JAKARTA - Redupnya kinerja ekspor memaksa pemerintah kreatif menggenjot kinerja investasi yang merupakan motor penting pertumbuhan ekonomi. Indonesia pun mengincar Tiongkok, kekuatan ekonomi terbesar kedua dunia, yang nilai investasinya masih tergolong kecil di Indonesia.
Deputi Promosi Investasi Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Himawan Hariyoga mengatakan, Indonesia kini agresif menggaet investor asal Tiongkok. Salah satu skema investasi yang ditawarkan adalah kerja sama pemerintah-swasta atau public private partnership (PPP). ""Proyek MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) juga kita tawarkan,"" ujarnya Jumat (5/7).
Salah satu langkah promosi investasi yang ditempuh ialah pertemuan dengan China Top 500 Foreign Trade Enterprises Club (Club Top 500). Itu merupakan klub yang dibentuk pebisnis, ahli ekonomi dan keuangan, diplomat, serta politisi Tiongkok. Klub itulah yang menjadi otak merajalelanya sepak terjang raksasa-raksasa bisnis Tiongkok.
Duta Besar Indonesia untuk Tiongkok dan Mongolia Imron Cotan menambahkan, Tiongkok punya potensi besar untuk menambah investasi di Indonesia. Negeri Tirai Bambu itu merupakan negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia dan memiliki cadangan devisa hingga USD 3,5 triliun. ""Ke depan kami optimistis investasi Tiongkok bisa naik hingga USD 2 miliar per tahun,"" katanya.
Target itu terbilang ambisius. Sebagai gambaran, pada 2012, realisasi investasi Tiongkok ke Indonesia baru USD 141 juta pada 190 proyek. Adapun pada triwulan I-2013, investasi Tiongkok tercatat USD 60 juta pada 99 proyek. Investasi tersebut jauh di bawah modal yang ditanamkan investor asal Singapura yang pada 2012 mencapai USD 4,85 miliar.
Padahal, dari sisi transaksi perdagangan, Tiongkok merupakan mitra dagang terbesar Indonesia. Pada 2012, transaksi perdagangan Indonesia-Tiongkok mencapai USD 66,6 miliar, mendekati target pada 2015 sebesar USD 80 miliar.
Lantas, apa strategi Indonesia menggaet investor Tiongkok? Himawan mengatakan, Indonesia menawarkan lima bidang usaha prospektif. Yakni, industri manufaktur, industri pengolahan hasil pertanian, hasil pertambangan, infrastruktur dan konstruksi, serta energi baru dan terbarukan. (owi/c4/sof)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Blue Chip Mulai Bangkit
Redaktur : Tim Redaksi