Repatriasi Rohingya: Gelombang Pertama Cuma 5 Orang

Senin, 16 April 2018 – 11:05 WIB
Warga Rohingya di Myanmar. Foto: Picture Alliance/DPA/M Alam

jpnn.com, YANGON - Myanmar sepertinya benar-benar tidak niat menjalankan program repatriasi pengungsi Rohingya. Bagaimana tidak, setelah berkali-kali menunda, akhirnya hanya lima pengungsi yang dipulangkan pada gelombang pertama.

Kelima warga Rohingya itu tiba di tempat penampungan sementara di Taungpyoletwea, Sabtu (14/4).

BACA JUGA: Minta Maaf, Duterte Tarik Ucapan soal Genosida Rohingya

”Lima orang yang masih satu keluarga tiba di Taungpyoletwea, Rakhine, pagi ini (Sabtu pagi, Red).” Demikian bunyi keterangan tertulis Kementerian Luar Negeri Myanmar pada Sabtu malam.

Sayang, dalam keterangan yang diperoleh Reuters itu, tidak disebutkan nama para pengungsi tersebut.

BACA JUGA: Jurnalis Reuters Terancam 14 Tahun Penjara

Proses repatriasi pengungsi Rohingya dari Bangladesh seharusnya sudah dimulai Januari, sesuai kesepakatan Myanmar dengan Bangladesh saat meneken perjanjian November lalu.

Namun, dengan alasan belum siap, Myanmar berkali-kali menunda repatriasi. Wajar bila Bangladesh lantas menganggap Myanmar tidak serius dengan janji menerima kembali kaum Rohingya yang kabur akibat represi itu.

BACA JUGA: 10 Tahun Penjara untuk Pembantai Rohingya

Dalam kesepakatan awal, Myanmar berjanji menerima kembali sekitar 1.500 pengungsi Rohingya per pekan. Dengan cara tersebut, sekitar 700.000 warga Rohingya yang mengungsi ke Bangladesh setelah aksi sektarian Agustus lalu baru bisa pulang seluruhnya dalam waktu sembilan tahun. Itu belum termasuk rombongan pengungsi lain yang masuk Bangladesh sebelum Agustus.

Saat ini Bangladesh menampung sekitar 1,2 juta pengungsi Rohingya. Mereka tersebar di beberapa kamp pengungsian. Tapi, mayoritas terpusat di Cox's Bazar.

Dalam pandangan Bangladesh, proses repatriasi yang dijalankan Myanmar terlalu berbelit. Sebelum boleh kembali ke Rakhine, para pengungsi Rohingya itu harus bisa membuktikan bahwa mereka memang berasal dari sana.

Dokumen resmi menjadi syarat utama yang Myanmar ajukan. Itu bukan perkara mudah. Sebab, kaum Rohingya yang menetap di Rakhine sejak 1982 tersebut tak punya kartu identitas.

Di antara 8.032 dokumen pengungsi yang diserahkan oleh Bangladesh setelah melewati proses pendataan, Myanmar hanya memverifikasi 374 dokumen.

Karena itu, hanya sejumlah itu pula pengungsi Rohingya yang bisa masuk Myanmar dalam gelombang repatriasi pertama. Jauh di bawah kesepakatan yang mencapai 1.500 orang.

Sebelum dikembalikan ke kampungnya, para pengungsi lebih dulu tinggal di kamp penampungan sementara. Di sana, mereka akan menjalani adaptasi.

Tapi, dunia internasional menganggap tahap itu sebagai cara Myanmar menunda kebenaran terkuak. Sebab, berbagai fakta menunjukkan bahwa kampung Rohingya di Rakhine sudah dihuni orang-orang yang sengaja dihadirkan pemerintah Myanmar.

Kemarin The Guardian melaporkan bahwa lima pengungsi Rohingya yang kembali ke Myanmar itu langsung diberi kartu identitas.

Dalam foto yang beredar, kartu itu tampak dilengkapi dengan foto dan identitas diri. Termasuk nama. Kepada media, Myanmar menyebut kartu identitas itu sebagai national verification card (NVC).

Wakil Sekjen HAM PBB Ursula Mueller yang pekan lalu melawat ke Myanmar menegaskan bahwa memulangkan warga Rohingya ke Rakhine saat ini bukan solusi tepat. ”Tidak ada fasilitas kesehatan yang memadai,” ujarnya seperti dikutip BBC. Dia juga masih mengkhawatirkan keselamatan kaum Rohingya di Myanmar. (hep/c11/pri)

BACA ARTIKEL LAINNYA... PBB Latih Pengungsi Rohingya Melawan Gajah Pembunuh


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler