Respons Hery Susanto Terkait Defisit Anggaran BPJS Kesehatan

Sabtu, 21 Desember 2019 – 23:07 WIB
Koordinator Nasional Masyarakat Peduli (MP) BPJS Hery Susanto saat Sosialisasi Urgensi BPJS Ketenagakerjaan di Kalangan Milenial dan Kelompok Masyarakat di Denpasar, Bali, Sabtu (21/12/2019). Foto: MP BPJS

jpnn.com, DENPASAR - Saat ini, BPJS Kesehatan mengalami defisit anggaran sebesar Rp32 triliun. Hal ini berbanding terbalik dengan BP Jamsostek yang justru surplus hingga Rp410 triliun.

Hal ini terungkap saat Sosialisasi Urgensi BPJS Ketenagakerjaan di Kalangan Milenial dan Kelompok Masyarakat di Denpasar, Bali, Sabtu (21/12/2019).

BACA JUGA: SMRI Nilai BPJS Kesehatan Tidak Sejiwa dengan Konstitusi

Koordinator Nasional Masyarakat Peduli (MP) BPJS mengusulkan agar pengelolaan jaminan bagi para pekerja yang tergabung dalam BPJS Kesehatan bisa dialihkan ke BP Jamsostek.

“Dana BPJS Kesehatan ini selalu defisit sejak berdirinya di tahun 2011 hingga 2019. Dengan adanya Perpres Jaminan Kesehatan yang baru diteken Presiden Jokowi itu kan hanya untuk menutupi utang (defisit) BPJS Kesehatan ke setiap RS dan Faskes. Yang pasti tidak ada garansi dari kenaikan iuran BPJS Kesehatan itu bisa selesaikan defisit,” kata Kornas MP BPJS Hery Susanto.

BACA JUGA: Intan Fauzi: Jangan Samakan BPJS Kesehatan dengan BUMN

Oleh karena itu, Kornas MP BPJS mengusulkan kepada Pemerintah Pusat agar mengalihkan pengelolaan jaminan kesehatan para pekerja ke BP Jamsostek.

Dari data saat ini, jumlah peserta BP Jamsostek sekitar 20 juta orang saja yang aktif, yang tidak aktif sekitar 19 juta orang.

BACA JUGA: Hery Susanto Kritik Pengelolaan BPJS Kesehatan di Era Jokowi

Sementara untuk pekerja informal, dari 70 juta yang tercatat hanya 3 juta yang jadi peserta.

“Sedangkan BPJS Kesehatan sarat beban, yang dikelola besar (Rp 222 juta rakyat Indonesia). Sementara anggarannya selalu defisit. Sedangkan BP Jamsostek (sebutan lain BPJS Ketenagakerjaan) meski pesertanya masih di bawah BPJS Kesehatan namun dana kelolaannya surplus Rp 410 triliun,” jelasnya.

“Jadi jaminan kesehatan para pekerja yang berbayar itu diarahkan, tidak ingin mendapatkan pelayanan yang diskriminatif. Daripada tumpang tindih, lebih baik pengelolaannya dialihkan ke BP Jamsostek untuk masalah pelayanan kesehatannya,” tegas Hery Susanto.

Menyikapi usulan dan dorongan tersebut, Deputi Direktur Wilayah BP Jamsostek  Bali Nusa Tenggara Papua Deny Yusyulian menyatakan, jika memang ada persetujuan dari Pemerintah Pusat, maka pihaknya sebagai operator tentu siap menerima.

Deny mencontohkan, BP Jamsostek seharusnya meng-cover jaminan TNI/Polri dan Aparatur Sipil Negara (ASN). Akan tetapi, dalam perjalanannya, justru dialihkan ke PT Taspen dan PT Asabri.

“Segala sesuatu tidak ada yang tidak mungkin, segala proses kan bisa terjadi,” katanya.

Terkait sosialisasi kegiatan BP Jamsostek di kalangan milineal, dia mengatakan pihaknya ingin mengedukasi kaum muda yang biasa disebut milenial untuk melek terhadap perlindungan dan jaminan sosial ketenagakerjaan. Salah satu upayanya dengan melakukan edukasi.

Apalagi, dari total 127 juta orang bekerja, sekitar 86 juta orang masuk kategori angkatan kerja muda.

Untuk Bali sendiri pihaknya memperkirakan ada 300 ribu angkatan kerja muda.

"Ini bagian dari edukasi kita kepada generasi milenial kan mereka adalah calon angkatan kerja dan pengusaha, tentu mereka harus tau itu,” ucapnya.

Dalam kesempatan tersebut, pihaknya kembali menegaskan BP Jamsostek kini telah memiki empat program yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKm), Jaminan Hari Tua (JHT), dan Jaminan Pensiun (JP).

“Di luar ini, kami berikan manfaat tambahan, misalnya dapat potongan harga di merchant yang kerja sama dengan BP Jamsostek, misalnya kredit perumahan dengan suku bunga dan uang muka yang rendah. Kami juga ada beberapa inovasi yang sedang disiapkan ke depan,” pungkasnya.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler