabtu (9/11).
Oleh karena itu, Fadli Zon meminta kepada para menteri budaya dari negara anggota G20 mendukung dan memperjuangkan repatriasi.
BACA JUGA: Eks Konjen RI di Karachi Dukung Fadli Zon Perjuangkan Dangdut jadi Warisan Dunia
"Kami melihatnya sebagai investasi penting dalam menjaga integritas budaya dan kesatuan internasional,” tutur penulis buku Orkes Gumarang tersebut.
Di sela-sela forum bergengsi itu, Fadli Zon melakukan pertemuan bilateral dengan Menteri Kebudayaan India Gajendra Singh Shekhawat.
Misinya dalam pertemuan itu yakni mengajukan permintaan repatriasi Prasasti Pucangan yang juga dikenal dengan sebutan Airlangga Stone atau Calcutta Stone.
"Pengembalian Prasasti Pucangan adalah langkah penting untuk memulihkan bagian dari sejarah dan identitas budaya kita," ucap Fadli Zon.
Prasasti Pucangan dibuat atas perintah Raja Airlangga pada abad ke-11 silam.
Isi prasasti itu berupa catatan penting dalam sejarah Jawa, terutama mengenai pemerintahan Raja Airlangga, tatanan politik, dan kehidupan keagamaan pada masa itu.
Saat Thomas Stamford Raffles menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang berkuasa atas Pulau Jawa pada era 1811-1816, pejabat kolonial Inggris itu menemukan Prasasti Pucangan.
Syahdan, negarawan Inggris itu menghadiahkan prasasti tersebut kepada Lord Minto selaku Gubernur Jenderal Inggris di India.
Sejak itu, Prasasti Pucangan berada di India. Kini, benda bersejarah itu disimpan di Indian Museum, Kolkata.
“Selain nilai sejarahnya (Prasasti Pucangan) yang luar biasa, repatriasi ini juga akan mempererat persahabatan budaya kedua negara,” tutup Fadli Zon. (esy/jpnn)
Redaktur : Dedi Yondra
Reporter : Mesyia Muhammad