jpnn.com, JAKARTA - Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Budidoyo menuturkan Industri Hasil Tembakau (IHT) mengalami tekanan yang luar biasa dari kebijakan yang ditetapkan pemerintah.
Situasi ini terlihat dari tekanan yang dihadapi industri akibat kenaikan cukai sebesar 23 persen dan Harga Jual Eceran (HJE) yang cukai naik sebesar 35%, yang berakibat pada penurunan produksi.
BACA JUGA: Berbagai Kalangan Soroti Nasib IHT Terkait Kenaikan Cukai 2021
“Kebijakan ini berdampak pada 5,8 juta orang yang terlibat langsung di IHT,” ujar Budidoyo dalam seminar virtual 'Menimbang Dampak Ekonomi Terkait Kebijakan Kenaikan Cukai Rokok 2021'.
Selain kenaikan cukai, kebijakan pemerintah lainnya seperti upaya pengendalian konsumsi tembakau akan menjadi tantangan yang serius di masa depan.
BACA JUGA: Waspada, Celah Struktur Tarif Cukai Hasil Tembakau Picu Manipulatif
Seperti diketahui, selama dua tahun terakhir wacana revisi PP 109/2012 didorong oleh Kementerian Kesehatan untuk melegalkan perluasan gambar peringatan kesehatan dari 40% menjadi 90% dan pelarangan total promosi dan iklan di berbagai media termasuk tempat penjualan.
“Ada wacana eksesi FCTC, petani juga resah karena petani disuruh konversi ke tanaman lain, belum lagi revisi PP 109 Tahun 2012 yang akan membebani industri,” seru Budidoyo.
BACA JUGA: BTN: Penyaluran Kredit dari Dana Pemerintah Bakal Lampaui Target
Menurut Budidoyo, IHT merupakan satu kesatuan dan bila ada kebijakan di hulu maka akan memberikan dampak di hilir, begitupun sebaliknya.
Budidoyo menganggap selama ini seolah-olah IHT terus dimintai kontribusinya tetapi juga ditekan. Sudah memberikan kontribusi besar namun tidak pernah mendapat apapun dari pemerintah.
“Kami berharap ada penyederhanaan di mana-mana, terutama regulasi. Kami tidak anti peraturan tapi diharapkan formulasi kebijakan yang komprehensif, berpihak pada kepentingan nasional, dan dipatuhi bersama," harap Budidoyo.
Di kesempatan yang sama Analis Kebijakan Madya Direktorat Teknis dan Fasilitas Cukai (Kementerian Keuangan) Hary Kustowo menjelaskan meskipun Indonesia tidak ratifikasi FCTC, ketentuan PP 109 beberapa bahkan lebih ketat.
Hary mengatakan aspek pengendalian selalu menjadi pertimbangan dalam kebijakan cukai tembakau. Setelah selesai pengumuman cukai tahun lalu, pembahasan PP 109 dilanjutkan.
“Itu tetap dibahas. Tapi kami keberatan peringatan kesehatan jadi 90%. Kami butuh media untuk pengawasan. Bayangkan kalau nanti semua rokok gambarnya sama itu bagaimana membedakan yang legal dan ilegal di lapangan,” tanyanya.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy