Revolusi Ekonomi Sepeda Motor

Minggu, 01 Januari 2012 – 08:36 WIB

Begitu banyak keluhan terhadap membanjirnya sepeda motor. Tapi saya mencatatnya sebagai dewa penolong. Motor, bagi saya, adalah sarana transportasi yang memberikan kesempatan bagi rakyat kecil untuk mengejer ketertinggalannya. Sepeda motor adalah alat yang paling tepat untuk membawa golongan bawah memiliki kesempatan masuk menjadi golongan menengah.

Memang ada sarana lain yang juga memiliki peran yang sama: internet. Dengan internet (facebook, youtube, email, dst) tidak ada lagi perbedaan antara golongan bawah dan golongan atas. Dengan internet, kesempatan itu sama bagi golongan bawah yang kreatif bisa menembus barikade dan blokade system bisnis yang lama.

Demikian juga dengan sepeda motor. Produktifitas golongan bawah langsung bisa mengalami kenaikan yang drastis. Ini karena golongan pemilik sepeda motor bisa memiliki mobilitas yang sama tingginya dengan golongan tas.

Di masa lalu, golongan atas memiliki alat transportasi mobil. Sedang golongan bawah hanya memiliki kereta dorong, beca-gundul, gerobak sapi dan paling cepat adalah dokar. Kini, dengan sepeda motor kecepatan bergerak golongan bawah sama cepatnya dengan golongan atas --bahkan dalam keadaan lalu-lintas macet naik sepeda motor lebih cepat sampai ke tujuan.

Apalagi sepeda motor zaman sekarang. Bisa mencapai kecepatan 100 km/jam. Maka sebuah jarak menjadi tidak ada artinya lagi. Kalau di masa lalu sepeda motor hanya untuk kendaraan dalam kota, kini orang sudah biasa bersepada motor antar-kota. Banyak sekali karyawan yang rumahnya 50 km dari tempatnya bekerja memilih ke kantor dengan sepeda motor.

Dulu golongan ini terjerat dalam siklus pemborosan yang luar biasa. Untuk ke kantor mereka naik kendaraan umum yang bahkan harus dua kali ganti. Atau hanya sekali naik kendaraan umum tapi harus menyambungnya dengan becak. Biaya untuk angkutan umum itu bisa mencapai 80% dari gaji mereka. Untuk apa bekerja kalau 80% gaji habis untuk kendaraan? Pilihan bagi mereka tidak sebanyak itu. Tidak bekerja berarti tidak punya penghasilan sama sekali. Dengan tetap bekerja, setidaknya eksistensi dan kehormatan sebagai manusia tetap terjaga.

Kini, dengan kemudahan system keuangan, prosentase biaya transportasi itu bisa membaik. Dengan system kredit sepeda motor yang kian ringan tidak perlu lagi ada uang di depan yang terlalu besar. Memang semasa cicilan belum lunas prosentase pengeluarannya tetap tinggi, tapi turun drastis setelah masa cicilan sepeda motornya selesai.

Di samping untuk berangkat/pulang kerja, sepeda motor itu masih bisa untuk mengantar anak sekolah, mencari obyekan, bersilaturahmi dan mengangkut barang sekedarnya. Semunya memiliki dampak pada produktifitas manusia.

Maka di samping internet, jangan disepelekan dampak ekonomi sepeda motor. Bahkan saya bisa menyebutkannya sebagai revolusi ekonomi sepeda motor. Sepeda motor adalah sarana yang bisa membuat golongan bawah bermigrasi ke golongan menengah dengan cara lebih cepat dari teori ekonomi yang mana pun.

Karena itu segala macam perencanaan pembangunan sudah harus mengakomodasikan kehadiran sepeda motor secara masal. Pembangunan jalan tol di Bali, misalnya, secara sengaja sudah mengakomodasikan sepeda motor. Tidak bisa lagi sepeda motor diperlakukan seperti kehadiran sepeda di masa lalu. Eksistensi sepeda motor harus diakui sebagai bagian dari kebijaksanaan pembangunan. Pemilik mobil tidak boleh lagi merasa dirinya sebagai pemilik paling sah sebuah jalan raya. Sepeda motor harus diterima sebagai pengguna sah yang hak-haknya sama dengan pemilik mobil.

Kita bersyukur ada sepeda motor dengan system teknologi dan pembiayaannya yang sangat tepat untuk golongan masyarakat kita yang belum bisa membeli mobil. Sepeda motorlah sarana yang membuat golongan bawah memiliki sarana transportasi secepat golongan di atasnya.
 
*) Artikel ini tidak ada kaitannya dengan jabatan.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mengabdikah di BUMN? Lebih Sulitkah?


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler