jpnn.com - Republik Pisang, atau Banana Republic, adalah istilah yang populer pada dekade 1990-an.
Istilah ini dipakai untuk menggambarkan negara yang kondisi politiknya tidak stabil, dan ekonominya hanya mengandalkan pada ekspor mentah seperti pisang.
BACA JUGA: Ganjar Pranowo Melesat Jauh Meninggalkan Puan di Tengah Serbuan Baliho
Julukan itu lebih sering disematkan kepada negara-negara di Amerika Selatan yang tidak stabil karena sering dilanda perebutan kekuasaan politik melalui kudeta.
Demokrasi di negara-negara itu sering goyah dan jatuh bangun. Secara ekonomi, negara-negara itu juga rentan, karena industrialisasi belum jalan dan hanya bisa mengandalkan ekspor bahan mentah, yang biasanya rendah value added.
BACA JUGA: Masyarakat Sayangkan Baliho Tokoh Politik Bertebaran di Jalanan
Pisang adalah hasil komoditi pertanian yang paling diandalkan oleh negara-negara Latin itu. Hasil pertanian itu diekspor begitu saja, tanpa ada upaya manufaktur untuk menaikkan nilai tambah. Karena dua kondisi itu maka negara-negara Latin disebut sebagai Republik Pisang.
Sebutan ini, tentu, bernama pejoratif (peyorasi) alias merendahkan. Para politisi memakai istilah itu untuk menyerang lawan politiknya. Meskipun negara itu tidak mengekspor pisang tetap saja istilah Negara Pisang dipakai sebagai retorika.
BACA JUGA: Kementan Bidik Pengembangan Pisang Mas Kirana, Menguntungkan dan Berprospek Ekspor
Mantan Presiden Amerika Serikat George W Bush marah ketika pada 2019 Donald Trump menolak hasil pilpres, yang membuatnya kalah dari Joe Biden. Trump menuduh pemilu direkayasa dan banyak penghitungan suara dilakukan secara tidak jujur, sehingga suaranya banyak yang hilang atau tidak terhitung.
Trump kemudian menghasut pendukungnya untuk menduduki Capitol Hill untuk menggagalkan sidang pleno menetapkan kemenangan Biden.
Ribuan pendukung Trump penyerbu Capitol Hill, banyak di antaranya yang membawa senjata api. Hal ini menimbulkan kecaman luas, dan Trump pun diadili oleh Kongres.
George Bush yang marah menganggap tindakan Trump ini menjadikan politik Amerika tidak stabil dan demokrasi terancam. Bush pun menyebut Amerika tengah berkembang menjadi Republik Pisang.
Bush dan Trump sama-sama berasal dari Partai Republik. Serangan terbuka terhadap Trump ini menunjukkan polarisasi yang keras di internal Partai Republik atas sikap Trump.
Beda lagi dengan Indonesia. Menteri Luhut Binsar Panjaitan pada 2018 berkomentar mengenai kondisi ekonomi nasional. Ketika itu ia bicara mengenai membanjirnya produk otomotif asing di Indonesia.
Luhut menegaskan akan mengembangkan industri otomotif nasional dengan menggagas pembuatan mobil listrik yang diharapkan bisa memacu ekspor Indonesia. Ketika itu Luhut menyebut bahwa Indonesia bukan Republik Pisang, yang hanya bisa mengekspor komoditas mentah.
Beberapa hari belakangan ini Republik Pisang menjadi trending topic di jagat medis sosial Indonesia gegara unggahan Kaesang Pangarep, anak bungsu Presiden Jokowi.
Di Twitter, pada akun miliknya, Kaesang mengunggah baliho bergambar dirinya dengan narasi ‘’Kerja untuk Sang Pisang’’.
Baliho itu dominan warna kuning dengan foto Kaesang yang mengenakan pakaian berwarna kuning.
Baliho virtual lainnya dipasang oleh Kaesang dengan dominasi warna merah dengan narasi ‘’Kepakkan Sayapmu’’.
Dalam baliho ini Kaesang memakai baju putih dan memegang sebungkus roti. Narasi tambahan di baliho itu menyebutkan Kaesang sebagai Ketua Roti nomor Satu Indonesia.
Kaesang rupanya menyindir para politisi yang sekarang tengah ramai berebutan memasang baliho di berbagai kota. Yang paling menonjol adalah baliho Puan Maharani dengan tagline ‘’Kepakkan Sayap Kebhinnekaan’’.
Baliho lainnya dipasang oleh Airlangga Hartarto dengan dominasi warna kuning sesuai dengan partainya. Tagline yang dipasang adalah ‘’Kerja Untuk Indonesia’’.
Reaksi terhadap pemasangan baliho itu bermacam-macam. Ada yang mengecam dengan serius dan menganggapnya ‘’nggege mongso’’, tidak tepat waktu, dianggap mencuri start untuk pemilihan presiden 2024.
Dalam kondisi Indonesia masih darurat pandemi seperti sekarang pemasangan baliho-baliho itu dianggap tidak sensitif terhadap penderitaan rakyat.
Namun, ada juga yang menanggapinya dengan santai dan bahkan dengan humor. Seorang bakul angkringan di Magelang memasang baliho di depan warungnya bertuliskan ‘’Kepak Saya Empon-Empon’’. Bakul angkringan itu berharap bisa viral seperti baliho Puan, dan ternyata sukses.
Baliho Puan ternyata membawa berkah bagi si bakul angkringan itu dan dagangannya menjadi laris. Paling tidak, kreativitasnya menarik perhatian warganet yang segera memviralkan balihonya.
Tidak diketahui bagaimana reaksi Puan terhadap sindiran itu. Empon-empon adalah rempah-rempah dalam Bahasa Jawa. Memelesetkan kata Puan menjadi Empon membuat banyak orang tertawa.
Kaesang juga memanfaatkan situasi itu untuk mengerek promosi produknya. Selama ini Anak Ragil ini memang aktif di dunia bisnis. Dia mengelola berbagai macam bisnis, mulai dari kuliner sampai klub sepak bola. Momen baliho dipakainya untuk memasarkan dua produk terbarunya, roti dan pisang.
Untuk mempromosikan produk pisangnya, Kaesang menjadikan baliho Airlangga Hartarto sebagai parodi. Tagline ‘’Kerja Untuk Indonesia’’ diganti dengan ‘’Kerja Untuk Sang Pisang’’. Kenakalan khas Kaesang ini membuat banyak orang tersenyum.
Namun, mungkin Kaesang tidak menyadari sindirannya itu bisa menimbulkan tafsir yang luas. Bisa serius bisa bercanda. Yang bercanda akan menganggapnya lucu dan kreatif. Plesetan seperti itu sudah menjadi ciri khas humor orang-orang Jogja dan Solo.
Bagi yang serius, mungkin, menginterpretasikan baliho Kaesang itu sebagai sindiran atas kinerja Airlangga Hartarto sebagai menteri koordinator ekonomi. Di tengah pandemi Covid yang masih merajalela kinerja ekonomi Indonesia sedang karut marut dan berkutat dengan resesi.
Pengangguran dan kemiskinan makin meluas, dan secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi Indonesia masih minus. Dalam kondisi demikian, Indonesia terancam menjadi Republik Pisang, karena ekspornya macet dan situasi politik tidak stabil.
Akibat penanganan pandemi yang tidak efektif, Jokowi, bapaknya Kaesang, diserang oleh banyak lawan-lawan politiknya. Akibatnya, situasi politik Indonesia tidak bisa disebut sebagai stabil. Penanganan kritik yang dilakukan dengan keras membuat situasi politik terus menghangat dan cenderung memanas.
Kasus terbaru mengenai mural bergambar mirip Jokowi dengan narasi ‘’Not Found’’ yang dihapus petugas, menunjukkan bahwa situasi politik cenderung menghangat dan bahkan memanas.
Di Batam muncul graffiti bertuliskan ‘’Thx Jokowi. I’m DEAD’’. Dalam waktu singkat petugas gercep, gerak cepat, menghapus corat-coret itu. Namun, tangan warganet lebih cepat mengunggah grafiti itu dan memviralkannya.
Kombinasi antara situasi ekonomi yang sedang resesi dan situasi politik yang labil sudah cukup untuk memasukkan Indonesia dalam kategori Republik Pisang seperti yang disindirkan Kaesang.
Kaesang kelihatannya tidak menyadari bahwa guyonannya bisa diinterpretasikan sampai sejauh itu. Mungkin juga dia akan berkomentar bahwa interpretasi itu lebay.
Namun, yang jelas Kaesang benar-benar beruntung. Ia bisa memanfaatkan situasi secara kreatif dan memanfaatkannya untuk mempromosikan produknya.
Kaesang terlihat punya bakat yang lumayan bagus untuk menjadi seorang entrepreneur. Pedagang angkringan di Magelang itu juga pantas dipuji karena kreativitas empon-emponnya.
Baliho-baliho sindiran Kaesang itu tentu akan aman-aman saja. Tidak akan ada petugas Satpol PP yang berani menurunkan baliho virtual itu. Juga tidak akan ada polisi virtual yang bakal mengusiknya.
Namun, Kaesang mungkin tidak sadar bahwa balihonya bisa menampol bapaknya sendiri. Jangan-jangan Indonesia memang sedang bergeser menjadi Republik Pisang. Atau jangan-jangan Indonesia akan menjadi ‘’Republik Empon-Empon’’. (*)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur : Adek
Reporter : Tim Redaksi