jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua DPD RI Sultan B Najamudin angkat bicara terkait rencana pemerintah melaksanakan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) yang baru.
Senator muda asal Bengkulu ini meminta pemerintah harus benar-benar mengkaji secara komprehensif atas rencana yang digulirkan tersebut.
BACA JUGA: Sultan Dorong Pemerintah Segera Bentuk Badan Pangan Nasional
“Kita tidak sedang baik-baik saja. Sebab bangsa ini masih menghadapi ujian dari pandemi global Covid-19 yang membuat seluruh sektor kehidupan di Indonesia memburuk,” ujar Sultan dalam keterangan persnya, Kamis (18/3).
Sultan menyampaikan hal itu menanggapi pernyataan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa saat Raker bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Rabu (17/3).
BACA JUGA: Apa Kabar Rencana Pemindahan Ibu Kota Negara?
Menteri Suharso menyatakan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) baru akan mampu mendorong ekonomi Indonesia.
Menurut Suharso, jika program vaksinasi dapat berjalan dan mencapai herd immunity maka pada 17 Agustus 2024 Presiden RI bisa melaksanakan upacara peringatan hari kemerdekaan di ibu kota baru.
BACA JUGA: Mardani PKS Minta Pemerintah Gunakan Nurani dan Akal Sehat, IKN Belum Perlu
Suharso juga mengatakan jika semua berjalan baik dan sesuai dengan rancangan pada master plan maka pihaknya optimistis bahwa pembangunan istana presiden mulai bisa dilakukan tahun ini.
Menanggapi itu, Sultan Najamudin menyatakan mendukung kepada pemerintah atas terobosann memindahkan Ibu kota negara.
Bagi SBN sapaan –Sultan Najamudin-persoalan ekologis dari kepadatan penduduk, ketimpangan sosial, dan kesenjangan ekonomi di DKI Jakarta adalah masalah utama. Hanya saja, menurut Sultan, tetap harus mempertimbangkan kondisi yang ada secara objektif, cermat dan holistik.
Sultan menyarankan agar porsi belanja sosial dalam APBN harus tetap menjadi prioritas utama untuk kepentingan menjaga pertumbuhan ekonomi.
"Seharusnya dalam situasi ekonomi yang lesu dan di tengah ketidak pastian, maka fokus anggaran kita harus tetap kepada penanganan Covid-19 sekaligus mengantisipasi pada dampak sosial dan ekonomi masyarakat,” ujar Sultan.
Sultan juga mengingatkan untuk mempertimbangkan penundaan terhadap pembangunan istana kepresidenan di Ibu kota Negara yang baru.
“Melalui anggaran yang terbatas, pemerintah seharusnya bisa menggenjot konsumsi dalam negeri, salah satu caranya dengan memperbesar belanja sosial,” ujar Sultan.
Pandemi Covid-19 di Indonesia telah berujung pada krisis sosial-ekonomi yang dampaknya dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, terutama kelompok 40 persen masyarakat dengan tingkat kesejahteraan terendah.
“Jadi untuk menangani krisis tersebut, pemerintah juga harus memastikan keuangan negara tetap menjamin program-program dalam jaring pengaman sosial-ekonomi agar tetap berjalan seperti selama ini,” kata Sultan.
Eks Wakil Gubernur Bengkulu ini mengatakan uang dari penundaan membangun fasilitas ibu kota baru bisa digunakan untuk mempercepat pengurangan kemiskinan dengan meningkatkan produktivitas sektor pertanian serta industri dengan pusat pengembangannya berbasis diseluruh daerah.
“Jadi kurang tepat apabila rencana pembangunan di ibu kota negara (baru) dilakukan pada tahun ini dengan dalih untuk mendorong pemerataan ekonomi,” tegas Sultan.
Adapun pembangunan dan pemindahan ibu kota menurut klaim pemerintah bahwa negara akan mendapatkan dampak positif pada berbagai faktor dan sektor-sektor pendorong ekonomi dengan kontribusi antara 1,8 persen sampai 2,2 persen terhadap perekonomian.
Sultan juga membeberkan rujukan dari studi yang dilakukan Indef. Dari hasil studi yang dilangsungkan pada Agustus 2019 menggunakan sumber data Badan Pusat Statistik (BPS), tabel sistem Neraca Sosial Ekonomi 2008 yang diperbaharui, tabel input output interegional, Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), dan beberapa data pendukung lainnya.
Sultan menyebut Indef juga menemukan bahwa pemindahan ibu kota tak membawa dampak signifikan kepada indikator makro ekonomi yang menopang pertumbuhan, seperti konsumsi rumah tangga, investasi, belanja pemerintah, dan ekspor impor.
Menurut Sultan, satu-satunya indikator ekonomi makro yang mendapatkan sentimen positif dari pemindahan ibu kota adalah belanja pemerintah. Tak heran, sebab pemindahan ibu kota menyedot dana Rp323 triliun-Rp466 triliun.
Indef memproyeksi pemindahan ibu kota akan menyumbang belanja pemerintah nasional sebesar 0,34 persen. Upaya pemindahan ibu kota juga berkontribusi pada kenaikan belanja pemerintah Kalimantan Timur sebesar 16,12 persen.
Sultan menyebut rencana pemindahan ibu kota harus mempertimbangkan keuangan negara, utang dan beban ekonomi rakyat pengaruh dari kondisi Covid-19. Meskipun untuk pertumbuhan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) di Pulau Kalimantan secara umum berdampak positif, namun nilainya sangat kecil dan tidak signifikan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.
“Kita harus melihat perkembangan beberapa waktu kedepan, jadi tidak perlu tergesa-gesa hingga sampai kondisi sudah mulai membaik,” ujar Sultan.(fri/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : Friederich