Revisi Perda Parkir Lamban

Jumat, 09 Maret 2012 – 08:12 WIB

PERBEDAAN pendapat soal tarif zonasi, menjadi salah satu penyebab lambannya revisi Peraturan Daerah (Perda) Perpakiran. Metode zonasi itu sangat memberatkan masyarakat. Apalagi penetapan zonasi melihat demand dari sebuah gedung parkir. Semakin tinggi pengguna parkir di suatu tempat semakin tinggi tarif.

Anggota Badan Legislasi Daerah (Balegda) DPRD DKI Jakarta Santoso mengatakan, kebedaraan masyarakat di salah satu tempat dengan memarkirkan kendaraannya di gedung itu belum tentu untuk kepentingan bisnis atau hanya sekadar keperluan lain. “Bila kepentingannya bisnis, maka sah-sah saja. Sedangkan kalau kepentinganya lain, maka sangat memberatkan,” kata Sansoso, Kamis (8/3).

Menurut Santoso, kepentingan masyarakat di suatu tempat itu berbeda-beda. Itu belum tentu membuat masyarakat tetap menggunakan kendaraan umum. “Hal ini masih menjadi perdebatan,” ujarnya.

Menurut Santoso, di samping belum mendapatkan titik temu dengan zonasi tarif untuk parkir off street, revisi Perda Perparkiran ini juga membahas pengetatan dalam parkir on street (parkir di jalan). Menurutnya, selama ini parkir on street banyak menguap. Sehingga pendapatan asli daerah (PAD) dari sumber itu tidak jelas kemana juntrungannya. Padahal potensi PAD di parkir on street ini sangat banyak. “Selama ini persoalan kebocoran itu menjadi sorotan. Apalagi parkir on street dikelola oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Perparkiran. Diduga terdapat banyak kebocoran pendapatan dari parkir on street,” ujarnya.

Maka dari itu, ke depannya parkir on street ini tidak lagi harus dikelola oleh UPT Perparkiran, tapi diserahkan kepada pihak ketiga yakni pihak swasta. Pihak swasta ini diharuskan memiliki badan hukum, agar lebih memudahkan pengaturan dan pengontrolannya. Bentuk pengetatan lain dari pengelolan parkir on street ini yakni dengan cara pengurusan izin dari gubernur langsung. Tidak lagi hanya cukup sampai ke dinas teknis saja.

“Jika perizinan pengelolaan parkir on street ini dari gubernur, tentu saja akan memiliki kajian lebih dalam lagi dari regulator,” katanya.

Tahun ini, sebut Santoso, target dari PAD untuk parkir on street Rp 20 miliar dan parkir off street Rp 300 miliar. Perbedaan target itu dirasa sangat jauh sekali oleh Santoso. “Dengan target sangat kecil di on street, ditengarai banyak terjadi penguapan,” pungkasnya.

Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta Selamat Nurdin mengatakan, untuk tarif parkir off street ini hanya menggunakan tarif batas atas dan batas bawah. Pembuatan batas atas dan bawah ini untuk melindungi masyarakat agar tarif parkir tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah. “Kalau terlalu rendah tidak akan membuat masyarakat beralih menggunakan kendaraan umum. Kemacetan pun sulit ditekan,” tuturnya. (wok)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Prijanto Bela Kaum Tertindas


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler