jpnn.com - jpnn.com - Metode sensus dengan Big Data Mobile Positioning Data (MPD) yang sudah diterapkan Badan Statistik Pariwisata (BPS) untuk menghitung jumlah wisatawan mancanegara di border area adalah ide cerdas.
Sebanyak 19 kabupaten dan 46 kecamatan yang tidak ter-cover oleh tempat pemeriksaan Imigrasi (TPI) di wilayah terdepan RI itu bisa ter-record nyaris sempurna.
BACA JUGA: Promosi Mulai Bergeser ke Selling to The Point
Hal itu disampaikan pakar edkonomi dari Universitas Indonesia Rhenald Kasali, Minggu (12/2).
Penggagas Rumah Perubahan itu menilai, apa yang dilakukan BPS pada Oktober November Desember 2016 itu adalah langkah pintar.
BACA JUGA: Biro Wisata Minta Penerbangan Filipina-Bali Ditambah
BPS semakin modern, semakin familiar dengan teknologi informasi, yang sudah semakin kuat memengaruhi dunia.
”Ini sudah menjadi keharusan. Mengubah dari cara konvensional dengan menggunakan digital dan teknologi. Mengganti kertas dengan dunia digital. Kertas itu bisa salah mencatat, bisa salah lihat, tidak real time, sangat terbatas jangkauan indra manusia. Juga bisa mahal, karena wilayah Indonesia yang terbentang luas. Sementara dengan Big Data, sudah terbantu oleh mesin, jauh lebih akurat, real time up date, serta efektif efisien,” ujar pria yang lahir di Jakarta, 13 Agustus 1960.
BACA JUGA: Kejar Target 20 Juta Wisman Dengan Sinergi Penta Helix
Karena itu, dia mengapresiasi BPS, yang memilih cara cerdas untuk memberi potret angka yang sesungguhnya.
Data resmi BPS itu bukan hanya bermanfaat besar untuk internal Kemenpar, yang harus cepat memperoleh informasi angka-angka untuk pengambilan keputusan, evaluasi kegiatan, dan mambuat analisa pasar.
Tetapi juga sangat penting bagi industry yang bergerak di sector pariwisata, yang membutuhkan data dan fatka yang akurat dan real time.
Jadi bukan hanya fungsi internal, ke dalam. Namun, juga eksternal, keluar yang memiliki rantai ekonomi yang panjang. “Jadi, sudah tepat, apa yang dilakukan BPS itu,” ungkap Rhenald.
Rhenald juga menambahkan, menghitung wisman dengan teknologi seluler sejak Oktober, November, Desember 2016 itu patut diapresiasi. Apalagi wisman itu sudah digital lifestyle, ke mana saja tidak akan lepas dari handphone-nya.
Sampai ada kelakar, kebutuhan pokok manusia sekarang berbeda dengan era terdahulu.
Sandang, papan, perumahan, plus wifi dan powerbank atau colokan listrik untuk charging HP. “Objeknya sudah jelas, HP minded. Sudah tidak masuk akal ada orang hidup tanpa HP,” katanya.
Wisman itu saat ini mood-nya adalah digital. Alamnya adalah dunia modern, dia semua terdeteksi melalui digital dengan sangat spesifik, bukan hanya kehadirannya saja ke Indonesia.
Namun, kunjungannya ke mana, berapa lama di Indonesia, berapa jauh dia berkunjung, jadi sudah sangat benar sekali apa yang dilakukan BPS apalagi kaitannya dengan penghitungan. ” Sangat tepat dan brilian,” katanya.
Rhenald juga menyinggung sepak terjang Angkasa Pura II yang saat ini sudah menggunakan digital sebagai marwah perusahaan.
Selain itu, dia juga menyebut nama pariwisata sekarang juga sangat digital, customers-nya melek digital, industrinya didorong go digital, semua komponen stakeholder itu menciptakan sesuatu yang sangat positif bagi perkembangan dunia bisnis dan pariwistaa di Indonesia.
”Jadi lahirlah smart airport, lahirlah smart data tourism, muncullah smart data di seluruh lini, jadi BPS juga melahirkan smart data dalam melaksanakan sensus,” kata pria yang juga Ketua Program Pascasarjana Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia itu.
Big Data MPD juga membuat dunia pariwisata serbapasti. Semua pelaku pariwisata bisa tahu berapa yang datang dan pergi, menambah keyakinan para industri yang mampu menciptakan strateg-strategi jitu dalam mendatangkan dan melayani wisatawan agar nyaman datang ke tanah air.
”Ini adalah sebuah market yang konkret, tidak akan salah tafsir dan salah baca. Contohnya seperti ini, sebuah hotel bingung kenapa hotelnya sepi padahal wisatawan yang datang ke daerahnya sangat banyak. Itu karena traveller atau wisman datang melalui digital,” imbuhnya.
“Saat ini yang datang ke negara kita adalah generasi milineal, dia cari low cost, dia cari homestay dengan low cost, dia cari cara dengan low cost, dia datang dengan cara smart, cara digital, ya berarti kita harus kawal mereka dengan cara digital juga, kita tidak perlu khawatir dan berkecil hati, karena pemerintahan sekarang sudah juga mengantisipasi segala hal smart ini. Termasuk BPS yang menggunakan Big Data MPD untuk cara sensus yang smart,” tandasnya. (jos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kejar Pembangunan 2.200 Homestay di Mandalika
Redaktur & Reporter : Ragil