Restui Hatta Dampingi Prabowo, Cara SBY Amankan Diri

Sabtu, 17 Mei 2014 – 21:31 WIB
Restui Hatta Dampingi Prabowo, Cara SBY Amankan Diri. JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Pengamat politik dari Universias Gajah Mada, Yogyakarta, Arie Sudjito mengatakan upaya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menempatkan Ketua Umum PAN yang juga besannya, Hatta Radjasa sebagai cawapres Partai Gerindra bagian dari persiapan kalkulasi  dan skenario politik usai SBY lengser tahun 2014 ini. Menurutnya, cara tersebut sebagai upaya SBY untuk mengamankan diri.

"Kalau kita baca dalam kepentingan ekonomi politik, SBY sedang mempersiapkan kalkulasi. Intinya, siapapun yang berkuasa SBY, bisa attach di sana," kata Arie saat dihubungi wartawan, Sabtu (17/5).

BACA JUGA: Sebut JK Bukan Pasangan Terbaik untuk Jokowi

Usaha tersebut lanjutnya, dilakukan sebagai upaya untuk memproteksi segala risiko yang bisa muncul dalam pergantian rezim. SBY ingin memastikan tidak ada sesuatu yang terjadi pada diri dan keluarganya setelah terpilihnya presiden baru. "Dia coba mendekati semua blok dan semua lini supaya dirinya attach secara tidak langsung kepada presiden," jelasnya.

Dengan sudut pandang ini, ujar Arie, SBY ingin membangun instalasi penyelamatan usai dia turun dari kekuasaan. Dalam membangun instalasi penyelamatan itu, SBY kata dia tidak akan melanggar hukum, tapi secara politik tentu dia harus melakukan langkah yang terkalkulasi.

BACA JUGA: Muncul Spanduk Dukung Selain Jokowi, PKB: Ini Adu Domba

"Secara formal SBY akan taat hukum dan tidak mungkin melakukan skenario penyelamatan dengan cara hukum. Namun, secara politik dia ingin membuat skenario karena politik Indonesia penuh dengan ketidakpastian. Itu yang mendorong dia untuk menyusun skenario setelah berkuasa," ujarnya.

Apakah tidak ada anak dan istrinya ikut bursa calon presiden? Arie menjelaskan, dalam politik, konsep keluarga itu tidak hanya dipahami sempit seperti anak dan istri saja, tapi harus dipahami bahwa keluarga dalam politik adalah relasi dalam jaringan politik. "Jadi dalam politik makna keluarga itu bukan sekedar keluarga biologis," tegasnya.

BACA JUGA: Perkirakan Opsi Dukung Jokowi Dipilih Mayoritas Peserta Rapimnas

Apa yang dilakukan SBY menurutnya juga dilakukan oleh elit-elit politik lainnya. Rakyat ujarnya, dibuat tidak punya pilihan lain kecuali harus memilih di antara mereka yang memiliki kekuasaan yang itu saja.

"Golkar saat berkuasa juga menguasai jaringan birokrasi, PDI-P juga begitu, dan Gerindra juga seperti itu. Relasi hubungan keluarga di partai-partai politik Indonesia memang mendominasi. Yang terbaru, penyanderaan Jokowi oleh Megawati dengan memunculkan wacana wapres Jokowi adalah Puan Maharani," terangnya.

Di dunia internasional hal itu juga lumrah terjadi dan begitupun di daerah-daerah dimana keluarga gubernur dan bupati menguasai lini politik. Bedannya menurut Arie kalau luar negeri itu keluarga yang mau berperan harus memiliki kompetensi, dari aspek prosedur memenuhi syarat begitu juga dengan komitmen dan integritas, sementara di Indonesia tidak.

Dengan fakta seperti itu, maka perbedaan era orde baru dan reformasi kata Arie, hanya pada gaya otoriter dan gaya demokrasi. Orde baru tertutup, sekarang terbuka, namun coraknya tidak berubah.

"Corak dinasti politik, oligarki kekeluargaan tidak berubah hanya suasana politiknya saja. Kalau dulu otoriter sekarang demokrasi, tapi mind set tetap orde baru. Ini sebenarnya juga harus dilawan. Yang harus melawan rakyat dengan melakukan pembangkangan supaya kembali ke cita-cita reformasi," saran Arie Sudjito. (fas/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... PKB Pastikan Tetap Solid Dukung Jokowi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler