Resto Kurosawa, Sisi Lain Kreativitas Sutradara Legendaris Asia

Disambut Tiga Pot Sakura, Mi Toba Paling Favorit

Selasa, 27 Maret 2012 – 00:47 WIB
Akira Kurosawa di Restoran Kurosawa.

Akira Kurosawa adalah legenda dunia film dari Jepang. Selain pernah menjadi "Man of the Century" Asia, dia meraih Oscar untuk pencapaiannya itu. Yang tak banyak diketahui, dia juga sukses "menyutradarai" kuliner  di empat restorannya.
 
  ROHMAN BUDIJANTO-Tokyo
 
SAKURA terlambat mekar di Jepang. Padahal, melihat sakura adalah favorit kebanyakan orang asing yang berkunjung di negeri itu.
 
Maret biasanya suhu agak hangat dan sakura bermekaran di seluruh negeri. Tapi, kali ini hawa dingin agak berkepanjangan, suhu berkisar 4"7 derajat Celsius. Hujan salju masih turun di beberapa wilayah.
 
Saya sempat gembira ketika melihat foto utama Yomiuri Shimbun, harian utama di Jepang, memuat sakura mekar dengan indahnya di taman. Ini dia. Tetapi, setelah membaca keterangan foto koran edisi Inggris itu ternyata yang mekar duluan adalah sakura di dekat Gedung Putih, Washington DC, saya menjadi kecewa. Sekitar seratus tahun lalu pohon sakura ditanam di ibu kota Amerika Serikat itu sebagai hadiah dari wali kota Tokyo kepada ibu negara Amerika.

Keinginan saya dan juga rombongan wartawan internasional yang diundang Deplu Jepang untuk melihat setahun pascagempa, tsunami, dan kebocoran reaktor nuklir di Prefektur (Provinsi) Fukushima, Futoshi Toba, 21-28 Maret ini kesampaian di Restoran Nagatcho Kurosawa. Sesuai namanya, restoran itu milik sutradara terkenal Akira Kurosawa.

Restoran tersebut berada di tengah Kota Tokyo, tak jauh dari rumah dinas perdana menteri dan gedung parlemen Jepang (Diet). Meski berada di tengah kota, bentuknya sederhana, khas rumah tradisional Jepang.

Di pintu masuk restoran, berupa jalan selebar tiga meter, ada tiga pohon sakura dalam pot yang dirimbuni oleh bunga pink yang khas itu. Para wartawan pun mengabadikan pemandangan tak dinyana tersebut. Sebab, sepanjang perjalanan di Kota Tokyo (dan kemudian juga kota-kota lain), pohon sakura masih belum mau menampakkan bunganya. Masih meranggas kedinginan.

Seperti pohon mati. Namun, tiga pot sakura setinggi sekitar tiga meter berbunga lebat di Restoran Kurosawa itu seakan menjadi pelipur hati.

Selain sakura yang mekar istimewa, Restoran Kurosawa dianggap spesial oleh penggemar kuliner. Resto itu menunjukkan kepiawaian lain Akira Kurosawa, yakni "menyutradarai" kuliner. Menu-menu di resto tersebut ciptaan, setidaknya sebagian, sang seniman film kelahiran 1910 itu.

Orang-orang yang pernah menikmati filmnya, seperti Rashomon, Seven Samurai, Kagemusha atau Ran yang terkenal itu, banyak yang penasaran dengan kepiawaian sang sutradara meracik menu makanan. Dan, Kurosawa lumayan sukses menggoda penggemarnya. Terbukti, selain Nagatcho Kurosawa, ada tiga resto lain di Tokyo dengan tema yang berbeda, yakni Teppanyaki, Udon, dan Keyaki.

Resto Nagatcho dibangun seperti rumah bangsawan yang menjadi tempat mengabdi  para samurai di zaman Tokugawa atau Edo yang menguasai Jepang sekitar dua abad silam. Rumahnya khas tradisional Jepang yang agak kontras dengan gedung-gedung modern di sekitarnya.

Dari gerbang tradisional selebar tiga meter yang dihuni tiga pot sakura mekar itu, di lorong kiri kanan diberi memorabilia Akira Kurosawa. Ada pigura besar berisi semua poster kecil 30 film Akira Kurosawa yang dibuat mulai 1936.

Di ujung lorong dipasang mencolok foto hitam putih Akira sedang merokok cangklong. Masuk ruang makan, pengunjung harus melepas sepatu. Lalu, naik ke tatami atau lantai yang ditinggikan beralas tikar dan melalui pintu geser masuk ke ruang makan. Ruangan itu berisi meja besar yang cukup untuk sepuluh orang. Cukup untuk rombongan kami, lima wartawan asing plus tiga pejabat Deplu Jepang. 

Dalam tradisi Jepang, biasanya makan secara lesehan seperti ketika para samurai makan bersama dengan tuannya menghadap meja besar. Tetapi, yang ini diberi lubang seluas meja makan tempat kaki sehingga dari telapak hingga lutut bisa "berdiri" seperti duduk di kursi.  "Ini untuk menyesuaikan dengan pelanggan asing yang belum tentu nyaman duduk bersila," kata Sugawara dari Deplu Jepang.
 
Ruangan itu dingin, tetapi saya agak kaget ketika telapak kaki terasa hangat. Ternyata diberi pemanas selebar keset.

Menu makan malam favorit di situ shabu-shabu dengan Japanese black beef. Itu adalah favorit Akira Kurosawa. Irisan daging sapi kualitas khusus dicemplungkan ke air mendidih dalam cerek dan berbunyi sssh" sssh" Setelah agak matang, dicelup dengan aneka bumbu. Dari bunyi daging sapi yang dicemplungkan air mendidih itulah asal nama shabu-shabu.

Tapi, hari itu kami tidak makan malam. Namun, kami makan siang. Favorit di sana adalah mi soba buatan sendiri. Soba adalah tanaman sereal atau buckwheat. Sebelum menu utama, disajikan aneka makanan pembuka seperti seekor udang rebus dan sayuran yang digoreng dengan menggunakan tepung. Para penyajinya berpakaian hitam-hitam seperti pelayan di rumah bangsawan masa lalu.

Yang paling menarik adalah irisan wortel yang diberi bumbu dan disajikan di kulit rebung. Saya menunggu orang lain makan, ternyata hanya dimakan irisan wortelnya. Kulit rebungnya tidak. Saya sempat khawatir kulit rebung itu juga dimakan karena terlihat keras dan sedikit berbulu.

Kami makan sambil mewawancarai Noriyuki Shikata, deputi sekretaris kabinet di kantor perdana menteri untuk urusan public affairs. Pejabat muda itu dengan tangkas menjawab pertanyaan. Mulai rekonstruksi pascatsunami, strategi energi Jepang ke depan, sulitnya mencapai kata sepakat di politik, hingga upaya meredakan kekhawatiran dunia setelah bencana nuklir Fukushima.

Makan terus berlanjut. Para wartawan selalu memotret makanan yang satu demi satu disajikan. Kami terheran-heran begitu rumitnya mengemas makanan ukuran kecil sekalipun. Seakan kemasan itu sama lezatnya dengan makanannya. Maka, sebelum berpindah ke perut, makanan karya Akira Kurosawa itu harus diabadikan dulu.

Tibalah saat puncak mi soba disajikan. Mi itu disajikan di piring bambu. Setelah disumpit, dicelupkan ke saus kedelai asin khas Jepang. Saya agak kaget ketika Shikata, pejabat Deplu tadi, menyedot mi itu dengan suara keras slruppp.... Saya baru ingat bahwa menyedot keras-keras di mulut itu bagian dari etika, menunjukkan kelezatan makanan. Maka, para wartawan pun ikut-ikutan melakukannya. Suara slruuppp" pun terdengar bersahut-sahutan.

Setelah satu setengah jam berlalu, makanan pun tandas. Wartawan sampai kehabisan pertanyaan. Mungkin kekenyangan sehingga pikiran ikut "istirahat". Dari pengalaman makan di Restoran Kurosawa itu ternyata rasanya memang "kreatif", berbeda dengan makanan Jepang umumnya yang kami temukan selama lebih sepekan di Jepang.
 
Akira Kurosawa menunjukkan dirinya punya aneka bakat. Di film, kekonsistenannya diganjar Oscar pada 1990 untuk kategori Life Achievement Award. Di dunia kuliner, restorannya bertahan menggoda penggemar kuliner meski harganya relatif mahal. Tak mengherankan kalau oleh AsiaWeek dia pernah dijuluki Man of The Century Asia, setelah meninggal pada 1998. (*/c4/ari)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Adi Taroepratjeka dan Mia Handayani, Pasutri Tester Kopi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler