jpnn.com, JAKARTA - Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan bahwa per Desember 2023, kredit perbankan tumbuh sebesar 10,38 persen YoY (year-on-year) menjadi Rp 7.090 triliun.
Pertumbuhan ini mer upakan indikasi pergerakan ekonomi yang makin bergairah. Ini merupakan sinyal positif bagi pelaku di industri keuangan non-bank, terutama industri penjaminan dan asuransi, untuk turut berkontribusi memberikan proteksi atas risiko terkait penyaluran kredit ini.
BACA JUGA: Indonesia Re Ajak Stakeholder Perangi Praktik Gratifikasi
Sektor penjaminan utamanya menjamin risiko gagal bayar atau macetnya pengembalian utang.
Sementara itu, industri asuransi mengambil alih risiko-risiko yang secara tradisional telah diproteksi oleh asuransi seperti kerusakan fisik atas aset atau kolateral dari pinjaman serta risiko meninggal dari debitur.
BACA JUGA: Indonesia Re Berpartisipasi dalam Kegiatan Expo Pengawasan Intern 2024 BPKP
Dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan no. 124/PMK.010/2008 tentang Penyelenggaraan Lini Usaha Asuransi Kredit dan Surety, asuransi kredit dinyatakan sebagai lini bisnis dari asuransi umum yang memberikan jaminan pemenuhan kewajiban finansial penerima kredit apabila penerima kredit tidak mampu memenuhi kewajibannya sesuai dengan perjanjian kredit. Sebelumnya, industri penjaminan merupakan penyedia solusi proteksi atas risiko ini.
“Akan tetapi, masuknya sektor asuransi umum dan reasuransi kedalam arena penjaminan kredit ternyata tidak diikuti dengan penerapan underwriting, pricing, pencadangan dan pengelolaan risiko yang prudent dan berkelanjutan. Ditambah dengan tingkat kompetisi yang tinggi dan lemahnya pengetahuan serta kompetensi industri asuransi umum dan reasuransi turut berkontribusi pada pemburukan performa lini bisnis asuransi kredit dan penjaminan yang terkuak setelah pecahnya pandemi Covid-19. Banyak perusahaan asuransi dan reasuransi mengalami tekanan keuangan yang sangat serius. Akibatnya saat ini kapasitas untuk risiko kredit menyusut signifikan,” ujar Direktur Teknik Operasi PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) Delil Khairat.
BACA JUGA: Menuju Kecepatan Tak Tertandingi, Yamaha Bakal Kenalkan Teknologi Turbo!
Berangkat dari pengalaman ini, Otoritas Jasa Keuangan telah menerbitkan POJK No. 20 tahun 2023 yang memberikan regulasi yang lebih rigid dan detail mengenai penyelenggaraan produk asuransi yang dikaitkan dengan kredit atau pembiayaan syariah dan produk suretyship atau suretyship syariah.
Pertumbuhan kredit yang tinggi dan hadirnya regulasi yang lebih baik memberikan momentum bagi industri asuransi, reasuransi dan penjaminan untuk kembali menyalurkan kapasitas memadai untuk memproteksi risiko yang terkait kredit atau pembiayaan.
Namun demikian, untuk tidak mengulang kesalahan yang sama dimasa lalu, para pelaku industri perlu membangun kerangka underwriting, pricing dan pengelolaan risiko yang lebih robust dan berkelanjutan.
Dari kesadaran itulah Indonesia Re, ReINDO Syariah dan Jamkrida Jabar menyelenggarakan Sharing Session industri penjaminan di Bandung pada 10-12 Juni 2024. Melalui kegiatan ini, kedua tim melakukan pendalaman atas seluk-beluk risiko penjaminan kredit.
Tim Jamkrida Jabar telah dengan sangat baik menjabarkan proses bisnis dan pengelolaan risiko penjaminan. Beberapa aspek penting seperti seleksi mitra, penyusunan Perjanjian Kerja Sama, pengelolaan klaim, pencadangan, reasuransi/regaransi dan subrogasi dielaborasi dengan cukup detail.
“Tujuan utama dari sharing session ini adalah agar Indonesia Re dan ReINDO Syariah dapat kemudian merumuskan kerangka, struktur, mekanisme serta syarat dan ketentuan reasuransi dan reasuransi syariah terkait risiko kredit yang prudent, komprehensif, berkelanjutan dan berkeadilan bagi semua pihak yang terlibat,” lanjut Delil.
Sharing Session dibuka Direktur Keuangan dan Plt Direktur Utama Jamkrida Jabar Agus Subrata, Direktur Teknik Operasi Indonesia Re Delil Khairat. Pada hari kedua hadir pula Direktur Tekni ReIndo Syariah Winarko.
Diskusi terbagi ke dalam tiga sesi mulai dari marketing dan underwriting, pencatatan keuangan, penyelesaian klaim dan subrogasi serta pengembangan inovasi teknologi di masa mendatang. Tim dari Indonesia Re sendiri terdiri atas underwriter, pricing actuary, klaim, business development dan contract wording.
Diharapkan setelah dilakukan sharing session ini Indonesia Re memiliki pengetahuan yang lebih robust dan tingkat keyakinan yang lebih tinggi untuk kembali menyalurkan proteksi reasuransi atas bisnis asuransi kredit dan penjaminan.
Proses review yang panjang terkait lini bisnis ini sudah dilakukan Indonesia Re sejak tahun lalu yang diawali inisiasi pembentukan team guna merumuskan Kebijakan Asuransi Kredit oleh RIU Group agar terciptanya guideline yang robust guna mendukung proses underwriting yang lebih prudent dan sustainable. Kunjungan ini merupakan bagian dari penyusuan kebijakan asuransi kredit oleh RIU Group.
“Ke depannya, selain dari segi Penyusunan Kebijakan Asuransi Kredit, sejalan dengan dibelakukannya IFRS 17 dimana terdapat kebutuhan mengenai pencatatan teknis yang lebih detail serta didukung dengan inovasi platform Host-to-Host RIU Connect, Indonesia Re optimis atas peningkatan kualitas data dan adminsitrasi dari lini bisnis ini,” kata Delil. (rhs/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Maluku Tabaos: Menghidupkan Kembali Semangat Bangsa Bahari Menuju Visi Maritim 2045
Redaktur & Reporter : Rah Mahatma Sakti