jpnn.com - JAKARTA - Defisit transaksi berjalan Indonesia selama ini ditambal utang yang didapat dari pasar finansial luar negeri (LN). Sayangnya, upaya itu justru meningkatkan risiko rapuhnya penyangga pasar keuangan Indonesia.
Karena itu, perlu ada reposisi utang dari pasar finansial ke utang multilateral seperti yang pernah dijalankan sebelum era 1998 silam.
Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan, sejak mencari pendanaan di pasar finansial, arus pemodal asing yang memegang surat utang Indonesia mencapai 39 persen. Padahal, pasar yang terlalu bergantung pada dana asing akan lebih mudah goyah.
BACA JUGA: BI-Polri Perketat Penukaran Valas
"Karena itu perlu diversifikasi pinjaman. Porsi non-financial market-nya diperbesar seperti pinjaman multilateral," ungkapnya di Gedung BI kemarin (17/12).
Namun, tidak berarti karakter pinjaman multilateral yang disarankan sama dengan yang pernah dilakukan pada masa orde baru silam. Kala itu Indonesia harus dibebani kebijakan-kebijakan yang menguntungkan negara pemberi utang. "Multilateral tidak apa-apa asalkan untight loan (pinjaman tidak mengikat)," ujarnya.
Selain itu, tidak semua bisa direposisi ke utang multilateral. Apalagi jika sebuah negara sudah masuk dalam level menegah atas. Tidak bisa mendapatkan utang multilateral dalam jumlah besar.
BACA JUGA: Rupiah Ideal 12.000 - 12.500 per USD
Sebab, pada dasarnya utang multilateral itu didapat dari pajak negara maju. "Namun bisa juga dengan mengurangi surat utang denominasi rupiah, lalu menambah di porsi global bond," jelasnya.
Merujuk data BI, utang Indonesia pada organisasi internasional per akhir Oktober 2014 mencapai USD 294,46 miliar. Jumlah itu meningkat dibandingkan periode September 2014 yang tercatat USD 292,28 miliar dan melonjak bila dikomparasikan dengan periode yang sama tahun sebelumnya USD 265,95 miliar.
Secara terperinci, utang multilateral pemerintah masih terbesar. Per Oktober 2014 mencapai USD 22,79 miliar. Angka itu turun dibandingkan September 2014 yang USD 22,93 miliar. Dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, utang multilateral pemerintah mencapai USD 22,60 miliar.
Sementara itu, utang luar negeri (ULN) Indonesia pada akhir Oktober 2014 tumbuh 10,7 persen (year on year/yoy). Angka itu sedikit lebih lambat dibandingkan pertumbuhan September 2014 sebesar 11,2 persen (yoy). Dengan pertumbuhan tersebut, posisi ULN pada akhir Oktober 2014 mencapai USD 294,5 miliar.
Jumlah itu meningkat dibandingkan dengan posisi akhir September 2014 sebesar USD 292,3 miliar. ULN Oktober 2014 terdiri atas sektor publik USD 133,2 miliar (45,2 persen) dan sektor swasta USD161,3 miliar (54,8 persen). (gal/oki)
BACA JUGA: Ingatkan Rini Hindari Calon Direksi Titipan di BUMN
BACA ARTIKEL LAINNYA... Said Didu Beber Asal Gedung Kementerian BUMN
Redaktur : Tim Redaksi