jpnn.com, JAKARTA - Ketua bidang Hukum dan HAM Pimpinan Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah, Razikin meminta pemerintah bergerak mengusut dugaan eksploitasi terhadap 18 anak buah kapal (ABK) asal Indonesia yang bekerja di kapal China bernama Longxing.
Menurut Razikin, persoalan yang dialami belasan ABK asal Indonesia tidak hanya masalah pemulasaran jenazahnya yang dilarung ke laut, tetapi mereka juga dieksploitasi dalam berbagai hal.
"Ekploitasi tehadap 18 ABK di Kapal China itu sangat biadab, pemerintah harus bertindak," ucap Razikin, dalam keterangan yang diterima jpnn.com, Kamis (7/5).
Sebelumnya viral pemberitaan dari stasiun televisi Korea Selatan yang menayangkan video tentang ABK asal Indonesia yang meninggal di kapal berbendera Tiongkok lalu dilarung ke laut.
Menurut Razikin, para ABK selalu mengalami eksploitasi seperti bidang keuangan (financial exploitation), eksploitasi buruh (labour exploitation), kekerasan fisik (physical abuse), dan manipulasi psikologis (psychological manipulation).
"Peristiwa seperti ini terus berulang, tindakan eksploitasi, penyiksaan, ketidakadilan dan menjadi budak kapal perikanan asing di tengah laut," jelasnya.
Menurut dia, kasus ini tergolong human trafficking atau tindak pidana perdagangan orang (TPPO) lintas negara dan terselubung. Kasus seperti ini sulit untuk ditanggulangi mengingat modus operandinya sangat sistematis sehingga perlu penanganan khusus.
"Mengingat rata-rata korban perdagangan ABK merupakan laki-laki asal dari golongan ekonomi bawah dan membutuhkan pekerjaan. Kemudian metode perekrutan cukup bervariasi," terang mantan ketua DPP IMM ini.
Para ABK ini juga diduga mendapat perlakuan sangat buruk dan eksploitatif. Mereka dipaksa untuk bekerja berat hingga 20 jam sehari tanpa diberikan nutrisi dan waktu istirahat yang cukup.
“Tindakan biadab seperti harus kita kutuk dan meminta pemerintah segera melakukan langkah-langkah investigatif untuk memastikan keberadaan mayat dan memberikan perlindungan terhadap ABK yang masih hidup," pinta Razikin.
Dia juga meminta pemerintah memikirkan peraturan perundang-undangan dengan meratifikasi Konvensi ILO No. 188 tahun 2007 agar dapat memberikan perlindungan maksimal terhadap buruh migran kita.
"Hal penting lain adalah peningkatan kerja sama dengan negara lain dalam upaya memberantas TPPO dan penuntutan pertanggungjawaban dari pelaku-pelaku TPPO baik di dalam maupun di luar negeri," tandas Razikin.(fat/jpnn)
BACA JUGA: Warning Bu Retno untuk Tiongkok soal WNI ABK Kapal Ikan Dilarungkan ke Laut
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam