Resesi Seks

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Jumat, 15 Juli 2022 – 17:30 WIB
Elon Musk. Foto: AFP

jpnn.com - Banyak anak, banyak rezeki. Itulah kepercayaan lama orang Jawa yang sampai sekarang masih banyak dipercaya oleh sebagian orang.

Pandangan itu dianggap kuno karena sudah tidak cocok dengan kondisi modern sekarang. 

BACA JUGA: Waduh! Ancaman Resesi Global di Depan Mata

Manusia modern hanya punya dua anak, atau malah tidak beranak sama sekali.

Akan tetapi, hal itu tidak berlaku bagi Elon Musk

BACA JUGA: Elon Musk Mengancam Twitter, Lho, Kok!

Manusia terkaya di planet bumi, pemilik pabrik mobil listrik Tesla dan perusahaan penerbangan luar angkasa SpaceX ini sekarang tengah getol berkampanye supaya manusia modern mempunyai banyak anak. 

Lebih banyak anak, lebih baik. Begitu kata Musk. 

BACA JUGA: BPS: Secara Teknis Indonesia Sudah Mengakhiri Resesi Ekonomi

Di akunnya di Twitter, Musk mencuit, ‘’Saya berharap semua orang punya banyak anak, dan selamat bagi yang sudah punya banyak anak’’. 

Begitu cuitan Musk. Berbagai komentar pun bermunculan. Paling banyak di antaranya mengecam kampanye Musk itu.

Kampanye ini memang terkesan anti-mainstream yang sangat mungkin tidak disukai oleh pasangan-pasangan muda. 

Pandangan bahwa banyak anak akan membawa banyak rezeki dianggap kuno. 

Dulu, di Indonesia masyarakat memercayai hal itu. 

Tiap anak akan membawa rezekinya masing-masing. 

Karena itu, makin banyak anak, akan kian banyak mendatangkan rezeki. Begitu keyakinannya.

Itulah sebabnya tidak mudah memperkenalkan program ‘’birth control’’ atau keluarga berencana di Indonesia. 

Di masa lalu, sebuah keluarga dengan anak di atas 10 orang adalah hal yang biasa. 

Rata-rata perempuan Indonesia bisa melahirkan sampai 12 anak senyampang masa produktifnya. 

Akan tetapi, bersamaan dengan itu, tingkat kematian bayi ‘’infant mortality’’ dan tingkat kematian ibu ‘’woman mortality’’ juga tinggi.

Selain didasari oleh keyakinan tradisional, hubungan anak dengan rezeki juga didasari oleh keyakinan agama. 

Tuhan telah menakdirkan manusia dengan rezekinya masing-masing. 

Karena itu, tidak perlu takut kelaparan kalau punya banyak anak. 

Dengan dasar pemikiran itu, program keluarga berencana oleh sebagian ulama dianggap haram.

Pemerintah Orde Baru bekerja keras untuk menekan angka kelahiran. 

Program Keluarga Berencana menjadi salah satu prioritas utama. 

Program itu menjadi taruhan dan dijalankan dengan berbagai cara, termasuk pemaksaan pemakaian alat kontrasepsi. 

Slogan ‘’Dua Anak Cukup’’ menjadi slogan yang dipajang di mana-mana. 

Para aktivis demokrasi dan HAM (hak asasi manusia) menganggap program keluarga berencana sebagai pelanggaran HAM.

Program ini mulai diperkenalkan pada 1970, dan 20 tahun kemudian program ini berhasil menurunkan tingkat kelahiran bayi dari rata-rata 7 bayi setiap ibu menjadi 3 bayi setiap ibu. 

Keberhasilan ini membuat program KB dipuji dan diberi penghargaan oleh PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa).

Setelah rezim Orde Baru jatuh maka program KB pun tidak terdengar lagi suaranya. 

Akan tetapi, zaman sudah berubah. 

Keluarga-keluarga muda tidak perlu lagi dipaksa untuk melakukan KB, karena mereka sudah melakukannyan dengan sukarela. 

Dua anak cukup bukan sekadar slogan, tetapi sudah menjadi bagian dari gaya hidup.

Kondisi ekonomi yang makin ketat dan biaya pendidikan, kesehatan, dan perumahan yang makin mahal tidak memungkinkan pasangan muda untuk memunyai banyak anak. 

Banyak pasangan suami istri sama-sama bekerja untuk memenuhi hajat hidup, dan itu pun hanya cukup untuk menghidupi dua anak.

Di negara-negara maju banyak pasangan yang menikah dan sama-sama bekerja, tetapi memutuskan untuk tidak mempunyai anak. 

Pasangan ini dikenal sebagai DINK, double income no kids, penghasilan ganda tapi tidak punya anak. 

Model ini menjadi tren di Eropa dan Amerika. 

Di negara-negara maju Asia seperti Jepang, Korea, dan Singapura hal yang sama juga menjadi tren.

Beberapa tahun terakhir muncul tren baru yang disebut sebagai ‘’sex recession’’ atau resesi seks. 

Sebagaimana resesi ekonomi yang ditandai dengan pertumbuhan minus, resesi seks juga ditandai dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang minus. 

Jepang menjadi salah satu negara yang menderita resesi seks, dan hal itu membawa pengaruh serius terhadap perekenomian negara.

Jumlah orang tua menjadi lebih besar ketimbang angkatan kerja yang produktif. 

Akibatnya, produktivitas nasional menurun karena satu angkatan kerja produktif harus menanggung sedikitnya dua orang pensiunan yang sudah tidak produktif. 

Itulah yang menyebabkan Jepang sekarang menjadi salah satu negara dengan defisit anggaran yang besar.

Defisit itu muncul karena pemerintah berutang untuk membayar tunjangan sosial bagi orang-orang tua pensiunan yang sudah tidak produktif. 

Rasio utang Jepang tinggi tetapi ekonomi masih aman, karena kemampuan untuk membayar utang, debt to service ratio, masih terjaga. 

Jepang banyak berutang ke publiknya sendiri dan tidak banyak berutang ke luar. 

Ituah yang membuat fundamental ekonomi Jepang masih kokoh.

Anak-anak muda Jepang enggan menikah dalam usia dini. 

Kalau kemudian menikah mereka memutuskan menjadi DINK. 

Biaya hidup yang mahal menjadi salah satu alasan. 

Ancaman resesi ekonomi mungkin bisa diatasi dengan relatif mudah oleh pemerintah Jepang. 

Akan tetapi, ancaman resesi seks ini bisa membuat pemerintah pusing tujuh keliling.

Hal yang sama sudah menjadi fenomena lama di Eropa dan Amerika. 

Negara lain di Asia yang sekarang dilanda resesi seks adalah Singapura dan Korea. 

Sama dengan Jepang, dua negara itu pertumbuhan ekonominya paling stabil di Asia. 

Akan tetapi, biaya hidup makin mahal dan karenanya anak-anak muda enggan menikah dan tidak mau punya anak.

China dulu terkenal dengan kampanye satu keluarga satu anak, karena jumlah penduduknya yang meledak sampai 1,4 miliar jiwa. 

Negara otoriter seperti China sangat mudah menjalankan program keluarga berencana semacam itu karena kontrol pemerintah yang mutlak dan ketat. 

Akan tetapi, belakangan kampanye itu dikendurkan dan warga China didorong untuk mempunyai anak yang lebih banyak. 

Hal ini dilakukan sebagai respons terhadap fenomena resesi seks yang juga terjadi di China.

Dalam urusan demografi, Indonesia lebih beruntung karena mendapatkan berkah ‘’bonus demografi’’. 

Ini berarti jumlah penduduk yang produktif lebih banyak dari penduduk dengan usia non-produktif. 

Penduduk dalam rentang usia 15 sampai 64 tahun masuk dalam kategori produktif, dan dia atas usia 64 masuk dalam kategori pensiunan.

Bonus ini menjadi modal besar bagi Indonesia untuk meningkatkan produktivitas. 

Bonus ini merupakan hasil kerja rezim Orde Baru yang menjalankan program keluarga berencana at all cost. 

Hasilnya, bisa dinikmati oleh rezim Reformasi yang menggulingkan rezim Orde Baru. Thank’s to Soeharto.

Bonus demografi menjadi semacam pisau bermata dua yang punya dampak negatif. 

Kalau tidak tersedia lapangan kerja yang memadai maka angka pengangguran akan meningkat dan gangguan sosial dan kriminalitas akan menjadi persoalan serius.

Bonus demografi ini secara tidak langsung juga memberi kekuatan ekstra kepada Indonesia untuk keluar dari pandemi relatif lebih cepat. 

Dalam beberapa minggu ini ada kecendrerungan penularan Covid-19 meningkat lagi, tetapi dibandingkan dengan negara lain kondisi Indonesia masih aman.

Jumlah penduduk usia muda yang besar membuat ketahanan tubuh rata-rata lebih kuat dan pada akhirnya herd immunity lebih cepat tercapai.

Karena itu, kampanye keluarga berencana besar ala Elon Musk tidak cocok untuk diterapkan di Indonesia. 

Kelihatannya Elon Musk lagi gandrung punya banyak anak. 

Kabar terbaru menyebutkan dia baru punya sepasang anak kembar dari salah seorang eksekutif di perusahaannya. 

Total, anak Musk berjumlah 10 orang dari 3 istri.

Salah satu anak Musk dari istri pertama menjadi transgender dan baru saja mengajukan permohonan ke pengadilan untuk mengubah kelamin. 

Sang anak juga mengajukan permohonan untuk menghapus nama Musk dari nama belakangnya dan mengatakan tidak ingin berhubungan lagi dengan Musk untuk selama-lamanya.

Seorang netizen mengomentari ajakan ajakan Musk untuk beranak banyak, ‘’Anda mungkin bisa punya anak banyak karena Anda bisa memberi makan mereka semuanya, tetapi apakah Anda juga bisa menyintai mereka semua?’’ (*)


Redaktur : M. Kusdharmadi
Reporter : Cak Abror

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler