jpnn.com, JAKARTA - Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti Jakarta Trubus Rahadiansyah mengatakan dorongan larangan total iklan dan promosi rokok yang menjadi bagian revisi PP 109/2012 akan memukul semua lini industri hasil tembakau (IHT), termasuk para petani.
Menurut dia, petani tembakau selama ini menjadi korban dari polemik mengenai IHT di tingkat elit.
BACA JUGA: IHT Tertekan, Revisi PP 109 Dinilai Tak Relevan
Padahal, aktivitas pertanian mereka sudah dilakukan secara turun-temurun.
Petani tembakau, kata Trubus, tidak dapat serta-merta beralih profesi ke pekerjaan lain,yang bukan keahliannya.
BACA JUGA: Dikabarkan Suka Sesama Jenis, Ivan Gunawan Sebut Soal Kenyamanan
"Pokoknya dilarang tetapi solusi bagi petani tembakau dan buruh rokok tidak ada,” tegas Trubus, Selasa (27/4).
Selama ini, IHT merupakan salah satu sektor yang diatur dengan kebijakan yang sangat ketat. Beberapa di antaranya bahkan cenderung memukul.
BACA JUGA: BTN Gaet 5 Pengembang Hadirkan Hunian TOD Bonus Kompor Induksi
Dia menilai, pemerintah akan berhitung sangat keras saat mewacanakan revisi PP 109/2012. Setidaknya ada beberapa alasan yang membuat revisi PP 109/2012 tidak relevan dilakukan.
Pertama, pemerintah sedang memiliki fokus yang lebih penting, yakni penanganan pandemi COVID-19 yang sampai saat ini belum berakhir.
“Fokus ke pandemi dulu yang masih tinggi dibanding revisi PP 109/2012, yang sekarang hanya mengundang pro-kontra, sehingga tidak menjadi bumerang,” kata Trubus.
Kedua, pemerintah sedang mendorong investasi dan masuknya modal untuk mendongkrak ekonomi yang porak poranda.
Pemerintah juga memahami bahwa investasi di sektor IHT sangatlah besar, sehingga goncangan terhadap industri ini akan memantik instabilitas ekonomi dan pengangguran.
Revisi PP 109/2012 juga bertentangan dengan semangat investasi yang digaungkan seiring terbitnya Undang Undang Cipta Kerja.
Ketiga adalah terkait kebijakan keuangan negara. Selama ini, IHT telah memberikan kontribusi yang sangat besar dalam penguatan anggaran negara.
Industri ini, kata Trubus, pernah berkontribusi lebih dari 60% Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Revisi justru akan memicu maraknya rokok ilegal yang sama sekali tidak berkontribusi terhadap APBN.
Trubus menambahkan, IHT perlu diberikan kesempatan bertahan dengan cara memperbaiki tata kelola agar tak menghasilkan produk yang merugikan.
Hal ini juga pastinya membutuhkan kontribusi semua pihak untuk turut mengendalikan dampak secara seimbang sehingga pengawasan memegang peran penting dalam implementasi kebijakan.
"Harusnya pemerintah turun tangan membuat aturan dan kebijakan yang proporsional, jangan sampai banyak rokok ilegal di mana negara tidak mendapat pemasukan," tegas Trubus.(chi/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ubah Tantangan Jadi Peluang, Pamerindo & Samsung Electronics Indonesia Gelar TechTalk
Redaktur & Reporter : Yessy