jpnn.com, JAKARTA - Guru Besar Pemikiran Politik Islam FISIP Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Din Syamsuddin mengatakan, keterlibatan Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko dalam Kongres Luar Biasa Partai Demokrat (KLB PD) di Deli Serdang, perlu dipertanyakan lebih lanjut.
Terutama, kata dia, untuk memastikan apakah keterlibatan Moeldoko dalam aksi pengambilalihan kursi Ketua Umum PD Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), mendapatkan izin atau tidak dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
BACA JUGA: Moeldoko Hanya Tumbal, Pion, Apa Agenda Besar Istana? Ada Kata Culas
"Jika Presiden Joko Widodo mengizinkan atau memberi restu, dapat dianggap presiden telah mengintervensi sebuah partai politik dan merusak tatanan demokrasi," kata Din dalam keterangan resmi kepada JPNN.com, Senin (8/3).
Lebih lanjut, pemilik nama lengkap Muhammad Sirajuddin Syamsuddin itu mengatakan, Presiden Jokowi harus bisa bersikap tegas ke Moeldoko, jika memang tidak pernah mengizinkan mantan Panglima TNI tersebut untuk bermanuver merebut kursi ketum PD.
BACA JUGA: Seleksi PPPK 2021: Kabar Gembira dari Kepala BKN untuk Guru Honorer, Yang Lain Jangan Iri
"Jika beliau (Jokowi, red) tidak pernah mengizinkan, Jenderal (Purn) Moeldoko layak dipecat dari KSP karena merusak citra Presiden," ungkap tokoh kelahiran 31 Agustus 1958 itu.
Secara politik, kata Din, pemerintah selayaknya menolak keputusan KLB PD di Deli Serdang, Sumatra Utara. Apalagi, pelaksanaan KLB itu tidak memenuhi syarat yang diatur dalam AD/ART PD.
BACA JUGA: Lihat Penampilan AHY Hari Ini, Ungkit Juga soal Jaket Partai
"Jika pemerintah mengesahkannya, akan menjadi preseden buruk bagi pengembangan demokrasi Indonesia dan menciptakan kegaduhan nasional," ungkap Din.
Sebagai informasi, pihak yang mengklaim sebagai kader PD melaksanakan KLB partai berwarna kebesaran biru itu di Deli Serdang, Sumatra Utara, Jumat (5/3).
Dalam KLB itu, Moeldoko terpilih menjadi Ketum PD menggantikan AHY melalui proses pemungutan suara.
Namun, AHY menolak hasil KLB di Deli Serdang itu. AHY menilai pelaksanaan KLB tersebut ilegal, karena tidak memenuhi prasyarat yang diatur di dalam AD/ART PD.
Pelaksanaan KLB wajib direstui 2/3 suara para Ketua DPD PD, direstui setengah dari total Ketua DPC PD, dan disetujui oleh Majelis Tinggi PD. (ast/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan