Ribery Damaikan Ruang Ganti

Sabtu, 23 Juni 2012 – 14:27 WIB

DONETSK - Tidak salah apabila tim medis Prancis memilih terapi mandi es yang sangat dingin (cryotherapy) untuk memulihkan kondisi fisik pemain menghadapi Euro 2012. Sebab, terapi dengan suhu dibawah 100 derajat Celcius itu juga berguna untuk mendinginkan ruang ganti Prancis.
 
Ya, persiapan Prancis menghadapi Spanyol di perempat final dini hari nanti terganggu dengan perselisihan antara pemain dan pelatih (Hatem Ben Arfa dengan Laurent Blanc), serta antarpemain (Samir Nasri dan Alou Diarra). Namun, friksi internal tim itu dikabarkan berakhir damai.
 
Seperti diberitakan L"Equipe, Blanc dan Ben Arfa sudah berjabat tangan. Begitu pula dengan Nasri dan Diarra. Asisten pelatih Prancis Alain Boghossian menyatakan apabila friksi internal di Euro 2012 tidak seburuk di Piala Dunia 2010. Yakni ketika pelatih Prancis kala itu, Raymond Domenech memulangkan striker Nicolas Anelka.

"Semua sudah kembali bersatu dan tertawa bersama. Para pemain juga berjanji tidak akan mengulang penampilan buruk lawan Swedia saat menghadapi Spanyol," kata mantan gelandang Prancis periode 1997-2002 tersebut.
 
Kembali tenangnya ruang ganti Prancis mengundang pertanyaan. Yakni, siapa yang bertindak sebagai juru damai - Jelas bukan karena cryotheraopy. Dari pernyataannya, Boghossian juga bukan. Usut punya usut, Franck Ribery lah juru damainya.
 
Hal itu pun cukup mengejutkan. Sebab, di Piala Dunia 2010, Ribery dianggap sebagai motor penggerak mosi tidak percaya kepada Domenech. Bersama dengan Patrice Evra, winger Bayern Munchen itu pula yang memanas-manasi pemain lainnya untuk memboikot sesi latihan.
 
Lantas, kenapa Ribery tiba-tiba berubah menjadi "malaikat" bagi Les Bleus?  Eks gelandang Prancis Emmanuel Petit memiliki opini mengenai perubahan attitude Ribery. "Franck banyak belajar dari kegagalan yang dilaluinya dan sebagai salah satu pemain senior, dia dituntut melakukan sesuatu untuk kebaikan timnya," kata Petit seperti dilansir France Football.
 
Ribery belum pernah meraih sukses bersama Prancis. Pemain 29 tahun dan pemilik 63 caps itu sekaligus bagian dari skuad Les Bleus saat dikalahkan Italia di final Piala Dunia 2006. Sedangkan di level klub dan yang paling gres, Ribery gagal membawa Bayern Munchen memenangi Liga Champions.
 
Petit berharap Ribery tidak sekadar menjadi juru damai Prancis, melainkan juga membawa juara Euro 2000 itu menghentikan laju Spanyol. "Kemampuan Ribery mengkreasi serangan sekaligus finisher harus lebih dieksploitasi. Saya pikir strategi Laurent Blanc juga mudah ditebak dan yang hilang adalah dia kurang memaksimalkan pemain bertipe agresif seperti Jeremy Menez, Mathieu Valbuena, serta Olivier Giroud," jelasnya.
 
Di sisi lain, friksi internal sebenarnya juga menerpa Spanyol sebelum kickoff Euro 2012. Yakni, terkait hubungan kurang harmonis pemain dari dua klub yang terlibat persaingan abadi di Liga Primera, Barcelona dan Real Madrid. Ancaman perpecahan timnas pun menyeruak mengingat separo dari skuad Spanyol berasal dari dua klub, Barca menyumbang 7 pemain, sedangkan Real menempatkan 5 penggawanya.
 
Namun, setelah turnamen bergulir, kekhawatiran itu tidak terbukti. Pelatih Spanyol Vicente del Bosque bahkan memuji kombinasi pemain Barca-Real. Sebut saja antara duet defender Sergio Ramos dan Gerard Pique. "Keduanya bisa menjadi tandem yang hebat ke depannya," jelas Del Bosque. (dns/bas)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Indonesia Gagal Penuhi Target


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler