LONDON -- Ilmuwan memperingatkan tentang peningkatan infeksi akibat resistensi obat antibiotik. Resistensi ini dianggap sangat berbahaya sehingga disetarakan dengan ancaman pemanasan global. Pemicunya adalah adanya pelanggaran model dalam membuat antibiotik baru sehingga penyakit menjadi resisten.
"Bakteri menjadi resisten terhadap obat-obatan yang ada sekarang dan terdapat sejumlah antibiotik yang menggantikannya," ujar Prof Dame Sally Davies seperti dilansir BBC (24/1).
Dame Sally Davies mengatakan bahwa sebuah operasi rutin dapat menjadi mematikan akibat ancaman infeksi ini. Makanya, para ahli problem ini dijadikan masalah global dan butuh perhatian lebih banyak.
Selama ini, antibiotik telah menjadi kisah sukses terbesar dalam ilmu kedokteran. Bagaimanapun, bakteri secara cepat beradaptasi dengan 'lawan' dan mencari cara untuk menyingkirkan obat-obatan.
"Munculnya pelanggaran dalam membuat antibiotik baru, ada kekosongan, jadi mereka menjadi resisten, penyakit ini yang seharusnya sembuh secara alami tetapi kita mengembangbiakannya dengan cara penggunaan antibitoik, sehingga tidak akan ada antibiotik baru," lanjutnya.
MRSA (methicillin-resistant Staphylococcus aureus) adalah jenis bakteri Staph ditemukan pada kulit dan dalam hidung ataupun pada lipatan kulit lainnya yang resisten terhadap antibiotik yaitu kemampuan untuk menolak antibiotik. Ini menjadi kata yang paling ditakuti di rumah sakit saat ini dan laporan tentang terjadinya resistensi terhadap strain E.coli, tuberkolosis dan gonorrhoea.
"Kita mungkin tak pernah menyadari adanya pemanasan global, jadi hanya ada kata maaf jika seseorang pada 20 tahun mendatang meninggal karena infeksi rutin karena kita tak memiliki antibiotik," tegasnya.
Dia mengatakan hanya ada satu antibiotik yang tersisa untuk mengobati gonorrhoea. Badan Kesehatan Dunia WHO telah memperingatkan dunia akan menghadapi masa "pasca antibiotik" kecuali ada aksi nyata yang dilakukan.
Hal yang sama juga disampaikan Prof Hugh Pennington, seorang pakar mikrobiologi dari Universitas Aberdeen. Ia mengatakan resistensi obat merupakan masalah yang sangat serius.
"Kita harus memberikan lebih banyak perhatian. Kita butuh sumber daya untuk pengawasan, sumber daya untuk mengatasi masalah dan untuk memberikan informasi publik," ungkapnya. (Esy/jpnn)
"Bakteri menjadi resisten terhadap obat-obatan yang ada sekarang dan terdapat sejumlah antibiotik yang menggantikannya," ujar Prof Dame Sally Davies seperti dilansir BBC (24/1).
Dame Sally Davies mengatakan bahwa sebuah operasi rutin dapat menjadi mematikan akibat ancaman infeksi ini. Makanya, para ahli problem ini dijadikan masalah global dan butuh perhatian lebih banyak.
Selama ini, antibiotik telah menjadi kisah sukses terbesar dalam ilmu kedokteran. Bagaimanapun, bakteri secara cepat beradaptasi dengan 'lawan' dan mencari cara untuk menyingkirkan obat-obatan.
"Munculnya pelanggaran dalam membuat antibiotik baru, ada kekosongan, jadi mereka menjadi resisten, penyakit ini yang seharusnya sembuh secara alami tetapi kita mengembangbiakannya dengan cara penggunaan antibitoik, sehingga tidak akan ada antibiotik baru," lanjutnya.
MRSA (methicillin-resistant Staphylococcus aureus) adalah jenis bakteri Staph ditemukan pada kulit dan dalam hidung ataupun pada lipatan kulit lainnya yang resisten terhadap antibiotik yaitu kemampuan untuk menolak antibiotik. Ini menjadi kata yang paling ditakuti di rumah sakit saat ini dan laporan tentang terjadinya resistensi terhadap strain E.coli, tuberkolosis dan gonorrhoea.
"Kita mungkin tak pernah menyadari adanya pemanasan global, jadi hanya ada kata maaf jika seseorang pada 20 tahun mendatang meninggal karena infeksi rutin karena kita tak memiliki antibiotik," tegasnya.
Dia mengatakan hanya ada satu antibiotik yang tersisa untuk mengobati gonorrhoea. Badan Kesehatan Dunia WHO telah memperingatkan dunia akan menghadapi masa "pasca antibiotik" kecuali ada aksi nyata yang dilakukan.
Hal yang sama juga disampaikan Prof Hugh Pennington, seorang pakar mikrobiologi dari Universitas Aberdeen. Ia mengatakan resistensi obat merupakan masalah yang sangat serius.
"Kita harus memberikan lebih banyak perhatian. Kita butuh sumber daya untuk pengawasan, sumber daya untuk mengatasi masalah dan untuk memberikan informasi publik," ungkapnya. (Esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Banyak Bakteri Sudah Kebal Antibiotik
Redaktur : Tim Redaksi