Restrukturisasi BUMN Cara Efektif Beradaptasi di Masa Pandemi

Senin, 15 Juni 2020 – 19:01 WIB
Kantor Kementerian BUMN. Foto: dok/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Belakangan mencuat polemik terkait kebijakan Kementerian BUMN, baik dalam aspek pengangkatan pejabat maupun kebijakan strategis sebagai upaya penyehatan BUMN.

Pengamat ekonomi-politik, Abi Rekso menilai apa yang dilakukan Menteri BUMN Erick Thohir adalah upaya penyelamatan ekonomi nasional.

BACA JUGA: Adian Kritik Menteri BUMN, Adib: Ada Kepentingan Politik yang Belum Diakomodir  

Dia menjelaskan, tren pertumbuhan ekonomi nasional di Indonesia relatif positif pada angka 5,2% GDP. Sedangkan Malaysia, negara tetangga kita mengalami penurunan cukup signifikan; dari 5,4% ke 4,4% GDP dalam kurun kurang lebih tiga tahun. Salah satu yang membuat ekonomi Indonesia bertahan adalah aktivitas perdagangan komoditas eksport.

“Target saingan kita (Indonesia) adalah Kamboja, Laos dan Myanmar, sebagai negara anggota ASEAN. Kamboja, Laos dan Myanmar bisa mendapatkan pertumbuhan GDP pada angka kisaran 7%-7,3% selama lima tahun belakangan ini. Meski banyak ahli memprediksi bahwa lima tahun kedepan ekonomi kawasan ASEAN akan menurunkan GDP sekisaran 0,7%-2,3% akibat pandemik Covid-19” papar Abi Rekso.

BACA JUGA: Satu Rumah yang Rusak Parah Tertimpa Pesawat TNI AU Milik Pegawai BUMN

Lebih jauh Abi Rekso berpendapat, bahwa upaya yang dilakukan BUMN perlu dinilai sebagai penyelamatan ekonomi nasional dan stabilitas ekonomi menghadapi pandemi global. Maka, wajar saja jika negara memberikan injeksi dana dalam rangka itu.

Tidak bisa kita pungkiri hampir seluruh negara di ASEAN melakukan langkah-langkah penyelamatan serupa. BUMN adalah etalase utama penggerak ekonomi negara, karena BUMN melakukan aktivitas bisnis dalam rangka menyumbang keuntungan negara. Maka masuk akal jika BUMN adalah salah satu entitas bisnis yang prioritas untuk diselamatkan.

BACA JUGA: Adian Napitupulu Kritik Erick Thohir, Ujang: Karena Uang BUMN Gurih

Ketika awak media mempertanyakan bentuk pencairan dana sebesar Rp 152 triliun ke BUMN dan proporsi hutang pemerintah. Apakah dana Rp 152 triliun sudah tepat untuk melakukan penyelamatan terhadap BUMN?

“Soal teknis keuangan saya rasa para akuntan yang bisa menjawab. Namun, saya mau tekankan bahwa negara seperti Myanmar, Kamboja dan Laos yang GDP-nya lebih tinggi dari kita juga melakukan hal yang sama. Jika kita sepakat dengan pencairan tiga skema; Penyertaan Modal Negara (PMN), Dana Talangan Investasi dan Pembayaran Kompensasi," beber dia.

"Tinggal saja, setiap BUMN yang mendapatkan injeksi dana kita minta untuk melakukan transparansi kepada publik. Saya rasa yang dituntut publik adalah transparansi skema pembayarannya, bukan keputusan atas kebijaknnya.”

Dirinya berpesan, bahwa komitmen kebangsaan kita juga diuji. Dia berharap bahwa stabilitas politik berjalan tanpa kegaduhan dalam menjaga ekonomi nasional. Jika banyak orang berpendapat bahwa ini hanya menguntungkan BUMN, pendapat itu perlu kembali diuji. Karena insentif pencairan dana akan memiliki efek sentrifugal.

“Efek sentrifugal ini yang nantinya akan berdampak langsung kepada unit-unit usaha masyarakat, UMKM, Koperasi dan BumDes. Setelah performa BUMN kembali maksimal, sudah semestinya redistribusi kue ekonomi harus juga dinikmati hingga elemen masyarakat kecil” tutup Abi Rekso. (dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler